Advertorial

Ini Strategi Menteri Desa Percepat Membangun Perbatasan

Kompas.com - 19/11/2015, 10:07 WIB

Membangun dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan Indonesia, harus dipahami dalam perspektif yang utuh, yakni sebagai afirmasi untuk mendorong kegiatan ekonomi yang selama ini kurang diprioritaskan pemerintah.

Agar cita-cita membangun desa pinggiran itu terwujud, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mengambil langkah kebijakan strategis. Seperti meningkatkan aksesibilitas yang menghubungkan daerah pulau kecil dan terluar dengan pusat pertumbuhan melalui pembangunan sarana dan prasarana transportasi.

“Kita akan mempercepat pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pelayanan dasar publik, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, air bersih, energi/listrik, telekomunikasi, perumahan dan pemukiman,” ujar Menteri Desa, Marwan Jafar dalam Seminar Nasional Dari Desa Membangun Indonesia, di Kabupaten Malinau,  Kalimantan Utara, Senin (16/11).

Marwan pun menambahkan,  akan melakukan penguatan regulasi terhadap daerah tertentu dan pemberian insentif kepada pihak swasta dalam pengembangan iklim usaha di daerah tertinggal. “Salah satunya melalui harmonisasi peraturan perizinan antara pemerintah dan pemerintah daerah,” ujarnya.

Membangun dari pinggiran merupakan upaya strategis untuk mengatasi masalah kesejangan antar wilayah, yang merupakan fenomena sekaligus masalah pembangunan yang hingga kini belum terselesaikan.

Dalam seminar itu, Menteri asal Pati, Jawa Tengah ini memaparkan, Kawasan Barat Indonesia (KBI) mengalami akselerasi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi secara terus menerus. Sebaliknya justru terjadi pada daerah-daerah di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

“Selama 30 tahun(1983-2013), kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) KBI sangat dominan dan tidak pernah berkurang dari 80 persen terhadap PDB. Sedangkan kontribusi PDRB KTI masih sangat rendah dan hingga kurun waktu 30 tahun masih berada di angka 13 persen,” ujar Marwan Jafar.

Data ini menunjukkan adanya kesenjangan yang sangat tinggi dalam kontribusi PDRB KBI dan KTI terhadap pertumbuhan nasional. Jika di Kawasan Barat Indonesia (KBI) seperti Jawa, ketersediaan infrastruktur ekonomi, energi dan Teknologi Informasi serta Komunikasi sudah mencapai 51,45 persen.

Namun berbeda dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI) seperti Papua hanya 19,22 persen dan Maluku 29,88 persen. “Data ini menegaskan adanya kesenjangan ketersediaan infrastruktur ekonomi, energi dan Teknologi Informasi dan Komunikasi antar pulau di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI),” ujar Menteri Marwan.

Menteri Marwan dapat Gelar Kehormatan ‘Ngang’.

Selain seminar, Marwan Jafar juga mengunjungi Desa Setulang, Kecamatan Malinau Selatan. Di situ beliau mendapatkan gelar kehormatan adat dengan sapaan nama kehormatan 'Ngang' yang berarti Burung Terbang. Karena, dianggap memiliki kekuatan menjelajahi pelosok perbatasan dan peduli terhadap masyarakat desa

"Saya mengucapkan banyak terima kasih, karena hari ini saya sudah menjadi bagian dari desa setempat. Saya berterima kasih telah diberikan panggilan adat yang artinya burung terbang, semoga saya bisa terbang ke perbatasan Kalimanta Utara," ujar Marwan usai menerima penghargaan adat di rumah adat Desa Setulang, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.

Dalam sambutannya, Marwan berjanji akan terus konsisten membangun Indonesia dari pinggiran. "Kita mulai bangun Indonesia dari pinggiran, pinggiran kita akan mulai Malinau. Insya Allah ke depan perbatasan-perbatasan akan mengalami perkembangan yang luar biasa," ujar Marwan yang disambut oleh ratusan masyarakat Desa Setulang.

Menurut Marwan, Desa Setulang sebagai desa wisata sudah layak dipromosikan untuk menunjang pariwisata kita secara nasional. Marwan juga meminta kepada Bupati untuk lebih menggiatkan promosi pariwisata yang ada di Malinau. "Tolong pak bupati, desa wisata ini dipromosikan dikenalkan melalui Youtube agar dikenal dunia," paparnya.

