Memahami Cost Recovery

Kompas.com - 18/11/2015, 10:18 WIB


Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mempunyai kewajiban untuk melaksanakan bisnis Pemerintah pada sektor hulu minyak dan gas bumi. Dalam upaya mengoptimalkan bisnis migas, SKK Migas bekerja sama dengan perusahaan migas yang disebut sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS). Perusahaan minyak yang sudah menjadi Kontraktor KKS akan bekerja sesuai dasar kontrak. 

Namun, ada suatu hal yang unik dalam kontrak kerja sama yang ditandatangani Pemerintah dengan perusahaan migas yang menjadi kontraktor KKS. Berdasarkan kontrak tersebut, kontraktor harus menyediakan seluruh modal awal yang dibutuhkan untuk membiayai kegiatan eksplorasi hingga dilakukan pengembangan lapangan. Seluruh modal awal yang telah dikeluarkan oleh kontraktor akan dikembalikan apabila cadangan migas ditemukan dan memiliki nilai keekonomian untuk dikomersialkan. Pengembalian modal awal yang digunakan sebagai biaya operasi sering disebut dengan istilah cost recovery

Sebenarnya, istilah cost recovery tidak tertulis secara tegas di dalam kontrak kerja sama. Klausul dalam kontrak kerja sama hanya menyebutkan, kontraktor akan memperoleh kembali penggantian atas biaya operasi yang diambilkan dari hasil penjualan atau penyerahan lainnya dari jumlah minyak dan gas bumi senilai dengan biaya operasi yang sudah dikeluarkan. Frasa yang menyatakan bahwa “memperoleh kembali penggantian biaya operasi” inilah yang didefinisikan sebagai cost recovery

Berdasarkan konsep bagi produksi, pengembalian dana kepada kontraktor bukan merupakan keuntungan bagi kontraktor. Dana yang dikembalikan ke kontraktor sama besarnya dengan jumlah dana yang telah dikeluarkan atau dibelanjakan. Pemerintah tidak mengembalikan biaya operasi dalam bentuk dana atau uang, melainkan melalui produksi migas. Artinya, Pemerintah dan SKK Migas tidak mengeluarkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk keperluan cost recovery

Dalam pengajuan cost recovery, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi kontraktor KKS. Pertama, lapangan migas yang dikelola oleh kontraktor KKS sudah berproduksi. Kedua, sudah ada pembeli yang siap menerima alokasi minyak maupun gas bumi yang diproduksikan dari lapangan tersebut. Apabila lapangan yang dikelola sudah memproduksikan migas dan hasilnya telah terjual, kontraktor KKS berhak mengajukan cost recovery. Apabila eksplorasi tidak berhasil menemukan cadangan migas yang komersial, maka biaya yang sudah dikeluarkan menjadi tanggungan kontraktor sepenunya. 

Hal yang sering menjadi pertanyaan adalah mengapa cost recovery meningkat sementara produksi migas turun? Pada bisnis hulu migas, pengembalian biaya tidak akan diikuti kenaikan produksi di tahun yang sama karena biaya yang digantikan termasuk biaya produksi dan penjualan migas, bahkan biaya eksplorasi di tahun-tahun sebelumnya. Pengeluaran investasi untuk meningkatkan produksi juga tidak otomatis meningkatkan produksi karena butuh waktu untuk melakukan pengeboran, membangun fasilitas, dan perawatan fasilitas produksi yang sudah ada. Intinya, ada perbedaan waktu ketika dana dikeluarkan untuk membiayai kegiatan operasional dengan saat terjadinya produksi migas. 

Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas dilakukan Pemerintah agar dapat memberikan manfaat yang optimal bagi bangsa Indonesia. Proses yang ditempuh dalam pemanfaatan sumber daya alam tersebut sebisa mungkin tidak memberikan kerugian bagi negara, maupun membebani keuangan negara. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com