Advertorial

Budidaya Pitaya, Si Buah Dewa Kaya Serat

Kompas.com - 28/10/2015, 10:57 WIB

Pitaya adalah nama lain dari buah naga yang berasal dari tanaman jenis kaktus. Buah yang dapat menurunkan kolesterol jahat karena memiliki asam oleat ini, pertama kali dibawa oleh orang Perancis dari Guyana ke Vietnam sebagai tanaman hias.

Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan adalah tempat buah naga berasal. Namun, saat ini buah naga banyak dibudidayakan di negara-negara Asia. Di Indonesia tanaman kaya akan serat ini banyak ditemui di Jawa Tengah, tepatnya di Desa Wonokerto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang. Setidaknya ada 6 hektare lahan, yang ditanami sekitar 12.000 pohon buah naga milik 108 kepala keluarga di desa tersebut.

Musim panen buah naga berlangsung selama 6 bulan terus menerus dari November sampai April. Luas lahan 6 hektare yang dimiliki para petani mampu menghasilkan buah naga rata-rata 2 ton per bulan. Bibit buah naga yang ditanam di Wonokerto adalah jenis unggul red dragon yang berwarna merah di bagian daging buahnya.

Buah Naga Wonokerto dikelompokkan dalam beberapa grade (kelas) menurut ukuran dan kualitasnya. Buah berukuran besar yang berbobot 0,5 kg sampai 1 kg dihargai Rp 20.000 sampai Rp 25.000 per kg. Buah berbobot 0,3 kg sampai 0,45 kg dijual seharga Rp 13.000 hingga Rp 15.000 per kg. Buah berukuran 0,1 kg sampai 0,25 kg dihargai Rp 10.000 per kg.

Keberhasilan budidaya lewat CSR

Salah seorang warga yaitu Arifin mengakui jika saat ini dirinya mendapatkan penghasilan tambahan dari budidaya buah naga selain padi. Arifin sendiri bergabung dan menjabat sebagai Ketua Bidang Perawatan Tanaman di Kelompok Tani Ngudi Raharjo yang saat ini sudah memiliki 107 anggota. Kelompok tani tersebut merupakan binaan Sentra Pemberdayaan Tani (SPT) Buah Naga, yang dikembangkan Pertamina bekerjasama dengan Yayasan Obor Tani. 

"Saya baru menghasilkan sekitar 75 kg sekali panen, nilainya sekitar Rp 1,4 juta sebulan," tutur Arifin.

Jumlah pendapatan hasil panen sudah hampir bersih karena modal pemeliharaan kebun nyaris tidak ada. Arifin hanya perlu mengeluarkan biaya pemeliharaan sebesar Rp 200.000 per tahun untuk pupuk. Arifin sendiri mengaku hanya punya 1000an meter lahan yang ditanami 37 pohon buah naga. 

-
Buah naga di Desa Wonokerto mulai dikembangkan Pertamina pada tahun 2010 lalu, melalui program SPT Buah Naga, yang merupakan program Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina. Awalnya hanya ada 10 kepala keluarga yang bersedia menyerahkan lahannya untuk ditanami buah naga, termasuk Arifin. Total luas lahan pertama itu hanya sekitar 1 hektare, setelah enam bulan berselang warga desa lainnya mulai tertarik ikut menanam buah naga setelah melihat tanaman tetangganya tumbuh subur, meski belum berbuah.

"Setelah melihat buahnya ranum, makin banyak warga yang ikut menanam buah naga," ujar Arifin. Akhirnya, sebanyak 108 kepala keluarga ikut bergabung dalam Kelompok Tani Ngudi Raharjo, untuk menanam buah naga. Pekarangan rumah, halaman belakang, halaman depan, dan lahan darat lainnya dimanfaatkan warga untuk menanam buah yang bibitnya berupa stek sepanjang 30-40 cm ditanam sedalam 10 cm ke dalam tanah tersebut.

Pada Maret 2013, tiga tahun setelah penanaman buah naga, di SPT Buah Naga Wonokerto dilakukan panen raya. Hasilnya ternyata melampaui target, hasil panen yang diperkirakan hanya sekitar 5 kuintal ternyata mencapai 3,5 ton. Selain dijual berdasarkan ukuran, buah naga yang tidak masuk dalam seleksi akhirnya dimanfaatkan oleh kelompok ibu-ibu untuk dijadikan makanan olahan seperti selai, sirup, dan pastel.  

Program CSR yang dilakukan oleh Pertamina bekerjasama dengan Yayasan Obor Tani telah mendampingi petani menanam serta memelihara pohon buah naga selama 3,5 tahun. Setelah melewati masa pendampingan dan bimbingan itu, mereka diharapkan mampu  mandiri dalam mengelola kebun buah naganya. SPT Buah Naga di Desa Wonokerto telah mendapat pengakuan berbagai pihak sebagai  program pengentasan kemiskinan yang cukup berhasil. Arifin berharap SPT Buah Naga Wonokerto akan terus berkembang dan kelompok taninya menghimpun lebih banyak lagi anggota. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com