Menuju Swasembada

Pangan 2017

Kementerian Pertanian Republik Indonesia bertekad untuk mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumber daya lokal demi meningkatkan kemandirian pangan, ekspor dan kesejahteraan petani.

KOMPAS/ALBERTUS HENDRIYO WIDI - ILUSTRASI: Kedelai
Senin, 14 Oktober 2013

Anggaran Capai Swasembada Masih Minim


JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah pihak menyangsikan tercapainya swasembada komoditas pangan penting yang ditargetkan pada 2014. Beberapa diantaranya bahkan berasal dari wakil-wakil rakyat yang duduk di parlemen, seperti salah satunya Ketua Komisi IV DPR RI, Romahurmuziy. Menurutnya, empat dari lima komoditas yakni beras, jagung, kedelai, gula dan daging, tak akan mencapai swasembada.

Kedelai menjadi salah satu komoditas yang diprediksikan masih akan sangat tergantung importasi pada tahun depan. Produksi nasional komoditas bahan baku pembuatan tahu tempe itu saat ini hanya 748.000 ton. Itu, jauh dari kebutuhan nasional yang sebesar 2,2 juta ton. (baca: Cita-Cita Swasembada Pangan 2014, Ini Kata DPR)

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Udhoro Kasih Anggoro, kepada Kompas.com, Minggu (13/10/2013) menjelaskan, produksi kedelai nasional ditaksir akan bertambah sebanyak 1,8 juta ton pada 2014 jika ada dukungan anggaran dari pemerintah. Ia mengatakan, berdasarkan hasil perhitungan sistem modeling Litbang (penelitian dan pengembangan), kebutuhan anggaran yang diperlukan untuk pencapaian swasembada kedelai sebesar Rp 2,82 triliun.  Namun anggaran tahun depan sendiri hanya sekitar 700 miliar.

"Dengan anggaran yang tersedia pada tahun 2014, diperkirakan perlu tambahan kebutuhan anggaran sebesar Rp 2,1 triliun,” sebut Anggoro dalam surat elektroniknya.

Menurut perhitungannya, dengan adanya jaminan harga di tingkat petani saat ini, yakni harga beli petani (HBP) sebesar Rp 7.400 per kg, maka perputaran uang dari pertambahan produksi tersebut ditaksi mencapai Rp 13,3 triliun. (baca: Petani Kedelai Sambut Kenaikan Harga Beli Petani)

Dengan anggaran sebesar itu, Kementerian Pertanian dapat lebih optimal menjalankan program swasembada, seperti perluasan areal tanam (PAT), program peningkatan produktivitas, serta program pascapanen kedelai melalui program bantuan sarana pascapanen baik berupa power thresher multiguna, pedal thresher, flat bed dryer dan gerobag dorong.

Anggoro menyebutkan, selama ini rencana (target) tidak tercapai lantaran seluruh pihak terkait belum secara optimal untuk menggerakkan upaya peningkatan produksi diantaranya dukungan anggaran, regulasi tata niaga, komitmen daerah dan sebagainya. (baca: Ini Penyebab Produksi Kedelai Merosot dalam 5 Tahun Terakhir)

“Untuk pencapaian swasembada diperlukan tambahan PAT seluas 1 juta hektar, anggaran bantuan paket teknologi yang sudah tersedia 2014 direncanakan 340.000 hektar, tahun 2013 seluas 110.000 hektar, masih kekurangan 650.000 hektar. Disamping itu, perlu dukungan untuk perbenihan, mekanisme pasar dan pasca panen,” ujarnya.

Sebagai informasi dari rencana PAT pada 2013 seluas 340.000 hektar, baru terealisasi 70.000 hektar. Anggoro mengatakan, sisa target akan mulai ditanam pada Oktober – Desember 2013 serta menunggu proses penyelesaian administrasi anggaran.

Sementara itu, rencana PAT pada 2014 ditargetkan seluas 208.000 hektar. Dari data Kementerian Pertanian, rencana PAT 2014 terbesar masih fokus di Pulau Jawa. Sementara wilayah lain masih minim, seperti Papua, Maluku Utara, dan di Sumatera.

Anggoro menilai, lokasi PAT pulau Jawa masih tinggi karena Jawa merupakan sentra produksi utama kedelai, yakni dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan lahan eksisting melalui peningkatan Indeks Pertanaman (IP). “Alokasi PAT di Papua, Maluku maupun Sumatera kecil karena terkendala ketersediaan tenaga/SDM pertanian terbatas, kesesuaian lahan terutama lahan pasang surut yang perlu teknologi spesifik lokasi,” ujarnya.

Lumbung pangan masa depan

Meskipun saat ini lahan pasang surut dianggap masih menjadi kendala, namun sesungguhnya potensinya sebagai areal tanam kedelai cukup besar. Pemulia kedelai dari Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Litbang Pertanian, Malang, Muchlish Adie mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan penelitian dan pengembangan varietas yang adaptif di lahan pasang surut.

Ia mengatakan, ada dua varietas lahan pasang surut yang rencananya bakal dilepas pada 2015 mendatang. “Pak Haryono (Kepala Balitbang Kementan) kan pernah mengatakan lahan pasang surut itu lumbung pangan masa depan. Memang ini potensinya cukup besar. Ini juga kita siapkan, akan kita lepas dua varietas, cuma memang (jenis) biji kecil,” kata Muchlish saat dihubungi Kompas.com, Kamis (10/10/2013).

Pada 2007, Balitbang Kementan telah mencoba menanami lahan pasang surut di Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi dengan varietas Anjasmoro. Muchlish mengatakan, produktivitasnya mendekati 2 ton per hektar. “Tapi penting juga dilihat, dari berbagai kajian lahan sawah pasang surut ternyata meningkatkan hasil gabah. Setelah 2007 itu ternyata ada peningkatan hasil padi 40 persen, dibanding sawah yang tidak pernah ditanami kedelai sama sekali,” lanjutnya.

Namun, Muchlish mengingatkan, tidak semua lintasan sawah pasang surut bisa ditanami kedelai. Ia menjelaskan hanya lintasan tipe B dan tipe C (dari empat tipe A-D) yang bisa ditanami tanaman pangan.

Sebagai informasi sepanjang tiga tahun terakhir Balitbang Kementan telah melepas empat varietas tanaman kedelai. Adapun yang dilepas yakni satu varietas Gema (genjah dari Malang) pada 2011, satu varietas Dering 1 (kedelai toleran kering) pada 2012, serta dua varietas Detam Trida (kedelai hitam insentif riset dasar) pada 2013.

Selain itu, bersamaan dengan varietas adaptif lahan pasang surut, Balitbang Kementan juga tengah meneliti dan mengembangkan varietas toleran naungan sebagai antisipasi perubahan iklim. Varietas itu bisa ditanam secara tumpangsari dengan tanaman tahunan seperti pohon jati dan sawit. “In Shaa Allah (dilepas) tahun depan, varietas itu bisa ditanam di lahan dengan cahaya yang berkurang hingga 40 persen,” pungkasnya.