Advertorial

Teknologi Peredam Virus Zika

Kompas.com - 15/09/2016, 23:48 WIB

Hingga saat ini, masih belum ada yang mampu mengembangkan vaksin atau obat untuk mencegah infeksi dan melawan virus Zika. Padahal, geliat virus Zika masih saja mengusik manusia.

Awalnya, penyebaran virus Zika terbilang lama. Virus tersebut membutuhkan waktu enam dekade untuk menyeberang dari Afrika ke Brazil. Tetapi selanjutnya, hanya dalam waktu 60 minggu virus tersebut bisa tiba di Florida Selatan, Amerika.

Awal mulanya, dokter di Brazil melaporkan ribuan kasus penyakit tak dikenal. Gejalanya berupa ruam yang khas di kulit penderita, kadang disertai demam, kadang tidak. Dengan gejala ini awalnya pasien diduga terkena demam berdarah dengue.

Laboratorium nasional di Brazil pun menganalisis sampel darah sejumlah pasien. Hasilnya, hanya sebagian kecil yang positif terkena demam berdarah dengue. Pada tes berikutnya, menunjukkan hasil negatif pada penyakit yang diduga muncul, seperti chikungunya, enterovirus, campak, rubella dan parvovirus B19.

Setelah itu, pada 29 April 2015, sebuah laboratorium di Brazil mengonfirmasi 16 kasus infeksi Zika. Virus tersebut pertama kali ditemukan di hutan Uganda tahun 1947. Pada perkembangannya, awalnya virus ini hanya terlihat di Afrika dan Asia, lalu menyebar ke Amerika. Berbagai pihak, termasuk laboratorium GE Healthcare di Cardiff, Wales, telah mengupayakan berbagai hal untuk memahami dan melawan virus Zika di Amerika dan berbagai belahan dunia.

Sampai saat ini, virus Zika telah menyebar ke 67 negara lewat nyamuk Aedes Aegypti. Banyak korban wabah virus ini yang tidak melapor, karena gejala dari wabah ini mirip dengan gejala penyakit akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti lainnya. Bahkan, kadang gejala itu tidak muncul sama sekali.

Tetapi sesungguhnya, akibat paling mengkhawatirkan dari virus Zika ialah cacatnya kelahiran anak, seperti perkembangan otak yang tidak lengkap, atau disebut dengan microcephaly. Selain itu, terdapat pula risiko terkena sindrom Guillain-Barré, di mana sistem kekebalan tubuh nenyerang sistem yang dikendalikan saraf. Risiko ini tentunya berbahaya. Itu sebabnya WHO menyatakan ini merupakan keadaan darurat dan sangat butuh perhatian dari masyarakat internasional.

Tercatat hingga Juni 2015, 11 negara atau teritori di seluruh dunia telah melaporkan kasus microcephaly atau malformasi sistem saraf pusat. 13 negara lain pun melaporkan peningkatan tingkat sindrom Guillain-Barré.

Berhubung belum ada vaksin ataupun obat untuk melawan virus ini, upaya yang bisa dilakukan berbagai pihak ialah kampanye pendidikan atau penyuluhan kesehatan dan kebersihan. Selain itu, penyemprotan dan pengendalian populasi nyamuk juga terus dilakukan.

Di samping itu, para ilmuwan di lapangan juga melakukan sesuatu. Mereka mengumpulkan sampel nyamuk menggunakan kertas serat khusus yang disebut Whatman FTA. Bahan tersebut diproduksi GE di Cardiff. Bahan itu diolah secara kimia untuk memecah sel-sel dan menghancurkan protein yang dinyatakan akan merusak DNA yang menempel pada seratnya.

Mengidentifikasi pasien yang telah terinfeksi virus dengan cepat pun perkara yang tidak mudah. Proses ini hanya dimungkinkan oleh teknologi modern. Namun, GR Healthcare Cardiff berupaya melakukan hal tersebut menggunakan sebuah metode yang disebut reaksi berantai polimerase PCR. Metode ini menghasilkan salinan RNA virus dengan cepat. Selanjutnya, tenaga medis dapat mengidentifikasi virus dalam darah pasien.

Ke depannya, masih banyak PR yang perlu dikerjakan untuk membasmi Zika. Di antaranya, mengembangkan alat diagnostik cepat dan vaksin potensial. GE Healthcare Cardiff mengakui semua hal yang mesti dikerjakan ini akan memakan banyak waktu. Meski begitu, kontribusi tenaga kerja GE Healthcare Cardiff selama ini cukup mampu membantu mengakhiri virus Zika dan penyakit-penyakitnya. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com