Menuju Swasembada

Pangan 2017

Kementerian Pertanian Republik Indonesia bertekad untuk mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumber daya lokal demi meningkatkan kemandirian pangan, ekspor dan kesejahteraan petani.

Kompas.com/Sigiranus Marutho Bere - Sales Supervisor PT Petrokimia Gresik wilayah NTT, Nurwahyudi (kanan) sedang menunjukan ribuan ton pupuk berbagai jenis di gudang milik perusahaan itu, di Kupang, Rabu (21/1/2015)
Kamis, 2 April 2015

Aman... Stok Pupuk Bersubsidi untuk Musim Tanam April!

JAKARTA, KOMPAS.com - Stok pupuk bersubsidi secara nasional dalam menghadapi musim tanam April tahun ini ini dipastikan aman. Berdasarkan data pelaksanaan yang telah dihimpun induk BUMN PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) dari lima produsen BUMN pupuk alokasi sudah mencukupi bahkan stok yang disiapakan melebihi ketentuan Peraturan Menteri Pertanian.

"Karena produsen telah mengalokasikan stok jauh dari permintaan yang diajukan dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) petani di daerah yang mencapai 13,18 juta ton," ujar Budi Asikin, Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), Budi Asikin, dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (2/4/2015). 

Sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 130 Tahun 2014 tertanggal 27 November 2014 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2015, total pupuk bersubsidi yang harus didistribusikan mencapai 9,55 juta ton. Pupuk bersubsidi tersebut terdiri dari urea (4,1 juta ton), NPK (2,55 juta ton), ZA (1,05 juta ton), organik (1,0 juta ton) dan SP-36 (850 ribu ton).

"Masih ada kelebihan yang disiapkan agar pasokan ke petani bisa tetap terjaga, Jadi tidak usah khawatir akan terjadi kelangkaan," lanjut Budi.

Budi menambahkan, sampai Maret 2015 sudah ada 31 gubernur dari 34 provinsi yang mengeluarkan peraturan alokasi pupuk bersubsidi. Dari 484 kabupaten, hanya 181 bupati yang sudah menerbitkan peraturan alokasi pupuk di wilayahnya.

Isu kelangkaan

Budi juga menjelaskan, mengenai isu kelangkaan pupuk yang sering diributkan akhir-akhir ini sebenarnya sudah berulang terjadi pada setiap musim tanam awal tahun. Menurut dia, persoalannya masih sama.

"Petani tidak bisa memperoleh pupuk ketika ingin menanam, padahal pupuknya sering kali ada di kios resmi, distributor, dan gudang-gudang produsen baik di lini III (kabupaten) sampai l (pabrik)," ujarnya.

Menurut dia, isu kelangkaan terjadi karena banyak faktor. Salah satu faktor yang selalu terjadi adalah peraturan gubernur dan bupati yang menjadi dasar alokasi dan penyaluran pupuk bersubsidi datang terlambat.

"Pupuknya ada, tapi kami sebagai produsen tidak berani mendistribusikan tanpa ada dasar hukum, peraturan gubernur dan bupati tersebut," kata Budi.

Dia mencontohkan seperti terjadi di Kabupaten Malang. Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sukobagyo mengatakan, alokasi pupuk bersubsidi di wilayahnya hanya sekitar 64,77 persen dari kebutuhan.

Pihaknya mengajukan kebutuhan pupuk bersubsidi sesuai RDKK sebesar 242.557 ton, untuk tanaman pangan, perkebunan dan peternakan rakyat, serta perikanan budidaya. Namun, kabupaten tersebut hanya mendapat alokasi pupuk sebanyak 157.102 ton.

"Ada kekurangan pupuk sebesar 85.455 ton," ujarnya.

Untuk Januari-Februari 2015 saja penyerapan pupuk bersubsidi di Kabupaten Malang telah mencapai 18,8 persen dari total alokasi setahun. Beruntung ada keluwesan peraturan pemerintah yang membolehkan untuk merelokasi jatah pupuk dari wilayah lain atau bulan lainnya. Dengan demikian, tutur Budi, produsen bisa menyalurkan pupuk meskipun jatah di suatu daerah sudah habis.

"Intinya sebagai produsen, kami baru akan menyalurkan pupuk bersubsidi bila ada perintah dari pemerintah baik di pusat maupun daerah," kata Budi.

Sementara itu, Manager Humas PT Petrokimia Gresik (Petrogres) anak perusahaan PIHC, Yusuf Wibisono, mengatakan salah satu upaya untuk menekan penyelewengan pupuk bersubsidi adalah mendaftarkan nama para pembeli. Adapun hal lain penyebab kelangkaan adalah pemakaian pupuk secara berlebihan. 

"Ini yang kerap mempercepat jatah alokasi suatu daerah habis," ujar Yusuf.

Dinas Pertanian dan Perkebunan di daerah maupun produsen merekomendasikan pemakaian pupuk dengan komposisi 5:3:2 yaitu 500 kilogram organik, 300 kilogram NPK, dan 200 kilogram urea untuk satu hektare sawah. Namun, sebagian besar petani masih menggunakan pupuk di atas rekomendasi tersebut.

Padahal di Desa Sukorejo, Kabupaten Malang, Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) setempat, Suwoto mengatakan dengan pemakaian pupuk 5:3:2 tersebut, para petani di desa itu bisa menghasilkan panen 7-9 ton per hektare. Jumlah tersebut diatas rata-rata produktivitas lahan padi nasional yang hanya 5,5 ton per hektare.

Di desa tersebut, ia mengaku para petani tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi, karena telah memiliki pula perencanaan tanam.

"Padi mulai menguning, kami langsung bermusyawarah membuat perencanaan tanam berikutnya, termasuk soal bibit apa yang dipakai, kebutuhan pupuk dan air," katanya.

Akibatnya desa tidak pernah mengalami kelangkaan pupuk karena sudah mampu merencanakan produksi dan kebutuhan dengan tepat. Intinya, lanjut Yusuf, pihaknya siap berproduksi dan mengutamakan pasokan pupuk untuk kebutuhan petani di dalam negeri. 

"Ini untuk untuk mendukung target pemerintah mencapai swasembada pangan," ujarnya.

Untuk itu, stok pupuk bersubsidi di gudang-gudang produsen dan distributor ditingkatkan, bahkan sampai untuk mengantisipasi kebutuhan sebulan ke depan. Selain itu, pihaknya juga telah mempersiapkan sejumlah investasi untuk menambah kapasitas produksi pupuk di anak perusahaannya antara lain, PT Pupuk Kalimantan Timur, Petrogres, PT Pupuk Sriwijaya (Pusri), dan PT Pupuk Kujang Cikampek.