-

Dalam kesempatan tersebut, Marwan juga memuji konsep Bupati Malinau yang mampu memberdayakan desa-desa dengan Gerakan Desa Membangun (Gerdema). "Walaupun saya baru pertama kali kesini, kondisi desa di Malinau sudah baik, apalagi bupatinya juga punya konsep yang baik. Berharap kedepan, bisa lebih lagi," imbuhnya.

Marwan juga menjelaskan program khusus pemerintah mengenai daerah-daerah yang ada di perbatasan. "Salah satunya nanti akan kita gunakan transmigrasi lokal, dan kita berdayakan desa-desa yang berada di perbatasan," tutupnya.

Pentingnya Membangun Perbatasan

Kawasan perbatasan membutuhkan kebijakan khusus dan mengandung keberpihakan (Affirmative Policy) dengan menggunakan pendekatan kombinasi antara pendekatan keamanan (Security Approach) dan pendekatan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Prosperity Approach).

Pendekatan keamanan dilakukan dalam rangka menjaga dan menjamin keamanan masyarakat perbatasan serta berdaulatnya negara kita tercinta, mengingat  banyaknya aktivitas-aktivitas ilegal yang terjadi di kawasan perbatasan.

“Sedangkan pendekatan peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan merupakan upaya menjamin kesejahteraan masyarakat yang merupakan hak bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk mendapatkan kelayakan hidup dan merupakan wujud pemerataan pembangunan,” ujar Marwan Jafar.

Makanya, untuk pembangunan kawasan perbatasan harus fokus pada isu pengurangan kemiskinan dan ketimpangan. “Tidak hanya dalam lingkup nasional, tetapi juga antar negara tetangga yang berbatasan langsung dengan wilayah atau desa perbatasan,” ujar Menteri Desa, Marwan Jafar.

Secara lebih detail, kondisi secara umum pembangunan di kawasan perbatasan adalah sebagai berikut:

  1. Permukaan jalan desa di kawasan perbatasan sebagian besar masih belum beraspal. Persentase jalan desa dengan jenis permukaan jalan yang terluas yang belum beraspal (56,71 %) dan sebagian besar permukaan jalan masih diperkeras dan tanah. Dan terdapat 38 Kecamatan Lokasi Prioritas di Kawasan Perbatasan yang seluruh permukaan jalan desanya belum diaspal.
  2. Rasio elektrifikasi desa-desa di kawasan perbatasan (86,37%) jauh lebih rendah daripada persentase elektrifikasi nasional (96,08%). Dari 817.806 Kepala Keluarga (KK) masih terdapat 111.490 KK di wilayah perbatasan yang belum bisa menikmati  listrik.
  3. Dari 1730 Desa di wilayah perbatasan, 26% Desa masih belum terjangkau sinyal telepon dan 33% masih memiliki kondisi sinyal yang lemah. Dan terdapat 18 Kecamatan Lokpri Perbatasan yang seluruh desanya belum terjangkau sinyal telepon.
  4. Sebanyak 56% Desa di kawasan perbatasan masih belum memiliki fasilitas yang memadai untuk  mendapatkan  air bersih. Dan terdapat 48 Kec. Lokpri perbatasan yang seluruh desanya tidak memiliki fasilitas air bersih.

Berdasarkan data tersebut Menteri Marwan mengatakan, adanya upaya dan strategi yang visioner dan tepatdalam percepatan pembangunan daerah-daerah pinggiran, salah satunya di kawasan perbatasan. “Pembangunan perlu dimulai dengan meletakan dasar-dasar kebijakan desentralisasi asimetris dengan menjalankan kebijakan yang berpihak (Affirmative Policy) kepada daerah-daerah yang saat ini masih tertinggal,” ujarnya.

Dana desa merupakan salah satu solusi dalam melakukan percepatan pembangunan desa. Upaya lain yang telah dilakukan adalah melalui penyelenggaraan Border Investment Summit. Diharapkan dapat meningkatkan investasi daerah atau desa di kawasan perbatasan.

“Hal ini merupakan upaya strategis untuk mengembangkan perekonomian dengan langkah yang terintegrasi dan sinergis. Pembangunan perbatasan tidak hanya dari aspek keamanaan, tetapi harus juga dengan pendekatan kesejahteraan, pendekatan ekonomi yang positif dan produktif,” ujar Marwan Jafar. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com