Menuju Swasembada

Pangan 2017

Kementerian Pertanian Republik Indonesia bertekad untuk mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumber daya lokal demi meningkatkan kemandirian pangan, ekspor dan kesejahteraan petani.

Kompas.com/ Rosyid Azhar - Seorang petani di Gorontalo membajak sawah dengan traktor tangan.
Selasa, 26 April 2016

Demi Kesinambungan, Investasi Pertanian Butuh Kawalan Kelembagaan


JAKARTA, KOMPAS.com
- Upaya mewujudkan target swasembada pangan pada 2017 jelas butuh beragam upaya, termasuk investasi pertanian. Langkah investasi tersebut sudah dimulai sejak 2015 dan perlu "kawalan" agar bermanfaat secara berkesinambungan.

"Sudah barang tentu rekayasa dan pengembangan kelembagaan pengelola investasi pertanian yang sejak awal 2015 gencar diadakan Pemerintah diperlukan," tegas Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Agung Hendriadi, Senin (25/4/2016).

Melalui Kementerian Pertanian, Pemerintah telah meluncurkan berbagai program ivestasi di sektor pertanian, terutama tanaman pangan. Dasar dari program itu adalah analisis komprehesif untuk pewujudan swasembada pangan dan kesejahteraan petani.

Di antara investasi itu adalah perbaikan jaringan irigasi di areal seluas tiga juta hektar serta pengadaan 60.000 alat pertanian pada 2015 yang akan ditambah lagi dengan 100.000 alat pada 2016.

Mengingat pentingnya investasi tersebut, ungkap Agung, aspek operasional, perbaikan, dan perawatan juga menjadi pertimbangan utama di kementeriannya, agar pemanfaatannya pun optimal.

Untuk perbaikan dan pengelolaan jaringan irigasi, misalya, kelembagaan Pemberdayaan Petani Pemakai Air (P3A) selalu terlibat aktif. "Mulai dari revitalisasi sampai dengan manajemen pemanfaatan dan pengelolaan jaringan irigasi," sebut Agung.

Hal penting yang masih harus dibenahi dan dibina, lanjut Agung, adalah kemampuan kelembagaan P3A dalam melakukan pemeliharaan dan perawatan, khususnya untuk jaringan irigasi tersier.

"Sistem arisan air yang telah ada dan berlaku di beberapa wilayah layak untuk kita kembangkan lebih luas," imbuh Agung.

Bersamaan, kata Agung, pengadaan alat pertanian dalam dua tahun ini juga butuh sistem operasional, perbaikan, dan pemeliharaan yang sama. Terkait hal ini, ujar dia, Pemerintah menempuh langkah awal menguatkan kelompok tani penerima bantuan dan usaha pengelola jasa alat pertanian.

Agung menambahkan, pada akhir 2015 telah digelar pula pelatihan bagi kebutuhan itu, terutama di provinsi yang merupakan sentra produksi padi nasional.

"Langkah awal ini masih perlu dilanjutkan secara masif agar investasi besar Pemerintah dapat bermanfaat berkesinambungan," kata Agung. Dia berpendapat, ke depan perlu pula ada perumusan pola revolving untuk investasi ini.