Advertorial

Kekayaan Cagar Budaya Kereta Api

Kompas.com - 10/04/2016, 08:00 WIB

Zaman Kolonial Belanda di Indonesia mewariskan banyak peninggalan yang sarat akan ilmu pengetahuan dan nilai seni yang tinggi. Banyak daerah di Indonesia masih memiliki berbagai jejak peninggalan Bangsa Belanda tersebut. Pusat-pusat kota besar di Indonesia bahkan menyematkan istilah Kota Tua atau Kota Lama pada kawasan-kawasan dimana bangunan khas Belanda masih kokoh berdiri. Pada era kolonialisasinya, Belanda menguasai seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia, termasuk infrastruktur transportasi. Belanda bahkan membangun sistem perkeretaapian pertama di Indonesia.

Sistem perkeretaapian era Kolonial Belanda sudah lama berakhir, namun peninggalan sejarahnya masih eksis hingga saat ini. Bangunan-bangunan berupa perkantoran, rumah dinas, stasiun, bangunan pendukung operasional kereta api, jembatan, hingga terowongan yang dikelola PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai operator si ular besi masih terawat dengan baik. PT KAI berkomitmen untuk mencurahkan perhatiannya dalam pelestarian bangunan-bangunan cagar budaya tersebut.

“Bangunan-bangunan cagar budaya perkeretaapian tersebut tidak hanya menjadi aset bagi PT KAI, tapi juga menjadi amanah bagi kami. Cagar budaya perkeretaapian tersebut sangat kaya, karena sarat akan ilmu pengetahuan dan nilai seni yang harus dijaga agar dapat dinikmati hingga generasi kita yang akan datang,” kata Direktur Utama PT KAI, Edi Sukmoro.

Saat Edi masih menjabat sebagai Direktur Aset PT KAI sebelum menerima mandat sebagai Dirut, ia bahkan membentuk tim yang diberangkatkan ke Belanda untuk menyusuri aset PT KAI. Selain untuk kepentingan penertiban aset, hal tersebut juga bermanfaat untuk memperkuat status kepemilikan PT KAI terhadap aset peninggalan bangsa kincir angin tersebut. Dengan mengantongi kepemilikan resmi, PT KAI dapat semakin total dalam merawat, memugar dan melestarikannya. Tak hanya demi keselamatan operasional kereta api, tapi juga sebagai sumber ilmu pengetahuan dan seni bagi seluruh masyarakat.

Stasiun Tanjung Priok, salah satu stasiun heritage PT KAI dengan gaya arsitekturnya yang khas (doc.KAB).

Beberapa bangunan cagar budaya kereta api yang sangat terkenal karena nilai arsitekturnya yang tinggi yakni Lawang Sewu, Stasiun Tanjung Priok, Stasiun Ambarawa, Stasiun Semarang Tawang, Stasiun Jakarta Kota, Stasiun Cirebon, Stasiun Kedungjati, Stasiun Yogyakarta, dan masih banyak lagi. Berbagai kalangan baik dari akademisi, pencinta sejarah, pencinta arsitektur, pencinta kereta api, komunitas fotografi, hingga komunitas pencinta hal-hal berkaitan dengan Belanda menjadikan cagar budaya kereta api sebagai sumber informasinya.

Sebagai wujud komitmennya, PT KAI bahkan memiliki unit khusus yang concern dalam pelestarian cagar budaya perkeretaapian yakni Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture. Di bawah kepemimpinan Ella Ubaidi sebagai EVP Station Maintenance, Preservation and Architecture, tepat pada HUT ke-70 kereta api Indonesia, diluncurkan Digital Book Jejak Kenangan Kereta Api di Jawa. Buku ini berisi mengenai sejarah, perkembangan, hingga kemajuan perkeretaapian di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.

Dengan mengunduh aplikasi Digital Book Jejak Kenangan Kereta Api di Jawa, pembaca dapat menikmati napak tilas kereta api Indonesia.

“Perjalanan panjang sejarah kereta api di Indonesia sangat mengagumkan. Berbagai warisan sejarah di sepanjang perjalanan tersebut merupakan aset sangat berharga yang akan terus dilestarikan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero). Kami sangat bangga memiliki kesempatan untuk dapat melestarikan dan mengelola aset warisan bersejarah kereta api sehingga bisa menjadi bagian dari sejarah itu sendiri kelak,” tambah Edi.

PT KAI akan senantiasa berkontribusi dalam memperkaya khasanah pengetahuan dan pendidikan bagi bangsa Indonesia melalui pelestarian cagar budaya perkeretaapian yang dikelola perseroan. Kekayaan bangsa ini tentunya menjadi amanah yang akan selalu dijaga oleh PT KAI agar dapat dinikmati seluruh lintas generasi, khususnya para penerus bangsa. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com