Menuju Swasembada

Pangan 2017

Kementerian Pertanian Republik Indonesia bertekad untuk mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumber daya lokal demi meningkatkan kemandirian pangan, ekspor dan kesejahteraan petani.

dok Kementerian Pertanian - Ilustrasi: Anggaran Kementan dari tahun ke tahun meningkat.
Senin, 9 Februari 2015

Dapat Tambahan Rp 16,9 Triliun Kementan Fokuskan Wujudkan Kedaulatan Pangan


JAKARTA
- Pemerintah RI menargetkan pencapaian swasembada pangan yaitu padi, jagung, kedelai, gula, dan daging dalam periode tiga hingga empat  tahun ke depan. Dengan demikian Kementerian Pertanian akan dapat tambahan anggaran sebesar Rp16,9 triliun dalam APBN-P 2015.

Dengan anggaran sebelumnya Rp 55,56 triliun, maka total anggarannya  menjadi Rp 72,46 triliun. Penambahan Rp 16,9 triliun akan digunakan untuk refocusing swasembada pangan pada 5 komoditi yaitu padi, jagung, kedelai, gula, daging.

"Di tahun 2015, Kementan akan fokus mewujudkan kedaulatan pangan secara mandiri, meningkatkan produksi pangan dalam negeri, dan mensejahterakan petani serta nelayan. Kita dalam waktu dekat ini akan memperluas ruang pertanian, dan sektor irigasi yang saat ini masih kurang,” kata  Menteri Pertanian Amran Sulaiman dalam rapat Kerja Komisi IV di DPR, Senayan, Jakarta (19/1).

Kepada DPR, Mentan menjelaskan bahwa tujuan swasembada padi untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kedelai untuk pemenuhan kebutuhan pengrajin tempe dan tahu dan industri lainnya. Jagung untuk memperkaya pangan dan pemenuhan kebutuhan pakan dan industri lainnya. Daging, untuk memenuhi defisit daging dan konsumsi nasional, dan gula untuk kebutuhan nasional.

"Dari tambahan anggaran sebesar Rp 16,9 triliun sehingga keseluruhan total anggaran yang diberikan sebanyak Rp 72,46 triliun, Kementan akan memprioritaskan enam hal. Anggaran tersebut kami butuhkan untuk irigasi, pupuk, benih, alsintan, operasional penyuluhan, dan gertak birahi IB. Enam hal ini jadi prioritas,” jelas Mentan.

Mentan memaparkan bahwa fenomena pergeseran musim yang terjadi di berbagai daerah bakal berimplikasi kepada ketersediaan pangan sehingga dapat mengganggu target swasembada bila tidak dilakukan upaya percepatan. Untuk itu, diperlukan upaya khusus guna mempercepat ketersediaan pangan sesuai arahan Presiden untuk terwujudnya swasembada pangan sesuai dengan visi misi yang terdapat di dalam Nawa Cita.

Pelaksanaan program percepatan itu akan didukung dari anggaran dana kontingensi 2014 yang berasal dari dan pos stabilisasi pangan hasil refocusing Kementan 2014. “Dalam musim tanam  Oktober 2014 sampai Maret 2015 telah terjadi pergeseran musim sehingga terjadi penurunan masa tanam yang bisa berimplikasi kepada ketersediaan pangan. Faktor kunci untuk mengatasi masalah percepatan ketersediaan pangan antara lain adalah ketersediaan jaringan irigasi dan lahan yang memadai di daerah. Penggunaan dana kontingensi, dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu, rencananya akan disediakan antara lain untuk percepatan optimalisasi lahan di sebanyak 13 provinsi di Tanah Air” papar Mentan.

Mentan mengungkapkan tambahan anggaran tersebut nantinya untuk perbaikan irigasi karena  kerusakan irigasi di Indonesia  sudah sangat memprihatinkan yaitu mencapai 52 persen atau sekitar 3,3 juta hektar lahan total 7,3 juta hektar. Dirinya telah mengecek di lapangan, ke-18 provinsi, 60 kabupaten. Bahkan kerusakan irigasi di Sumatera Utara mencapai 80 persen, dan di Aceh 60 persen. Rata-rata kerusakan irigasi di seluruh Sumatera mencapai 50 persen.  Hal itulah  yang menyebabkan produksi padi menurun. Kementan menargetkan produksi padi pada 2015 bisa mencapai 73 juta ton. Tahun 2014 lalu produksi padi hanya mencapai 70 juta ton, itu pun sudah berkurang satu juta ton dibanding 2013.

