Petani, Kunci Ketahanan Pangan Nasional

Kompas.com - 05/10/2015, 14:21 WIB


Berbagai media memberitakan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memperkirakan bahwa populasi dunia akan mencapai angka 8,5 miliar pada 2030 dan 9,7 miliar pada 2050. Perkiraan populasi tersebut bukan hanya sekadar analisa belaka, melainkan salah satu langkah awal untuk mencapai berbagai tujuan besar, di antaranya adalah mengatasi kelaparan dan menjaga kesejahteraan seluruh penghuni bumi, termasuk masyarakat Indonesia. Dengan adanya perkiraan tersebut, PBB berharap pemerintah dari setiap negara bisa mengambil langkah-langkah pengamanan untuk menjamin ketahanan pangan nasional.

Ya, pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan tersebut begitu mendasar, sehingga mustahil bila seseorang mampu bertahan hidup selama 8 minggu tanpa asupan makan. Oleh karena itu, kita tak bisa mengingkari fakta bahwa ketahanan pangan bergantung pada pertanian yang berkelanjutan. Sementara itu, pertanian yang berkelanjutan bergantung pada para petani dari segi produksi. Perlu diakui bahwa sebagian besar produk pangan primer dihasilkan oleh para petani kecil yang hingga saat ini kerap dipandang sebelah mata oleh sebagian kalangan. Salah satu sosok yang menyayangkan hal tersebut adalah Direktur Eksekutif Indonesia Business Council for Sustainable Develompent (IBCSD) Tiur Rumondang yang juga duduk sebagai anggota komisi tetap bidang lingkungan di Kamar Dagang dan Industri (Kadin).

“Selama ini, banyak perusahaan yang berpikir bahwa yang namanya agrikulturberkelanjutan itu selama kita masih bisa menghasilkan panen, tapi perusahaan-perusahaan itu tidak memikirkan apa yang harus dilakukan untuk menciptakanagrikultur yang berkelanjutan. Kebanyak perusahaan lokal itu masih belum memahami bahwa roda produksi pangan Indonesia itu adalah petani,” ujar Tiur saat ditemui di sela-sela kesibukannya

Untuk mencapai ketahanan pangan nasional, tak ada cara terbaik selain meningkatkan produksi pertanian. Namun, para petani tak akan mampu meningkatkan produktivitas tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, mulai dari Pemerintah Indonesia, perusahaan milik negara dan swasta, hingga lembaga terkait. Bagaimanapun juga, Indonesia tak bisa terus-menerus mengandalkan produk-produk impor. Bila dibiarkan, rakyat Indonesia akan terjerumus dalam kondisi gizi buruk.

Seperti yang diucapkan langsung oleh Tiur, “Sebetulnya, Indonesia adalah pasar yang sangat besar untuk para petani. Secara domestik saja banyak hal yang seharusnya dapat dipenuhi. Tapi, entah kenapa sampai saat ini masih banyak impor dari luar negeri. Sehingga, sustainable agriculture ini adalah sebuah komponen yang harus dikawal terus dalam berbagai aspek. Intinya, kita semua harus menjadi bagian dari misi penting ini.”

Dalam beberapa hal, sejumlah pihak telah memfokuskan kinerjanya menuju ketahanan pangan dengan berbagai inovasi, baik itu dalam wujud teknologi maupun teknik.Salah satu inovasi dalam teknologi pertanian adalah bioteknologi yang merupakan pemanfaatan sumber daya hayati melalui proses rekayasa genetika. Teknologi pertanian yang satu ini mampu menghasilkan sejumlah benih tanaman yang tak hanya tahan hama dan kekeringan, tetapi juga memiliki kemampuan hidup di lahan ekstrem.

Meskipun belum mendapat dukungan penuh serta izin resmi dari pemerintah, bioteknologi sendiri telah memberikan hasil yang nyata dalam sektor pertanian, yaitu mampu mengurangi resiko kegagalan panen, sehingga jumlah hasil panen pun meningkat beberapa kali lipat. Buktinya,pada periode 1996 – 2013, pendapatan para petani global yang berasal dari 18 negara mengalami peningkatan secara signifikan, tepatnya senilai Rp 1,895 triliun.

“GMO atau genetically modified organism itu masih menjadi perdebatan, dan itu adalah hak semua orang, baik itu pemerintah maupun masyarakat. Tapi, secara jangka panjang, dimana bumi membutuhkan stok pangan yang lebih sehat dengan penggunaan lahan yang lebih sedikit, bioteknologi bisa menyediakan kebutuhan tersebut. Produktivitas para petani yang dibutuhkan untuk mencapai ketahanan pangan pun bisa didapatkan dengan menerapkan bioteknologi di industri pertanian,” tegas Tiur. (adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com