Advertorial

Ketika ASEAN Saling Terhubung

Kompas.com - 24/10/2016, 11:40 WIB

Infrastruktur menjadi faktor penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN. Dengan terhubungnya antarnegara melalui sistem transportasi akan memperlancar arus perdagangan dan penduduk di kawasan. Negara-negara ASEAN telah sepakat menjalankan peta jalan ASEAN Master Plan of Connectivity untuk menjalin konektivitas antar negara.

Asia Tenggara merupakan kawasan dengan ekonomi paling terbuka di dunia. Nilai ekspor barang di kawasan itu mencapai lebih dari 1,2 triliun dollar AS atau mendekati 54 persen dari total produk domestik bruto (PDB) ASEAN, dan 7 persen dari ekspor global.

Dengan potensi tersebut, negara-negara anggota ASEAN sepakat meningkatkan konektivitas serta akses yang lebih baik untuk perdagangan dan investasi.

Rencana konektivitas tersebut tertuang dalam ASEAN Master Plan of Connectivity (AMPC) yang diluncurkan pada 2010. Targetnya, seluruh kawasan Asia Tenggara bisa terhubung melalui jaringan jalan raya, kereta, dan pelabuhan.

Sistem transportasi merupakan dasar bagi integrasi kawasan untuk pergerakan barang, jasa, modal, serta penduduk. Sekaligus untuk mendorong pengembangan pariwisata dan perdagangan.

Potensi ekonomi ini juga dilihat Tiongkok dengan program “One Belt, One Road” (OBOR) untuk makin terhubung dengan negara-negara lain, termasuk di Asia Tenggara. Tiongkok ingin menghidupkan kembali jalur sutra sebagai poros ekonomi yang menghubungkan 65 negara di tiga benua.

Sama seperti AMPC, program OBOR pun ingin meningkatkan konektivitas infrastruktur dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Alhasil, kedua program tersebut bisa mengatasi persoalan pendanaan infrastruktur di negara-negara ASEAN.

Bahkan ada proyek yang saling bersinggungan seperti pembangunan jalur kereta Singapura-Kunming sepanjang 6.667 km yang menghubungkan Provinsi Yunan-Tiongkok dengan Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Laos.

“Keterlibatan Tiongkok terlihat dalam proyek kereta cepat di Indonesia, pembangunan jalur kereta ganda di Malaysia, serta agresif mengejar pembangunan kereta cepat Kuala Lumpur-Singapura,” kata Chong Tjen-San, analis DBS Group Research.

Tak hanya daratan, pembangunan pelabuhan akan menjadi sumbu yang menghubungkan negara kepulauan dengan wilayah daratan. Dengan 30 ribu pulau di Asia Tenggara, laut terlalu penting untuk diabaikan. Apalagi Selat Malaka telah memainkan peranan penting dalam perdagangan global yang menghubungkan Asia Timur ke India, Timur Tengah, dan Eropa.

Indonesia dengan program tol lautnya akan membangun pelabuhan-pelabuhan laut baru yang bersinggungan dengan proyek AMPC. Ada 24 pelabuhan yang disiapkan dengan kebutuhan investasi Rp 59 triliun untuk periode 2015-2019.

Sebagian besar dana itu yaitu Rp 41 triliun digunakan untuk lima pelabuhan di Kuala Tanjung, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makassar, dan Sorong.

“Rendahnya konektivitas antarpulau menyebabkan biaya logistik Indonesia mencapai 24,5 persen terhadap PDB. Diterapkannya program tol laut diharapkan dapat menekan biaya hingga 19 persen terhadap PDB,” kata analis DBS Group Research Chong Tjen-San dan Tiesha Putri dalam risetnya berjudul “Indonesia Construction”.

Kemudian proyek pembangunan Pelabuhan Patimban dan pelabuhan hub internasional di Bitung dan Belawan atau Kuala Tanjung merupakan fokus pada 2017. Pelabuhan Bitung dan Belawan akan menghubungkan Indonesia dengan Filipina dan Thailand.

Beberapa program yang menjadi bagian AMPC lainnya adalah pembangunan interkoneksi Malaka-Pekanbaru untuk mewujudkan ASEAN Single Shipping Market (ASSM) pada 2015, meningkatkan kapasitas 47 pelabuhan yang ditunjuk pada 2015, membangun Koridor Cruise 2015.

Selain itu, ASEAN juga sepakat menetapkan jaringan rute kapal Roll On/Roll Off (Ro-Ro). Kapal RoRo dirancang untuk membawa kargo beroda yang dirancang untuk memangkas waktu bongkar muat yang menghubungkan Indonesia, Filipina, Thailand, dan Malaysia yang dijadwalkan terealisasi pada 2016-2017. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com