“Untuk mencapai target swasembada padi pada 2017 mendatang, rehabilitasi jaringan irigasi sangat penting karena kerusakan irigasi tersebut berkontribusi terhadap penurunan produksi padi hingga 4,5 juta ton per tahun. Irigasi  mengalami kerusakan, sebab tidak dilakukan rehabilitasi selama 20 bahkan hingga 30 tahun lamanya. Sehingga komponen utama APBN perubahan 2015, yakni rehabilitasi jaringan irigasi rencananya sekitar 1 juta hektar per tahun selama 3 tahun. Selain itu optimasi lahan, bantuan benih, pupuk, dan alsintan,” ungkap Mentan.

Menanggapi pertanyaan mengapa Kementan bekerja sama dengan Kemen PU dalam membangun irigasi, Mentan menuturkan bahwa pihak Kementerian PU membangun primer dan sekunder, sedangkan Kementan membangun irigasi tersier atau irigasi paling akhir. Kerja sama tersebut  agar irigasi yang dibangun bisa melewati titik-titik persawahan sehingga air yang mengalir tepat sasaran.

“Pada 2014, irigasi rusak di seluruh Indonesia mencapai 52 persen dengan luas lahan 3,3 juta hektare. Untuk rehabilitasi jaringan irigasi Kementan melakukan koordinasi bersama Kemenpupera agar alokasi anggaran menjadi maksimal, Kementan telah mengalokasikan kurang lebih Rp2 triliun untuk memperbaiki kerusakan irigasi, demi mencapai swasembada pangan Indonesia” tutur Mentan.

Lebih lanjut Mentan menerangkan pihaknya menargetkan akan merehabilitasi jaringan irigasi satu juta hektar per tahun selama tiga tahun. Sekarang 52 persen irigasi rusak sehingga berkontribusi menurunkan produksi 4,5 juta ton per tahun. Sebagai tahap awal, pada tahun 2015 ini ia berencana membangun irigasi di satu juta hektare lahan di 17 provinsi di seluruh Indonesia, terutama di daerah-daerah yang merupakan kantong-kantong produksi padi seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Lampung, dan Sulawesi Selatan.

“Akibat selama 20 tahun bahkan 30 tahun tidak diperbaiki, maka tercatat ada 7,3 juta hektar sawah menggunakan irigasi, 3,3 juta hektar diantaranya rusak.  Lokasinya ada di 18 provinsi dan 60 kabupaten. Bahkan rata-rata kerusakan di Sumatera mencapai 50 persen dengan Sumatera Utara 80 persen dan Nanggroe Aceh Darussalam 60 persen. Tahun  2015 target sasarannya ialah dapat terbangun irigasi baru 1 juta hektar, terehabilitasi 3,3 juta hektar di 13 sentra produksi beras nasional sebesar Rp 2 triliun. Yang paling utama Jawa, Sumut, Medan, Sulsel, Aceh” terang Mentan.

Menurut Mentan, selain untuk perbaikan irigasi, tambahan anggaran tersebut digunakan dalam penyediaan benih mengingat  pada tahun  2014, serapan benih hanya 20 persen. Benih yang ada di lapangan saat sekarang hanya sekitar 5 persen yang termasuk unggul padahal sudah ada benih padi yang dapat menghasilkan produksi 10 ton per ha dari rata-rata produksi padi di Indonesia 5,1 ton per hektar (ha).

“Kalau kita menggunakan 20 persen saja benih yang produksinya 10 ton per ha berarti produksinya bisa dua kali lipat. Ini merupakan tantangan khusus bagi penyuluh pertanian  tetapi jumlah Penyuluh juga kurang, hanya 20.000 pegawai negeri, THL 20.000, sedangkan kita butuhnya 70.000. Solusi yang ditempuh dengan melibatkan mahasiswa untuk pengawasan irigasi dan benih, pupuk serta pendampingan dari TNI, babinsa yang ada di desa-desa”ujar Mentan.

