Advertorial

Organisasi di Pemda Dirampingkan, Kementerian PANRB Atur Pengisian JPT

Kompas.com - 18/11/2016, 08:15 WIB

Penerbitan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016 tentang perangkat daerah diharapkan membawa perubahan signifikan terhadap pembentukan perangkat daerah. PP tersebut dipercaya dapat mempertegas ketepatan fungsi dan ukuran pada beban kerja yang sesuai kondisi di masing-masing daerah.

PP 18/2016 yang diamanatkan oleh UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tersebut menonjolkan prinsip penataan organisasi perangkat daerah yang rasional, proporsional, efektif, dan efisien. Oleh sebab itu, PP ini dipercaya membawa dampak, yakni terjadinya perampingan organisasi di pemerintahan daerah. Perampingan itu diperkirakan mencapai 20 persen.

Atas terbitnya PP tersebut, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengeluarkan surat edaran yang mengatur proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) di lingkungan pemda.

Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB Rini Widyantini mengatakan, adanya PP 18/2016 membuat pekerjaan organisasi di lingkungan pemerintah daerah menjadi lebih jelas, mengurangi adanya tumpang tindih melalui tipologi.

“Perubahannya cukup signifikan. Dari segi anggaran juga lumayan banyak,” ujar Rini.

Menurut Rini, Kementerian PANRB mendukung Kementerian Dalam Negeri dalam perampingan organisasi di pemda. Kementerian PANRB sering membantu pemda dalam membangun organisasi yang berbasis kinerja, termasuk bagaimana merampingkannya. 

Pada PP 41/2007, pembentukan organisasi lebih banyak menggunakan pola maksimal. Sementara pada PP 18/2016 dibuat tipologi yang menunjukkan kesesuaiannya organisasi dan kebutuhannya masing-masing.  Dalam PP tersebut urusan pemerintahan dikelompokkan ke urusan wajib, pilihan, dan penunjang.

“Kalau dulu kan mengejar tipe maksimal, kalau sekarang tidak bisa,” tutur Rini.

Imbas dari perampingan jumlah organisasi pemda ini adalah efisiensi belanja birokrasi yang tercantum dalam APBD. Pertama, belanja modal, yakni pembayaran perolehan aset dan atau menambah nilai aset tetap. Kedua, belanja barang dan jasa, yang digunakan untuk pembelian barang/jasa habis pakai, perjalanan dinas, sewa, honor dan lain-lain. Sedangkan kelompok ketiga adalah belanja pegawai, yang dibayarkan untuk gaji, tunjangan serta lain-lain belanja pegawai. 

Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri yang kini menjabat sebagai Plt Gubernur DKI Jakarta Sony Sumarsono menyebutkan, secara nasional, 50,17 persen APBD Kabupaten/Kota untuk belanja modal, 40,63 persen untuk belanja barang dan jasa, dan belanja pegawai sebesar 9,20 persen.

Selain untuk mempertegas fungsi kelembagaan perangkat daerah, PP 18/2016 diterbitkan dengan cita-cita mengintegrasikan kelembagaan dan sistem perbaikan pelayanan publik menuju pemerintah yang dinamis.

Dengan semangat ini, kepala daerah diharapkan dapat menyesuaikan besaran perangkat daerah, dan secara nasional dapat menimbulkan efisiensi 15 – 25 persen. Dalam kebijakan debirokratisasi ini, semakin ramping organisasi pemda, maka belanja barang dan jasa dan belaja pegawai juga semakin kecil, sehingga belanja modal akan semakin besar.

Setelah PP no. 18/2016 diterbitkan, seluruh pemda wajib memetakan kelembagaan di masing-masing daerahnya, menetapkan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) yang baru, serta diikuti dengan pengisian jabatan.

Pengisian JPT

Kementerian PANRB mengeluarkan Surat Edaran No. B/3116/M.PANRB/09/2016 tentang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Lingkungan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota Terkait dengan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah untuk mencegah terjadinya kisruh di kalangan pemda.

UU No. 5 Tahun 2014 menyebutkan, pengisian JPT dilakukan secara terbuka dan kompetitif dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  

Namun, waktu pelaksanaan amanat PP No. 18/2016 mendesak, sehingga pengisian JPT di lingkungan pemda yang mengalami perubahan organisasi bisa dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, mengukuhkan jabatan pimpinan tinggi yang memiliki nomenklatur, tugas dan fungsi yang masih sama atau yang nomenklaturnya berubah, namun tugas dan fungsinya tidak mengalami perubahan yang signifikan. 

“Pejabat tersebut dapat dikukuhkan untuk diangkat dan dilantik kembali dalam jabatan tersebut,” ujar Deputi SDM Aparatur Kementerian PANBR Setiawan Wangsaatmadja.

Deputi Bidang SDM Aparatur Iwan Setiawan

Kedua, pengisian JPT dilakukan melalui uji kesesuaian atau Job Fit. Cara ini berlaku bagi pejabat pimpinan tinggi yang tidak mendapatkan jabatan sebagai akibat adanya penggabungan, penurunan status kelembagaan (unit kerja). Atau kepada pejabat yang urusan dan kewenangannya beralih ke pemerintahan yang lebih tinggi. Pejabat tersebut akan mengikuti Job Fit untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi yang lowong.

Ketiga, seleksi terbuka untuk pengisian JPT yang lowong. Cara ini digunakan jika masih ada JPT yang lowong setelah proses pengisian JPT melalui pengukuhan dan Job Fit. “Terakhir, jika terdapat pejabat pimpinan tinggi yang tidak mendapatkan jabatan yang setara dengan jabatan pimpinan sebelumnya, maka yang bersangkutan dapat diangkat ke dalam jabatan administrator atau jabatan fungsional sesuai peraturan perundangan,” kata Iwan. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com