Advertorial

Menggali Inspirasi dari Seminar Jelajah 3Ends di Bandung

Kompas.com - 19/11/2016, 21:42 WIB

 

Kegiatan Jelajah 3Ends yang digagas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) berlanjut ke Bandung, Jawa Barat. Bandung menjadi kota terakhir dalam kegiatan Jelajah 3Ends, setelah sebelumnya diselenggarakan di Jailolo dan Belitung.

Penutupan dari rangkaian kegiatan ini berlangsung selama dua hari berturut-turut, tepatnya pada 19 November hingga 20 November 2016, di beberapa lokasi di Kota Bandung. Bandung menjadi salah satu kota percontohan untuk penjangkauan kepada masyarakat mengenai perlindungan dan pemenuhan hak perempuan dan anak-anak.

Selama ini, Bandung telah memiliki sejumlah program yang sejalan dengan program 3Ends, yakni akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, akhiri perdagangan orang, dan akhiri ketidakadilan akses ekonomi untuk perempuan.

Pada hari pertama, Jelajah 3Ends Bandung menggelar seminar yang menghadirkan tiga inspirator, yaitu Pembina Kader Pusat Pelayanan Informasi Perlindungan Perempuan dan Anak Atalia Ridwan Kamil, seorang korban kekerasan dan perdagangan manusia bernama Mimih Handayani, serta Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Gunung Jati Kota Cirebon Drg. Heru Purwanto. Seminar tersebut diselenggarakan di Hotel Savoy Homan Bandung, Sabtu (19/11/2016).

Atalia berbagi mengenai bagaimana program 3Ends sudah berlangsung dengan apik di Bandung. Salah satu wujud realisasi program 3Ends di Bandung adalah layanan call center dengan nomor 1500 245 sebagai tempat pelaporan kasus atau keluhan mengenai kekerasan.

"Selama ini banyak mendapat curhatan dari ibu rumah tangga atau anak-anak di kota besar, tidak ada keberanian menyampaikan masalah," tutur istri Walikota Bandung Ridwan Kamil.

Keberadaan layanan call center ini menjadi solusi, karena korban bisa lebih bebas menyampaikan keluhannya tanpa malu. Sebagai tindakan lanjut, mereka juga akan mendapat pendampingan dan bantuan hukum untuk menyelesaikan masalah.

Ada pula cerita dari korban kekerasan dan perdagangan manusia Mimih Handayani. Tujuh tahun lalu, ia berniat menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Arab. Namun, niatnya gagal. Ia malah disekap di Pontianak selama satu bulan. Menurut Mimih, saat itu ia akan dijual untuk menjadi pekerja seks komersial (PSK).

Selama itu, ia mendapat perlakuan kekerasan. Perempuan berusia 47 tahun asal Bandung itu bahkan tidak diberi makan dan diancam akan disakiti bila melarikan diri. Di sana, ia disekap bersama puluhan remaja putri dari berbagai daerah, seperti Cianjur dan Garut. Mimih akhirnya berhasil melarikan diri, melapor ke polisi, dan kemudian bangkit dari masa kelam itu.

"Sekarang usaha buka laundry. Waktu itu dikasih modal sama pemerintah.  Sekarang saya dan anak-anak bisa makan dari sana," kata Mimih.

Cerita inspiratif lainnya datang dari Dokter Heru. Di RSUD Gunung Jati Cirebon, ia menyediakan pelayanan terpadu untuk korban kekerasan dan juga pelakunya. Ini merupakan satu-satunya pelayanan dan perlindungan dari kekerasan di rumah sakit se-Jawa Barat.

-

Seminar ini dihadiri pula oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise dan Walikota Bandung Ridwan Kamil.Yohana mengapresiasi langkah pemerintah Kota Bandung dalam perlindungan kekerasan perempuan dan anak. Ia menyatakan, Bandung bisa menjadi model percontohan untuk daerah-daerah lainnya di Indonesia.

"Saya percaya Bandung bisa menjadi model terdepan untuk membawa kita ke rencana menjadikan Indonesia sebagai planet 50:50 (kesetaraan peran laki-laki dan perempuan), sehingga kita bisa wujudkan negara yang ramah terhadap anak-anak dan perempuan," tutur Yohana. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com