Terkait bantuan Alsintan,  Mentan menegaskan penggunaan alat mesin pertanian  tidak kalah pentingnya seperti irigasi, benih, pupuk, dan penyuluh. Sebab, alsintan inilah yang bisa mendorong produktivitas, sehingga kesejahteraan petani pun meningkat.  “Saat ini penggunaan alsintan di pertanian di Indonesia hanya 10 persen dari penggunaan alsintan di Thailand. Tidak adanya alsintan ini menyebabkan kita kehilangan potensi produksi 20 juta ton per tahun,  Atas dasar itu, Kementerian Pertanian akan mengalokasikan anggaran tambahan untuk memperbanyak alsintan” tegas Mentan

Mentan juga menuturkan dalam kurun waktu 10 tahun terjadi penurunan 500.000 rumah tangga tani per tahun. Dari 31 juta rumah tangga petani saat sekarangi tinggal 26 juta. Penyebabnya, penghasilan hanya Rp 200.000 per bulan per orang karena hanya mengelola lahan seluas 0,3 ha. “Ada dua cara untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga tani yaitu meningkatkan indeks pertanaman. Saat ini indeks pertanaman secara nasional di level 1,68. Kalau ingin mencapai swasembada maka indeks pertanaman setidaknya harus 3,3. Selanjutnya produktivitas pertanian harus ditingkatkan yaitu penggunaan benih unggul, serta penggunaan alsintan yang cukup hingga 60 ribu unit “ tutur Mentan.

Mentan menyebutkan memiliki program yang akan mengatasi masalah daging yaitu Gertak birahi IB. Program tersebut merupakan  inseminasi buatan 2 juta ekor sapi. Di mana sapi yang menjadi induk harus melahirkan dua kali agar tingkat kematian hanya 10 persen. Ditargetkan satu juta ekor sapi per tahun agar mendapatkan 1,6 juta ekor sapi hingga tiga sampai empat tahun.

“Hanya saja perlu diperhatikan tidak sembarang sapi betina yang di-inject karena kalau masih perawan tidak bisa, berisiko kematian bagi induknya. Berdasar pengalaman, 40 persen sapi mati karena belum pernah melahirkan. Stok saat ini 8 juta. Kemudian indukkannya kami harap beli 30.000 ekor dan sapi bibit 1.200 ekor, Dengan begitu pemerintah menargetkan produksi padi 2015 mencapai 73 juta ton, meningkat dari 2014 yang mencapai 70 juta ton” ujar Mentan.

Mentan menambahkan untuk komoditi perkebunan, Kementan melakukan kegiatan peningkatan produksi gula juga akan mengurangi separuh impor dari total kebutuhan lima juta ton. Ada rintisan kebun tebu 6.700 ha (KBD-0), 5.300 pull tractor, serta 500 unit pompa air. Untuk tanaman kakao juga akan dianggarkan Rp1,2 triliun. Indonesia yang pernah berada di tingkat dua menurun menjadi tiga dalam memproduksi kakao. Di Batam impor kakao 400 kontainer per bulan, moga-moga ke depan bisa dikurangi dengan peningkatan produksi dan rehabilitasi tanaman kakao.
Pemerintah RI menargetkan pencapaian swasembada pangan yaitu padi, jagung, kedelai, gula, dan daging dalam periode tiga hingga empat  tahun ke depan. Dengan demikian Kementerian Pertanian akan dapat tambahan anggaran sebesar Rp16,9 triliun dalam APBN-P 2015. Dengan anggaran sebelumnya Rp 55,56 triliun, maka total anggarannya  menjadi Rp 72,46 triliun. Penambahan Rp 16,9 triliun akan digunakan untuk refocusing swasembada pangan pada 5 komoditi yaitu padi, jagung, kedelai, gula, daging.”Di tahun 2015 Kementan akan fokus mewujudkan kedaulatan pangan secara mandiri, meningkatkan produksi pangan dalam negeri, dan mensejahterakan petani serta nelayan. Kita dalam waktu dekat ini akan memperluas ruang pertanian, dan sektor irigasi yang saat ini masih kurang,” kata  Menteri Pertanian Amran Sulaiman dalam rapat Kerja Komisi IV di DPR, Senayan, Jakarta (19/1).

Kepada DPR, Mentan menjelaskan tujuan swasembada padi untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kedelai untuk pemenuhan kebutuhan pengrajin tempe dan tahu dan industri lainnya. Jagung untuk memperkaya pangan dan pemenuhan kebutuhan pakan dan industri lainnya. Daging, untuk memenuhi defisit daging dan konsumsi nasional, dan gula untuk kebutuhan nasional. “Dari tambahan anggaran sebesar Rp16,9 triliun sehingga keseluruhan total anggaran yang diberikan sebanyak Rp 72,46 triliun, Kementan akan memprioritaskan enam hal. Anggaran tersebut kami butuhkan untuk irigasi, pupuk, benih, alsintan, operasional penyuluhan, dan gertak birahi IB. Enam hal ini jadi prioritas,” jelas Mentan.

