Mengembalikan Khitah Dosen

Kompas.com - 07/05/2016, 08:22 WIB

Tugas utama dosen melingkupi tiga bidang, yaitu berdaya di bidang pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Tiga pilar utama itu kerap dikenal dengan sebutan Tridarma Perguruan Tinggi. Namun nyatanya, kini tidak sedikit dosen yang justru malah mengejar jabatan di ranah struktural. Hal ini mengakibatkan khitah dosen sebagai akademisi atau ranah fungsional kurang berdaya dan nyaris terabaikan. “Padahal jabatan struktural ini biasanya seringkali berujung konflik, sebut saja beberapa kasus pemilihan rektor di beberapa perguruan tinggi yang akhirnya berujung konflik” sahut Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Prof.dr. Ali Ghufron Mukti, Ph.D.

Rasio antara jumlah profesor dan program studi di perguruan tinggi Indonesia masih senjang. Berdasarkan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI), jumlah profesor baru mencapai 5.097. Belum cukup memenuhi kuota standard sejumlah 22.000, sesuai jumlah program studi. Idealnya, 1 disiplin ilmu memiliki 1 profesor atau guru besar.

Jumlah profesor yang masih sedikit itu juga harus berkompromi dengan kenyataan bahwa sebagian besar mereka juga harus menjadi pemimpin dalam kegiatan administrasi. Mereka didapuk menjadi dekan, rektor, kepala biro dan ruang-ruang struktural lainnya di kampus. Waktu mereka untuk menasbihkan ilmu pengetahuan menjadi terbatas.

“Perguruan tinggi diimbau untuk mengoptimalkan fungsi dosen, terutama profesor, kepada khitahnya sebagai ilmuwan, kaum intelektual,pengembang ilmu pengetahuan dan inovasi” ungkap Dirjen Ghufron.

Profesor atau guru besar adalah pencapaian tertinggi dan paripurna dalam perjalanan karier seorang dosen. Selain itu, ia adalah leader atau pemimpin di bidang disiplin keilmuannya. Pada penerapan tridarma perguruan tinggi, ia menjadi pemberi arah. Dalam sebuah proyek penelitian, misalnya, ia berperan sebagai pendadar sumber daya, yang meliputi tim peneliti, anggaran, tema penelitian, dan diskusi kepustakaan.

“Profesor harus jadi panutan bagi dosen-dosen lain untuk khusyuk menjadi akademisi. Rekam jejak dosen tidak boleh mandeg di ruang administratif saja,” ujar Dirjen Ghufron. (adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com