Advertorial

Manfaat ASI bagi Keluarga, Masyarakat dan Negara

Kompas.com - 13/09/2016, 18:43 WIB

Manfaat ASI bagi anak tidak perlu dijelaskan panjang lebar lagi. Semua sudah sepakat bahwa ASI membuat anak lebih tahan terhadap penyakit, dan sumber gizi anak yang paling baik. Namun, ternyata bukan itu saja manfaat ASI. Berbagai penelitian di berbagai negara membuktikan bahwa menyusui dengan optimum juga membawa manfaat bagi keluarga, masyarakat dan bahkan negara. 

Menyusui dengan optimum terdiri dari empat bagian. Pertama, melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), atau meletakkan bayi di dada ibunya langsung setelah ia lahir. Kedua, memberikan ASI saja selama enam bulan pertama, tanpa makanan atau cairan lainnya. Ketiga,  melanjutkan ASI sampai anak usia dua tahun. Terakhir adalah memberikan makanan pendamping ASI sejak anak usia enam bulan sampai ia berusia dua tahun. Inilah yang disebut standar emas pemberian makan bayi dan anak. 

ASI dapat meningkatkan kecerdasan, yang diukur dengan skor IQ (Intelligence Quotient). Penelitian di Brazil membuktikan bahwa anak yang disusui secara optimum memiliki IQ lebih tinggi. Hal ini akan membawa anak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan kemudian pendapatan lebih besar ketika dia bekerja. 

Bila anak tidak disusui secara optimum, kecerdasannya cenderung rendah, sehingga tingkat pendidikannya rendah. Ketika bekerja pun, kemungkinan ia berpendapatan rendah. Nah, kerugian akibat ini semua di Indonesia diperkirakan mencapai USD 1,34 miliar, atau lebih Rp 17,8 triliun rupiah. 

ASI juga berpotensi membuat keluarga lebih sejahtera melalui penghematan. Diperhitungkan, keluarga yang tidak memberikan ASI kepada anaknya harus menghabiskan sekitar 13,7 persen dari pendapatannya untuk membeli produk pengganti ASI atau susu formula. 

Menurut perhitungan sederhana, satu keluarga yang tidak memberikan ASI kepada anaknya setidaknya harus menghabiskan Rp 1,6 juta per bulannya untuk membeli susu formula merek standar, bukan yang merek premium. Selama dua tahun, keluarga harus menghabiskan paling sedikit Rp 52 juta. Uang ini bila ditabung dapat digunakan untuk membeli paling tidak dua buah sepeda motor atau untuk biaya kuliah di universitas negeri selama empat tahun. 

Cara lain ASI menyejahterakan keluarga adalah dengan mencegah keluarnya biaya pengobatan akibat anak sakit, terutama dari diare dan pneumonia. Dua penyakit ini adalah penyakit yang paling banyak menyebabkan kesakitan dan kematian anak. Setengah dari kematian anak akibat diare dan pneumonia dapat dicegah dengan pemberian ASI yang optimum. Ini berarti, akan ada lagi 5.377 anak di bawah dua tahun setiap tahunnya di Indonesia yang hidupnya dapat diselamatkan. 

Biaya pengobatan termasuk ongkos transportasi ke fasilitas kesehatan dapat dihindari. Biaya transportasi bisa mencapai 25 persen dari keseluruhan biaya pengobatan. Bila setengah dari kejadian diare dan pneumonia di Indonesia bisa dicegah, negara berpotensi menghemat sampai USD 270 juta atau sekitar Rp 3,5 triliun setiap tahunnya. 

Walaupun manfaat ASI terbukti luar biasa besarnya, Indonesia masih belum mampu merealisasikan potensi keuntungan ekonominya. Sembilan dari sepuluh ibu memang memberikan ASI, namun sebagian besar masih belum optimum. Cakupan ASI eksklusif 0-6 bulan hanya 42 persen. Padahal target Kementerian Kesehatan di 2019 adalah 80 persen. 

Apa yang harus dilakukan untuk memastikan pemberian ASI secara optimum? Pertama, memberlakukan dan menegakkan aturan yang membatasi susu formula dipromosikan dan diperjualbelikan dengan begitu bebas seperti sekarang ini. 

Beberapa hasil penelitian mengaitkan antara luasnya distribusi susu formula dan menurunnya cakupan ASI eksklusif. Jadi jika hendak menaikkan pemberian ASI, pemasaran susu formula harus dikendalikan. 

Kedua, memastikan bahwa perempuan pekerja memperoleh hak cuti hamilnya dan terciptanya lingkungan bekerja yang kondusif terhadap pemberian ASI. Sekarang ini, perempuan pekerja berhak atas tiga bulan cuti hamil, namun banyak perempuan yang bekerja di sektor informal dan perempuan pekerja dengan upah harian yang masih belum menikmati hak cuti ini. 

Cuti hamil bahkan seyogyanya diperpanjang sampai enam bulan, untuk memberi kesempatan kepada ibu memberi ASI saja kepada bayinya selama enam bulan penuh. Tempat kerja pun perlu diwajibkan untuk memberi waktu dan ruang bagi ibu untuk menyusui dan memerah ASI. 

Ketiga, membuat semua fasilitas kesehatan, dari puskesmas sampai rumah sakit pro ASI, di antaranya dengan menyediakan fasilitas konseling ASI serta penerapan langkah-langkah keberhasilan ASI. 

Melindungi dan mempromosikan ASI sudah mendesak bagi Indonesia. Apalagi mengingat masih tingginya angka kurang gizi kronis atau stunting (stanting), besarnya persentase bayi lahir dengan berat badan rendah, serta masih sedikitnya pemberian ASI yang optimum. 

Karena itu, pelaksanaan IMD, pemberian ASI saja selama enam bulan pertama yang dilanjutkan hingga anak berusia 2 tahun, serta makanan pendamping ASI yang bergizi seimbang harus terus digalakkan. Ini merupakan dasar untuk kesehatan dan kesejahteraan anak di masa mendatang. 

Hal ini hanya bisa terwujud jika penerapan kebijakan tentang pembatasan susu formula ditegakkan, fasilitas yang ramah ibu menyusui disediakan, serta tersebarnya tenaga kesehatan yang mampu memberikan konseling menyusui dengan baik. 

Saatnya ASI dilihat tidak sekedar sebagai solusi gizi, tetapi juga sebagai investasi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. 

Artikel ini merujuk kepada:

UNICEF Indonesia (2016), Beban Dari Tidak Menyusui di Indonesia,  UNICEF Indonesia, 2016.

Walters, D., S. Horton, A.Y.M. Siregar, P. Pitriyan, N. Hajeebhoy, R. Mathisen, P.T.H. Linh, C. Rudert (2016),  The Cost of Not Breastfeeding in Southeast Asia

-

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com