Mentan memaparkan bahwa fenomena pergeseran musim yang terjadi di berbagai daerah bakal berimplikasi kepada ketersediaan pangan sehingga dapat mengganggu target swasembada bila tidak dilakukan upaya percepatan. Untuk itu, diperlukan upaya khusus guna mempercepat ketersediaan pangan sesuai arahan Presiden untuk terwujudnya swasembada pangan sesuai dengan visi misi yang terdapat di dalam Nawa Cita. Pelaksanaan program percepatan itu akan didukung dari anggaran dana kontingensi 2014 yang berasal dari dan pos stabilisasi pangan hasil refocusing Kementan 2014. “Dalam musim tanam  Oktober 2014 sampai Maret 2015 telah terjadi pergeseran musim sehingga terjadi penurunan masa tanam yang bisa berimplikasi kepada ketersediaan pangan. Faktor kunci untuk mengatasi masalah percepatan ketersediaan pangan antara lain adalah ketersediaan jaringan irigasi dan lahan yang memadai di daerah. Penggunaan dana kontingensi, dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu, rencananya akan disediakan antara lain untuk percepatan optimalisasi lahan di sebanyak 13 provinsi di Tanah Air” papar Mentan.

Mentan mengungkapkan tambahan anggaran tersebut nantinya untuk perbaikan irigasi karena  kerusakan irigasi di Indonesia  sudah sangat memprihatinkan yaitu mencapai 52 persen atau sekitar 3,3 juta hektar lahan total 7,3 juta hektar. Dirinya telah mengecek di lapangan, ke-18 provinsi, 60 kabupaten. Bahkan kerusakan irigasi di Sumatera Utara mencapai 80%, dan di Aceh 60%. Rata-rata kerusakan irigasi di seluruh Sumatera mencapai 50%.  Hal itulah  yang menyebabkan produksi padi menurun. Kementan menargetkan produksi padi pada 2015 bisa mencapai 73 juta ton. Tahun 2014 lalu produksi padi hanya mencapai 70 juta ton, itu pun sudah berkurang satu juta ton dibanding 2013. “Untuk mencapai target swasembada padi pada 2017 mendatang, rehabilitasi jaringan irigasi sangat penting karena kerusakan irigasi tersebut berkontribusi terhadap penurunan produksi padi hingga 4,5 juta ton per tahun. Irigasi  mengalami kerusakan, sebab tidak dilakukan rehabilitasi selama 20 bahkan hingga 30 tahun lamanya. Sehingga komponen utama APBN perubahan 2015, yakni rehabilitasi jaringan irigasi rencananya sekitar 1 juta hektar per tahun selama 3 tahun. Selain itu optimasi lahan, bantuan benih, pupuk, dan alsintan,” ungkap Mentan.

Menanggapi pertanyaan mengapa Kementan bekerja sama dengan Kemen PU dalam membangun irigasi, Mentan menuturkan bahwa pihak Kementerian PU membangun primer dan sekunder, sedangkan Kementan membangun irigasi tersier atau irigasi paling akhir. Kerja sama tersebut  agar irigasi yang dibangun bisa melewati titik-titik persawahan sehingga air yang mengalir tepat sasaran. “Pada 2014 irigasi rusak di seluruh Indonesia mencapai 52 persen dengan luas lahan 3,3 juta hektare. Untuk rehabilitasi jaringan irigasi Kementan melakukan koordinasi bersama Kemenpupera agar alokasi anggaran menjadi maksimal, Kementan telah mengalokasikan kurang lebih Rp2 triliun untuk memperbaiki kerusakan irigasi, demi mencapai swasembada pangan Indonesia” tutur Mentan.

Lebih lanjut Mentan menerangkan Kementan  menargetkan akan merehabilitasi jaringan irigasi satu juta hektar per tahun selama tiga tahun. Sekarang 52 persen irigasi rusak sehingga berkontribusi menurunkan produksi 4,5 juta ton per tahun. Sebagai tahap awal, pada tahun 2015 ini ia berencana membangun irigasi di satu juta hektare lahan di 17 provinsi di seluruh Indonesia, terutama di daerah-daerah yang merupakan kantong-kantong produksi padi seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Lampung, dan Sulawesi Selatan. “Akibat selama 20 tahun bahkan 30 tahun tidak diperbaiki, maka tercatat ada 7,3 juta hektar sawah menggunakan irigasi, 3,3 juta hektar diantaranya rusak.  Lokasinya ada di 18 provinsi dan 60 kabupaten. Bahkan rata-rata kerusakan di Sumatera mencapai 50 persen dengan Sumatera Utara 80 persen dan Nanggroe Aceh Darussalam 60 persen. Tahun  2015 target sasarannya ialah dapat terbangun irigasi baru 1 juta hektar, terehabilitasi 3,3 juta hektar di 13 sentra produksi beras nasional sebesar Rp 2 triliun. Yang paling utama Jawa, Sumut, Medan, Sulsel, Aceh” terang Mentan.

