Menuju Swasembada

Pangan 2017

Kementerian Pertanian Republik Indonesia bertekad untuk mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumber daya lokal demi meningkatkan kemandirian pangan, ekspor dan kesejahteraan petani.

KOMPAS.com (ARI WIDODO) - Petani di Desa Kalikondang , Kecamatan Demak Kota , terpaksa meotong tanaman padi yang puso untuk pakan ternak, Rabu (29/7/2015)
Jumat, 21 Agustus 2015

Hingga Tahun Ini Puso Akibat OPT Seluas 476 Hektar

JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Pertanian (Kementan) telah melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan menangani banjir serta kekeringan sampai pada Musim Hujan (MH) 2014/2015 Oktober hingga Maret dan Musim Kemarau (MK) 2015, yakni April hingga Juli. Upaya tersebut terus dilakukan guna menjaga produksi padi agar tetap aman dan petani tidak mengalami gagal panen atau merugi.

Berdasarkan laporan Kepala Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi seluruh Indonesia yang diterima Kementan menyebutkan, pada MH 2014/2015 luas areal padi yang mengalami puso karena serangan OPT, banjir dan kekeringan mencapai seluas 40.627 hektare (ha) atau 0,50 persen dari luas tanam 8.186.545 ha.

Adapun luas puso terbesar pada periode tersebut disebabkan karena banjir seluas 34.222 ha yang kondisi terparahnya terjadi di daerah Aceh, Jawa Timur, dan Banten. Kemudian, puso disebabkan karena kekeringan seluas 5.929 ha yang terjadi di daerah Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah.

"Selanjutnya puso karena OPT seluas 476 hektare atau sebesar 0,01 persen dari luas tanam 8.186.545 hektare yang kondisi terparahnya terjadi di  daerah Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara dan Banten dan pusonya terjadi di bulan Februari," jelas Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Dwi Iswari.

Sementara itu, pada MK 2015 (April-Juli) yakni luas lahan padi yang mengalami puso karena serangan OPT, banjir dan kekeringan seluas 19.724 ha atau 0,44 persen dari luas tanam 4.529.751 hektar.

Luas puso tertinggi karena kekeringan seluas 10.696 ha (0,24 persen dari 4.529.751 ha) terutama terjadi di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat yang puncaknya berlangsung pada Juni.

"Puso karena OPT seluas 5.320 hektare atau 0,12 persen dari luas tanam  4.529.751 hekrare puncaknya terjadi di bulan Juli dan kondisi terparahnya melanda daerah Sumatera Selatan, Jawa Timur dan Sulawesi Tenggara," ujar Dwi.

Dwi menambahkan, puso yang disebabkan karena banjir seluas 3.708 ha (0,08 persen dari luas tanam 4.529.751 ha terutama melanda daerah Sulawesi Selatan, Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan luas puso tertinggi terjadi pada Juni.

Pengandalian Hama Terpadu 

Untuk mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan tersebut, Dwi mengatakan upaya yang telah dilakukan Kementan adalah pengendalian OPT utama pada tanaman padi seluas 612.836 ha dan merealisasikan pelaksanaan penerapan Pengandalian Hama Terpadu (PHT) skala luas yang bersumber dari dana APBN dan APBN-P.

"Pengandalian Hama Terpadu (PHT) skala luas yang bersumber dari dana APBN untuk tanaman padi sebanyak 82 unit (2.050 ha) mencapai 57,75 persen dari rencana 142 unit (3.550 ha), jagung sebanyak 6 unit (90 ha) mencapai 66,67 persen dari rencana 9 unit (135 ha), kedelai sebanyak 7 unit (70 ha) mencapai 63,64 persen dari rencana 11 unit (110 ha).

Dwi menambahkan, Kementan juga telah melakukan realisasi pelaksanaan penerapan PHT skala luas yang bersumber dari dana APBN-P. Penerapan PHT itu dilakukan untuk tanaman padi sebanyak 63 unit (1.575 ha) mencapai 19,38 persen dari rencana 325 unit (8.125 ha), jagung sebanyak 2 unit (30 ha) mencapai 15,38 persen dari rencana 13 unit (195 ha) dan kedelai belum ada realisasi dari rencana 5 unit (50 ha).

"Upaya lainnya adalah meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait serta melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin terhadap perkembangan luas serangan OPT, banjir dan kekeringan. Penyerahan Cadangan Benih Nasional (CBN) pun akan terus dilakukan Kementan," tutur Dwi.