Advertorial

Angklung Sebagai Simbol Pelestarian Seni, Budaya, dan Alam

Kompas.com - 29/11/2016, 13:53 WIB

Akhir pekan lalu, Saung Angklung Udjo (SAU) menggelar acara Angklung Pride 6. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian perayaan tahun keenam ditetapkannya angklung sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda atau Intangible Cultural Heritage of Humanity oleh UNESCO.

Angklung bukan hanya suatu kekayaan seni dan budaya. Kelestarian alat musik yang terbuat dari bambu ini juga merupakan tanda kelestarian alam. Sebab, dibutuhkan pemeliharaan kawasan untuk pembudidayaan tanaman bambu.

Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar turut hadir pada acara yang berlangsung di kawasan kebun bambu atau Kebon Awi Udjo di Cijaringao, Desa Cimenyan, Kabupaten Bandung, Minggu (27/11/2016). Di sana, ia mengapresiasi upaya pelestarian lingkungan alam dan seni budaya yang dilakukan oleh Saung Angklung Udjo.

Sampai saat ini, Saung Angklung Udjo mengelola Kebon Awi Udjo. Kebun tersebut merupakan lumbung tanaman bambu yang dipergunakan komunitas Saung Angklung Udjo untuk memproduksi alat musik khas Tanah Pasundan tersebut. Kebon Awi Udjo berdiri di atas lahan seluas empat hektar.

Lumbung tanaman bambu tersebut, menurut Deddy, tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk kelestarian angklung, tetapi juga punya manfaat lain.

“Mari kita tanami bambu di kawasan ini, karena bisa memberikan fungsi lain. Yaitu untuk konservasi kawasan, agar tidak longsor, tapi juga bisa menjadi daerah resapan air,” ujar Deddy.

Selain itu, kata Deddy, tanaman bambu juga bermanfaat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dengan menanam bambu, masyarakat bisa ikut serta mengolah dan memproduksi angklung serta berbagai kerajinan tangan lain yang berbahan dasar bambu.

“Ini contoh yang konkret dari bagaimana masyarakat bersama pemerintah, akademisi, dan komunitas yang membangun alamnya dengan harmoni. Sama dengan angklung, angklung tidak bisa dimainkan sendiri, dimainkan bersama-sama, beragam nada. Tapi dimainkan bersama-sama maka terciptalah irama-irama yang sangat harmoni yang bisa kita nikmati sebagai sebuah keindahan,” tutur Deddy.

Pimpinan Saung Angklung Udjo Taufik Hidayat Udjo mengatakan, sejak awal berdiri, Saung Angklung Udjo bercita-cita menjadi pelestari di bidang seni dan budaya, sekaligus lingkungan.

“Melalui Angklung Pride 6, kami ingin kembali memperkuat kontribusi dalam merespon isu-isu di masyarakat saat ini melalui kebesaran nilai filosofi dan kearifan lokal Angklung. Kami berupaya melakukan pelestarian seni budaya dan lingkungan sekitar kami dengan harapan dapat memberi manfaat bagi masyarakat dan masa depan bangsa,” tutur Taufik dalam siaran persnya.

Kini, Saung Angklung Udjo telah menginjak usia ke-50 tahun. Di usianya saat ini dan di masa yang akan datang, Saung Angklung Udjo memiliki tanggung jawab untuk memberi kontribusi terhadap masa depan bangsa.

Oleh karena itu, Saung Angklung Udjo menggandeng berbagai pihak, termasuk Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk membangun jati diri generasi muda melalui filosofi dan kearifan lokal pada seni budaya Jawa Barat, khususnya angklung. Perhelatan Angklung Pride 6 yang berlangsung tanggal 16-27 November 2016 menjadi momentum bagi Saung Angklung Udjo untuk melangkah dalam merealisasikan tanggung jawab tersebut. (adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com