Menurut Mentan selain untuk perbaikan irigasi, tambahan anggaran tersebut digunakan dalam penyediaan benih mengingat  pada tahun  2014, serapan benih hanya 20 persen. Benih yang ada di lapangan saat sekarang hanya sekitar 5 persen yang termasuk unggul padahal  sudah ada benih padi yang dapat menghasilkan produksi 10 ton per ha dari rata-rata produksi padi di Indonesia 5,1 ton per hektar (ha). “Kalau kita menggunakan 20 persen saja benih yang produksinya 10 ton per ha berarti produksinya bisa dua kali lipat. Ini merupakan tantangan khusus bagi penyuluh pertanian  tetapi jumlah Penyuluh juga kurang, hanya 20.000 pegawai negeri, THL 20.000, sedangkan kita butuhnya 70.000. Solusi yang ditempuh dengan melibatkan mahasiswa untuk pengawasan irigasi dan benih, pupuk serta pendampingan dari TNI, babinsa yang ada di desa-desa”ujar Mentan.

Terkait bantuan Alsintan,  Mentan menegaskan penggunaan alat mesin pertanian  tidak kalah pentingnya seperti irigasi, benih, pupuk, dan penyuluh. Sebab, alsintan inilah yang bisa mendorong produktivitas, sehingga kesejahteraan petani pun meningkat.  “Saat ini penggunaan alsintan di pertanian di Indonesia hanya 10 persen dari penggunaan alsintan di Thailand. Tidak adanya alsintan ini menyebabkan kita kehilangan potensi produksi 20 juta ton per tahun,  Atas dasar itu, Kementerian Pertanian akan mengalokasikan anggaran tambahan untuk memperbanyak alsintan” tegas Mentan

Mentan juga menuturkan dalam kurun waktu 10 tahun terjadi penurunan 500.000 rumah tangga tani per tahun. Dari 31 juta rumah tangga petani saat sekarangi tinggal 26 juta. Penyebabnya, penghasilan hanya Rp 200.000 per bulan per orang karena hanya mengelola lahan seluas 0,3 ha. “Ada dua cara untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga tani yaitu meningkatkan indeks pertanaman. Saat ini indeks pertanaman secara nasional di level 1,68. Kalau ingin mencapai swasembada maka indeks pertanaman setidaknya harus 3,3. Selanjutnya produktivitas pertanian harus ditingkatkan yaitu penggunaan benih unggul, serta penggunaan alsintan yang cukup hingga 60 ribu unit “ tutur Mentan.

Mentan menyebutkan memiliki program yang akan mengatasi masalah daging yaitu  Gertak birahi IB. Program tersebut merupakan  inseminasi buatan 2 juta ekor sapi. Dimana sapi yang menjadi induk harus melahirkan dua kali agar tingkat kematian hanya 10 persen. Ditargetkan satu juta ekor sapi per tahun agar mendapatkan 1,6 juta ekor sapi hingga tiga sampai empat tahun. “Hanya saja perlu diperhatikan tidak sembarang sapi betina yang di-inject karena kalau masih perawan tidak bisa, berisiko kematian bagi induknya,. Berdasar pengalaman, 40 persen sapi mati karena belum pernah melahirkan. Stok saat ini 8 juta. Kemudian indukkannya kami harap beli 30.000 ekor dan sapi bibit 1.200 ekor, Dengan begitu pemerintah menargetkan produksi padi 2015 mencapai 73 juta ton, meningkat dari 2014 yang mencapai 70 juta ton” ujar Mentan.

Mentan menambahkan untuk komoditi perkebunan, Kementan melakukan kegiatan peningkatan produksi gula juga akan mengurangi separuh impor dari total kebutuhan lima juta ton. Ada rintisan kebun tebu 6.700 ha (KBD-0), 5.300 pull tractor, serta 500 unit pompa air. Sedangkan kakao juga akan dianggarkan Rp1,2 triliun. Indonesia yang pernah berada di tingkat dua menurun menjadi tiga dalam memproduksi kakao. Di Batam impor kakao 400 kontainer per bulan, moga-moga ke depan bisa dikurangi dengan peningkatan produksi dan rehabilitasi tanaman kakao.