Menuju Swasembada

Pangan 2017

Kementerian Pertanian Republik Indonesia bertekad untuk mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumber daya lokal demi meningkatkan kemandirian pangan, ekspor dan kesejahteraan petani.

KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI - Ilustrasi produksi jagung
Rabu, 13 April 2016

Targetnya, Industri Pakan Ternak Tak Perlu Lagi Pakai Jagung Impor


JAKARTA, KOMPAS.com
– Jagung produksi nasional pada 2016 seharusnya sudah dapat memenuhi kebutuhan industri pakan ternak. Untuk memastikan industri ini tak perlu lagi tergantung pada impor jagung, sejumlah langkah telah pula dilakukan.

“Hal yang patut ditiru adalah industri pakan ternak di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan seluruh bahan baku 100 persen dari jagung lokal,” kata Pusat Data dan Informasi Kementan, Suwandi, Rabu (13/4/2016).

Pada 2015, angka produksi jagung nasional mencapai 19,83 juta ton atau naik 4,34 persen dibandigkan pada 2014. Targetnya, pada 2016 angka produksi jagung bisa naik lagi menjadi 21,53 juta ton.

“Besarnya target tersebut agar dapat memenuhi sendiri kebutuhan jagung domestik, khususnya untuk industri pakan ternak,” imbuh Suwandi. Pada 2016, diperkirakan kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak selama setahun mencapai 8,6 juta ton.

Menurut Suwandi, survei yang digelar Kementerian Pertanian pada Juni 2014 sampai Mei 2015 mendapati industri pakan ternak di Provinsi Banten, Sumatera Barat, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat, masih mengimpor lebih dari 50 persen jagung. Adapun di Lampung dan Jawa Timur, angka impor jagung di industri ini sekitar 48 persen.

Dari survei yang sama, papar Suwandi, industri pakan nasional sebenarnya lebih menyukai jagung lokal. Menurut mereka, jagung lokal memiliki lebih banyak keunggulan, termasuk mutu.

Meski demikian, ada sejumlah catatan datang dari para pelaku industri pakan, terutama terkait pasokan dan kualitas. Pertama, jaminan keberlanjutan pasokan jagung. “Mengingat jagung adalah tanaman musiman, sehingga butuh alat pasca-panen dan penyimpanan (silo),” ujar Suwandi.

Kedua, pelaku industri pakan berharap ada perluasan area penanaman jagung. Ketiga, harga yang lebih kompetitif untuk jagung lokal. “Keempat, standardisasi mutu, agar memenuhi standar industri, seperti kadar airnya,” kata Suwandi.

Kelima, lanjut Suwandi, industri pakan menginginkan ada perbaikan infrastruktur, pembiayaan untuk petani jagung, dan pola kemitraan. “(Yang semuanya itu) untuk memudahkan mereka (industri pakan) menyerap jagung petani,” ungkap dia.

Langkah Kementerian Pertanian

Berdasarkan survei tersebut, Kementerian Pertanian telah melakukan sejumlah langkah sebagai respons. Hasilnya, dari upaya yang dilakukan sejak 2015 itu, jagung lokal bisa memenuhi 750.000 ton per bulan kebutuhan industri dan 1,55 juta ton kebutuhan jagung nasional per bulan pada 2016.

Primus

Dari kiri ke kanan, Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, dan Panglima Daerah Militer (Pangdam) V Brawijaya Mayor Jenderal Sumardi pada Selasa (2/2/2016) saat penen jagung di Desa Gampingan, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

“Melalui berbagai terobosan kegiatan, produksi 2016 akan mencukupi kebutuhan konsumsi dan bahkan neraca jagung 2016 diprediksi surplus 1,3 juta ton,” kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.

Langkah pertama yang sudah dilakukan kementeriannya, sebut Amran, adalah akselerasi produksi. Upaya tersebut dilakukan di wilayah potensial untuk substitusi jagung impor bagi pabrik pakan.

“(Yaitu) di Banten, Sumatera Barat, Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung,” sebut Amran.

Kedua, terus meningkatkan produksi untuk memasok pabrik pakan di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan, sekalipun industri di kedua wilayah telah 100 persen menggunakan jagung petani setempat.

Ketiga, meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha tani, mutu, serta kontinuitas produksi dengan mekanisasi pertanian dan bantuan benih jagung gratis untuk 1,5 juta hektar kebun. 

Keempat, menata sistem distribusi dan logistik dari sentra produksi ke sentra pabrik pakan. Dalam hal ini, Bulog berperan membeli jagung langsung di tingkat petani.

“Kelima, mengendalikan impor jagung pada 2016 yakni maksimal 1 juta ton dan pelaksanaan impor jagung hanya dilakukan oleh Bulog,” ungkap Amran.

Sebagai bagian dari upaya ini, lanjut Amran, ada pula kebijakan dan kemudahan bagi pelaku industri pakan ternak untuk memproduksi jagung sendiri dan tidak mengandalkan jagung impor.

“Ini mengingat potensi lahan dan sumberdaya sangat luas, sehingga mampu memproduksi jagung sesusai kebutuhan industri pakan,” tegas Amran.

Amran menambahkan, Kementerian Pertanian dan instansi terkait telah menyediakan 500.000 hektar lahan hutan dan 265.000 hektar Perhutani untuk digarap sebagai kebun jagung bagi pemenuhan kebutuhan industri pakan.

Dari luasan lahan itu saja, sebut Amran, minimal dapat dihasilkan 3 ton jagung per tahun. “(Angka produksi itu) lebih dari cukup untuk industri pakan ternak,” tegas dia.

Bagi pelaku industri pakan ternak, ada pula berbagai kemudahan untuk membangun agribisnis jagung skala luas (corn estate) yang terintegrasi dan bermitra petani.

“(Semua upaya) ini merupakan solusi permanen dalam rangka pemenuhan kebutuhan (industri) pakan ternak,” tegas Amran.

Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian, panen raya jagung pada Maret 2016 menghasilkan lebih dari 5,2 juta ton. Karena itu, pada April 2016 diperkirakan tersedia 2 juta ton jagung pipilan kering.