Advertorial

Dianne Dhamayanti, dari Pedagang Pakaian Menjadi Pendidik

Kompas.com - 27/12/2016, 09:13 WIB

Dianne Dhamayanti tidak pernah bercita-cita menjadi seorang guru. Apalagi mengajar dan mendidik anak-anak hingga ke daerah perbatasan Indonesia dan terbang ke negara lain untuk misi pendidikan bersama UNESCO.

Dianne adalah seorang wirausahawan yang membuka toko dan berdagang pakaian di Pasar Cikarang. Tahun 1998, saat kerusuhan Mei pecah, musibah menimpanya. Barang dagangan di tokonya habis dijarah. Sialnya lagi, sebagian besar dari barang dagangan belum lunas dibayar Dianne ke supplier.  Kerugian besar harus ditanggungnya. Keadaan perekonomian keluarganya ikut morat-marit.

Pasca kerusuhan kecemburuan sosial dan kesenjangan semakin meruncing. Namun kondisi tersebut tidak membuat dirinya takut, sentimen, apalagi mendendam. Suatu hari, ia melihat segerombolan anak-anak seringkali berkumpul di sebelah tokonya. Bukan prasangka negatif yang muncul dalam hatinya, malahan kepedulian.

Dianne punya niat untuk mendidik mereka agar dapat melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat. Akhirnya ia berhenti berdagang dan memilih membuka lembaga pendidikan untuk anak-anak kurang mampu dengan nama Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Modeslavidi.

Ia mengajari anak-anak dari usia PAUD, TK, hingga SD agar dapat membaca dan berhitung. Ia kemudian juga membuka pendidikan Paket A, B, dan C. “Saya tidak punya pendidikan guru, tetapi perasaan, naluri, dan pengalaman saya merawat anak-anak sebagai seorang ibu, saya jadikan bekal untuk mengajar,” ujar Dianne.

Tidak hanya mendidik anak-anak jalanan dan kurang mampu perekonomiannya, ibu dua anak ini juga memberdayakan kaum perempuan di Cikarang untuk dapat menggerakkan perekonomian keluarga. Caranya dengan mengajari mereka keterampilan membuat kerajinan seperti tas dan tempat tisu dari barang bekas.

Aksinya di Cikarang menarik perhatian UNESCO dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Lembaga PBB tersebut memintanya untuk ikut serta berbagi pengalaman ke negara-negara lain yang menjadi target misinya. Sementara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memintanya ikut aktif mendidik anak-anak Indonesia hingga ke daerah perbatasan.

Pengalaman mengajar di sejumlah tempat tersebut, terutama di daerah perbatasan, membuat Dianne sadar bahwa ternyata masih banya anak-anak Indonesia yang tidak mengerti tentang negaranya sendiri. Dianne sedih mengetahui fakta bahwa banyak anak-anak bahkan tidak tahu lagu kebangsaan Indonesia Raya. Ketika ia ingin mengajari lirik lagu kebangsaan, anak-anak tersebut ternyata tidak mengenal abjad sama sekali.

“Saya dikontrak oleh UNESCO untuk membagikan pengalaman mendidik saya di Timor Leste, kemudian berlanjut ke Singapura, Malaysia, Thailand, Korea, dan Cina. Oleh Kementerian Pendidikan saya diajak mengajar di daerah perbatasan yaitu di Nunukan, Kalimantan. Saya terus terang kaget dengan kondisi pendidikan anak-anak di perbatasan Indonesia,” kisah Dianne.

-

Mewujudkan mimpi bersama Jababeka & Co

Melihat fakta itu Dianne berjanji untuk tekun meneruskan misinya untuk mendidik dan memberdayakan masyarakat. Namun upayanya ini akan sulit terlaksana jika dilakukan sendiri. Sebagai warga Kota Jababeka, Dianne mengetahui bahwa perusahaan pengembang area huniannya tersebut memiliki misi dan program sosial yang sama.

Jababeka & Co begitu peduli akan kondisi masyarakat di sekitar area hunian dan proyek properti yang dikembangkannya. Selain itu juga aktif melakukan program-program pemberdayaan masyarakat lewat kegiatan CSR.

“Jababeka punya 13 desa binaan, saya juga punya program Desa Literasi dan Vokasi dengan membuka Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Saya juga bisa membantu menggerakkan masyarakat di sana untuk membuat industri rumahan,” kata Dianne.

Pada 22 Desember 2016 lalu, Bertepatan dengan hari ibu, Jababeka & Co mengundang Dianne untuk hadir sebagai pembicara dalam Leaders Dialogue bertema “Jababeka Peduli Corporate Social Responbility" di President Executive Club Kota Jababeka. Pada kesempatan tersebut Jababeka juga mengajak Dianne bergabung sebagai penasihat program CSR Jababeka Peduli.

“Mengurangi kesenjangan dan kecemburuan sosial tidaklah mudah, butuh proses yang panjang. Kami selama ini aktif denga program Corporate Social Responbility memberdayakan masyarakat sekitar untuk mengatasi dua masalah tersebut. Kebetulan Ibu Dianne juga memiliki misi yang sama dengan kita. Oleh karena itu kita ajak bergabung menjadi advisor di Jababeka," ungkap S.D. Darmono Chairman Jababeka & Co.

Dianne dan S.D Darmono yakin mimpi dalam mencerdaskan anak-anak bangsa dan memberdayakan ekonomi kerakyatan dapat terwujud lewat Jababeka Peduli. Program tersebut tidak hanya untuk masyarakat Indonesia, tetapi juga untuk masyarakat dunia. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com