Advertorial

Begini Hasil Diskusi Dua Hari Pertamina Energy Forum 2015

Kompas.com - 26/11/2015, 13:33 WIB

Perkembangan aktivitas ekonomi memerlukan dukungan penyediaan energi. Demi mendukung ketahanan energi maka terdapat 4 hal yang harus diperhatikan, yakni ketersediaan energi, kemampuan mengakses energi, kemampuan membeli energi serta kelestarian lingkungan. Kebutuhan energi memang terus meningkat dari tahun ke tahun dan sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Sehingga perlu diterapkan prinsip penyediaan energi yang berkelanjutan, agar anak cucu kita di masa depan dapat ikut menikmati energi.

Penyediaan energi juga harus diakselerasi dengan memperhatikan kebutuhan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan energi yang berkelanjutan tersebut, BUMN seperti Pertamina memiliki peran penting sebagai perusahaan penyedia energi dan pilar pendukung perekonomian nasional. BUMN energi harus bertransformasi secara cepat untuk dapat menjalankan perannya dengan lebih baik. Pertamina sebagai BUMN sektor energi harus berupaya optimal untuk menjadi penggerak utama energi berkesinambungan.

Peningkatan ketahanan energi nasional harus didukung oleh perubahan regulasi. Revisi UU harus dilakukan secara hati-hati karena akan mempengaruhi investasi migas di Indonesia.Dalam merevisi UU Migas, yang tidak boleh ditawar-tawar adalah konsistensi dari regulasi. Karena energi terkait dengan investasi dengan modal yang sangat besar. Kalau regulasi tidak konsisten, maka akan membingungkan investor.

BUMN migas harus benar-benar mendukung upaya-upaya pemerintah dalam ketahanan energi. Untuk itu, menurut UUD 1945 seharusnya BUMN diberi berbagai hak istimewa, memegang hak monopoli alamiah, menguasai cadangan terbukti migas nasional, mendapat dukungan modal dari APBN dan dikelola sesuai prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Karena itu dalam konteks pembahasan RUU Migas belakangan ini maka Pemerintah dan DPR harus menjamin bahwa hak pengelolaan migas nasional harus berada di tangan BUMN tunggal, yakni Pertamina, tanpa adanya BUMN lain.

Bagi bangsa Indonesia sesuai amanah UUD 1945 Pasal 33 ayat 2 dan 3, maka konsep pengelolaan migas haruslah memberikan kuasa pertambangan kepada pemerintah dan memberikan kuasa pengusahaan kepada BUMN yang diposisikan sebagai BUKM yang merepresentasikan negara dalam berkontrak dan mengelola migas, yaitu Pertamina.Karena itu, RUU Migas baru harus merupakan penyempurnaan dari UU Migas No.8/1971.

Kita perlu mencamkan bahwa paradigma energi minyak dan gas bumi sudah dan harus berubah, yaitu migas yang semula dianggap sebagai komoditas berubah menjadi modal pembangunan. Kita harus mengembangkan energi yang bersih dengan mengganti BBM dengan BBG dan EBT. Selain itu harus ada sinergi dalam pengelolaan migas, baik sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, sinergi antara kementerian seperti kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Kehutanan, dll.

Beberapa kebijakan yang telah diambil pemerintah belakangan ini adalah terkait migas berupa penerbitan sejumlah Permen ESDM, penyerahan pengelolaan sejumlah blok migas yang kontraknya telah berakhir, penyederhanaan perijinan , dan perbaikan kebijakan terkait pajak sepert untuk kegiatan eksplorasi tidak wajib lagi membayar pajak.

-
Guna menjamin tercapainya ketahanan energi, pemerintah perlu mendukung penguatan infrastruktur energi dan mengembangkan EBT. Pemerintah harus memiliki road map dan blue print pengembangan energi berkelanjutan. Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) harus segera diterbitkan, mencapai target yang diharapkan.

Dalam hal infrastruktu Pertamina telah mengembangkan pembangunan kilang sesuai Refinery Development Master Plant (RDMP), yakni membangun tiga kilang baru berupa New Grass Roots Refinery (NGRR) serta merevitalisasi kilang eksisting (existing refinery upgrades).Untuk memperbesar ketahanan stok operasional perlu ada penambahan storage dan pipa penyalur BBM.

Sejalan dengan perbaikan regulasi, telah terjadi pula perbaikan oleh korporasi Pertamina yang meliputi ekspansi kegiatan upstream berupa mengelola Blok Cepu, ONWJ, dan berikutnya Blok Mahakam. Pertamina juga telah meningkatkan efisiensi berupa reformasi procurement crude oil dan BBM, menekan losses di semua lini operasi dan procurement dan marketing yang tersentralisasi, serta meningkatkan kapasitas kilang dan petrokimia berupa Upgrade kilang dll. Pertamina pun telah berhasil meningkatkan produksi migas sekitar 11,3% dari 525 MBOEPD menjadin 584,32 MBOEPD dalam setahun terakhir.

Pertamina pun perlu menyiapkan sarana penyimpanan. Faktor-faktor penting yang harus diperhtikan untuk penyimpanan cadangan strategis di Indonesia, yakni (1) sarana timbun logistik harus berada di lokasi yang tepat, dekat dengan fasiiias kilang atau pun tempat penyimpanan; (2) sarana timbun dibangun di lokasi yang menguntungkan dari sisi kelautan, dekat dengan pelabuhan perairan serta dengan dukungan-dukungan fasilitas kelautan; (3) perlu melibatkan peran operator-operator independen untuk mengurangi potensi konflik kepentingan, agar fasilitas penyimpanan dapat berfungsi optimal.

Ke depan, dalam rangka keberlanjutan penyediaan energi pemerintah harus menerapkan skema petroleum fund guna meningkatkan cadangan terbukti migas dan serius mengembangkan EBT. Untuk EBT pemerintah perlu melakukan penetapan harga jual listrik (feed in tarif) sesuai tingkat keekonomian, pemberian subsidi, pemberian insentif, kemudahan perizinan, penataan lahan untuk kepentingan energi, tata kelola pemerintahan yang terjaga dan clean, dan penegakan hukum yang adil.

Lanskap energi di Indonesia mengacu pada target bauran energi pemerintah mulai mengurangi pemanfaatan minyak bumi, dan terus bergeser menuju pemanfaatan energi baru terbarukan, tetapi energi fosil batu bara diperkirakan hingga tahun 2040 meningkat dua kali lipat dan mencapai sepertiga dari energy mix.

Dari sesi terakhir hari ini dicatat bahwa shale gas adalah gas alam yang diproduksi dari lapisan shale. Indonesia diharapkan memperdetil dimana TOC Zone sebagaimana di Amerika yang telah mereka lakukan sehingga Indonesia dapat memanfaatkan shale gas ini sebesar-besamya. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan shale gas berada di lapisan shale yang lebih muda dibandingkan di Amerika dan dilokasi lain, potensi shale gas belum terbukti dapat diproduksikan secara komersial, tumpang tindih lahan, infrastruktur belum memadai, sistem fiskal yang belum membuat investor berminat. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com