Menuju Swasembada

Pangan 2017

Kementerian Pertanian Republik Indonesia bertekad untuk mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumber daya lokal demi meningkatkan kemandirian pangan, ekspor dan kesejahteraan petani.

ESTU SURYOWATI - Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan
Senin, 21 Oktober 2013

Wamentan: Importir Sapi Mau Serba Enaknya Saja


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengungkapkan, hingga Oktober 2013 belum ada importir swasta yang mengajukan izin importasi sapi indukan betina produktif. Padahal, menurutnya, sapi indukan betina produktif  penting untuk mencapai swasembada sapi jangka panjang

"Importir swasta itu tidak ada yang mengajukan sapi indukan, betina produktif. Mau serba enaknya saja. Yang resikonya sedikit, keuntungannya terlihat langsung," kata Rusman ditemui sebelum rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/10/2013).

Lebih lanjut, ia mengatakan, kebijakan impor sapi bakalan dan sapi siap potong adalah kebijakan instan yang hanya memikirkan suplai-demand, tanpa memikirkan penambahan populasi sapi untuk 3-4 tahun ke depan.

Memang, sebut Rusman, ketersediaan daging sapi perlu untuk mengantisipasi lonjakan harga yang ujung-ujungnya memicu inflasi. Namun, ia menegaskan, jika tujuannya mencapai swasembada, maka concern pemerintah seharusnya adalah mengimpor sapi indukan.

Di sisi lain, lanjutnya saat ini Indonesia sebenarnya sudah mencapai swasembada dalam hal semen (sperma) sapi beku yang saat ini ada di Balai Inseminasi Buatan. "Malah kita sudah menjadi eksportir semen beku. Tapi kurang indukannya. Nah kalau enggak ada 'rumahnya' (sapi betina) mau disuntikin di mana? Masa di pohon pisang," lanjut Rusman.

Oleh karena tidak ada importir swasta yang mengajukan izin importasi sapi indukan, Rusman mengatakan, pihaknya mendorong BUMN untuk mengimpor. Beberapa diantaranya yakni PT Berdikari, dan PT Pupuk Indonesia.

Ketika ditanya soal breeding yang mahal di Indonesia, ia pun memberikan solusi. "Yang saya arahkan ke Pupuk Indoensia, jangan investasi kita 100 persen. Jangan kita beli, resiko tinggi. Paling bagus joint venture dengan Australia dengan perusahaan lokal di sana. Jadi, resiko ditanggung bersama," katanya.