Jumat, 3 Mei 2024
ADVERTORIAL

Merencanakan Pengembangan Lapangan Migas

Selasa, 22 September 2015 | 09:24 WIB
-

Rangkaian kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) diawali dengan kegiatan eksplorasi yang penuh ketidakpastian dan membutuhkan biaya besar. Setelah pengeboran sumur eksplorasi berhasil menemukan cadangan migas yang ekonomis untuk dikomersialkan, kontraktor kontrak kerja sama (kontraktor KKS) memasuki masa pengembangan lapangan.

Pada masa pengembangan lapangan, jenis hingga volume cadangan migas yang masih berada di dalam perut bumi sudah bisa didefinisikan. Dalam tahapan ini, kontraktor KKS mulai merencanakan proses pengurasan cadangan migas ke permukaan bumi dengan mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis. Perencanaan yang matang dan benar diperlukan agar pengurasan cadangan migas bisa dilakukan secara optimal dengan tetap mengutamakan faktor kesehatan dan keselamatan kerja serta lindungan lingkungan (health, safety and environment/HSE).

Pasca penemuan cadangan migas yang cukup komersial untuk diproduksikan, alur kerja kontraktor KKS berlanjut pada penyusunan rencana pengembangan (plan of development/POD). POD merupakan rencana pengembangan satu atau lebih dari satu lapangan migas secara terpadu dalam suatu wilayah kerja (WK) untuk memproduksikan cadangan migas. POD pertama yang diajukan kontraktor KKS atau POD I merupakan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali dalam suatu WK.

POD I diajukan kontraktor KKS ke Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk dievaluasi. Dari hasil evaluasi terhadap POD I, SKK Migas memberikan rekomendasi ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sesuai UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, keputusan apakah POD I disetujui atau tidak berada di tangan Menteri ESDM. Peran SKK Migas dalam persetujuan POD I hanya sebatas memberikan rekomendasi. Dalam memberikan persetujuan, Menteri ESDM juga harus berkonsultasi dengan pemerintah daerah tempat suatu WK berada.

Persetujuan yang dikeluarkan Menteri ESDM terhadap POD I menandai perubahan status suatu wilayah kerja (WK) dari WK eksplorasi menjadi WK produksi. Persetujuan tersebut juga menjadi lampu hijau bagi kontraktor KKS untuk mulai memproduksikan cadangan migas yang telah ditemukan. Mengacu pada UU Nomor 22 Tahun 2001, kontraktor KKS wajib mengembalikan seluruh WK ke Menteri ESDM setelah mendapatkan persetujuan POD I apabila kontraktor KKS tidak melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan dalam jangka waktu paling lama 5 tahun sejak berakhirnya masa eksplorasi.

Setelah mendapatkan persetujuan POD I pada suatu WK, kontraktor KKS bisa mengajukan POD kedua dan seterusnya untuk rencana pengembangan lapangan berikutnya. Rencana tersebut meliputi lapangan yang sudah masuk dalam periode pengembangan. Berbeda dari POD I, POD II dan seterusnya tidak memerlukan persetujuan dari Menteri ESDM. Persetujuan POD II dan seterusnya cukup diberikan oleh Kepala SKK Migas.

Selain POD, kontraktor KKS mengajukan rencana pengembangan lanjutan (plan of further development/POFD) dan put on production (POP) selama mengelola WK produksi. POFD merupakan rencana pengembangan lanjutan suatu lapangan yang sudah pernah berproduksi pada reservoir yang sama. Di lapangan tersebut, semua kegiatan pembangunan fasilitas produksi dan pengeboran yang tertuang dalam POD yang sudah disetujui sebelumnya telah dilaksanakan. Rencana pengembangan yang diusulkan dalam POFD tidak berbeda dari POD sebelumnya. Kontraktor KKS hanya menambahkan kegiatan yang tidak tercakup dalam POD sebelumnya.

Sementara POP merupakan rencana atau usaha untuk memproduksikan minyak dan/atau gas dari sumur eksplorasi pada WK produksi dengan menyambungkan rangkaian pipa ke fasilitas produksi yang sudah ada di sekitarnya. Apabila dalam perkembangannya kegiatan POP mengalami peningkatan sehingga membutuhkan tambahan sumur, pembangunan fasilitas produksi, dan lain-lain, POP semula dapat diusulkan menjadi POD. POP yang telah mendapatkan persetujuan dapat direvisi dengan pertimbangan adanya perubahan rencana pengembangan dan adanya perubahan jumlah cadangan migas yang signifikan dibanding usulan awal.

Selama masa produksi, SKK Migas tetap menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian terhadap kinerja kontraktor KKS dalam mengelola WK produksi. Pengawasan dan pengendalian terhadap kinerja kontraktor KKS tidak hanya dilakukan pada penyusunan POD, POFD maupun POP, namun juga dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran (work program and budget/WP&B) tahunan serta otorisasi pengeluaran (authorization for expenditure/AFE). (Adv)