ASEAN, Pasar E-Commerce yang Belum Tergarap

Kompas.com - 22/12/2015, 10:37 WIB


Dibandingkan Tiongkok dan Amerika Serikat (AS), pasar e-commerce di Asia Tenggara masih kecil. Berdasarkan riset Euromonitor, perdagangan retail online di enam negara Asia Tenggara – Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, dan Vietnam – masih kurang dari 1 persen.  Padahal di Tiongkok dan Amerika perdagangan online telah mencapai 10,6 persen dan 8,3 persen dari total penjualan retailnya.

Dari enam negara Asia Tenggara itu, Indonesia sejak 2014 berada di peringkat pertama sebagai negara dengan pasar e-commerce terbesar di ASEAN. Tahun lalu, penjualan online di Indonesia mencapai US$ 1,1 miliar. Euromonitor memperkirakan tingkat Pertumbuhan Rata-rata Tahunan (CAGR) penjualan online di Indonesia antara 2014 sampai 2017 ada di angka 38 persen.

Thailand di peringkat kedua dengan penjualan online yang juga ada di kisaran US$ 1,1 miliar, dengan perkiraan pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 19 persen. Sedangkan Singapura di peringkat ketiga dengan total penjualan US$ 860 juta, CAGR sebesar 13 persen.  

Dok. KATADATA

DBS Group Research dalam laporannya E-Commerce  In  Asia  Bracing  for Digital  Disruption, menyebutkan ada tiga hal yang menyebabkan belanja online di Asia Tenggara masih rendah dibandingkan dengan Tiongkok dan AS.

Pertama, karena konsumen kurang percaya terhadap mekanisme pembayaran. Di Asia Tenggara, hanya 10 persen dari populasinya memiliki kartu kredit. Dari jumlah itu, hanya sedikit yang menggunakannya untuk belanja online. Mereka khawatir ditipu ketika melakukan transaksi melalui kartu kredit. Sebagian konsumen lebih memilih cash–on­-delivery, namun mekanisme ini memunculkan kerumitan dalam proses pengiriman.

Masalah kedua adalah pengiriman. Selain Singapura, jaringan pengiriman barang di negara-negara Asia Tenggara masih belum memadai. Jasa pengiriman pos sering tidak bisa diandalkan . Selain itu, jasa pengiriman logistik juga belum siap menangani paket kecil dengan volume tinggi.

Persoalan ketiga adalah marketing. Dibandingkan Tiongkok, penjualan online di ASEAN lebih rumit. Perbedaan budaya, bahasa dan peraturan membuat pelaku usaha online kesulitan menyesuaikan portal mereka sehingga bisa beroperasi di berbagai negara ASEAN.  

Meski rendah dan menghadapi kendala, namun potensi pasar ASEAN cukup menjanjikan seiring pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduknya yang besar. Ini ditunjukkan dengan masuknya sejumlah perusahaan e-commerce dunia ke kawasan ini.

Rakuten misalnya, yang mendirikan kantor pusat Asia Tenggara di Singapura pada 2013. Kemudian Alibaba, raksasa e-commerce asal Tiongkok membeli 10 persen saham Singapore Post pada Juni 2014. Ini menjadi sinyal Alibaba ingin melebarkan pasar ke kawasan ASEAN. Sedangkan di Indonesia, Tokopedia mendapatkan suntikan hingga US$ 100 juta dari SoftBank Corp dan Sequoia Capital pada Oktober 2014.

Highlights:

- Jumlah penduduk yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat membuat potensi pasar e-commerce ASEAN besar.

- Saat ini nilai pasar perdagangan online ASEAN kurang dari 1 persen dari perdagangan retail. Angka ini jauh lebih rendah dari Tiongkok yang mencapai 10,6 persen dan Amerika Serikat sebesar 8,3 persen.

- Indonesia merupakan pasar terbesar e-commerce di ASEAN yakni sebesar US$ 1,1 miliar. Nilai ini setara dengan 0,7 persen dari total perdagangan retailnya.

- Sejumlah persoalan yang menghambat pertumbuhan e-commerce di Indonesia adalah sistem transaksi yang tidak dipercaya, sistem logistik, serta banyak produk yang dijual tidak sesuai dengan yang ditawarkan. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com