kabar mpr

Hidayat Nur Wahid: Hoax Muncul Karena Etika Kehidupan Berbangsa Diabaikan

Kompas.com - 03/02/2017, 14:35 WIB

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memiliki Ketetapan atau Tap MPR tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Menurut Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW), hoax muncul karena Tap MPR yang masih berlaku ini diabaikan.

"Munculnya hoax ini antara lain karena etika kehidupan berbangsa diabaikan. Padahal MPR memiliki Ketetapan atau Tap tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang masih berlaku," kata Hidayat di Ruang Kerja Wakil Ketua MPR Gedung Nusantara III Lantai 9 Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (3/1/2017).

Karena itu, HNW mengajukan kepada Lembaga Pengkajian MPR untuk mengkaji persoalan yang berkaitan dengan etika kehidupan berbangsa dan bernegara. Perihal ini disampaikannya dalam pertemuannya dengan Ketua Lembaga Pengkajian MPR Rully Chairul Azwar.

Politisi partai PKS ini mengusulkan agar Lembaga Pengkajian pada program tahun 2017 ini juga membahas tentang hoax dalam etika kehidupan berbangsa. Pembahasan yang dimaksud bukan hanya sekedar hoax yang menunjukkan lunturnya etika kehidupan berbangsa dan bernegara tapi juga dalam konteks darurat moral, darurat perlindungan pada perempuan dan anak, darurat penegakan hukum.

"Perlunya etika penegakan hukum. Kita melihat hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Tidak sedikitnya aparat penegak hukum seperti hakim, jaksa, polisi yang terjerat kasus hukum," jelasnya.

Lembaga Pengkajian MPR akan lebih pro-aktif

Dalam pertemuan tersebut Ketua Lembaga Pengkajian MPR Rully Chairul Azwar menjelaskan dalam program pada tahun 2017 Lembaga Pengkajian MPR akan lebih pro-aktif. Anggota lembaga pengkajian yang berjumlah 60 orang akan dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok membahas satu tema atau bidang kajian.

"Masing-masing kelompok melakukan pendalaman sesuai bidangnya," jelasnya.

Selain itu program lainnya dari Lembaga Pengkajian MPR adalah membuat pusat dokumentasi konstitusi. Pembentukan pusat dokumentasi konstitusi ini diintegrasikan dengan perpustakaan MPR.

"Di Lembaga Pengkajian MPR banyak pakar konstitusi. Mereka memperkuat pusat dokumentasi konstitusi," katanya.

Rully Chairul Azwar juga minta kepada Pimpinan MPR untuk merespons isu-isu publik yang harus ditanggapi, misalnya soal kembali ke UUD 1945 yang asli, soal makar, dan lainnya.

"Pimpinan MPR bisa merespon isu-isu publik dengan segera berdasarkan tinjauan konstitusi," ujarnya.

Dalam pertemuan tersebut, Ketua Lembaga Pengkajian MPR Rully Chairul Azwar melaporkan hasil kerja Lembaga Pengkajian MPR pada tahun 2016 dan program kerja untuk tahun 2017 dan menyerahkan tiga buku dan sebuah jurnal hasil kajian Lembaga Pengkajian MPR kepada HNW.

Jurnal dan buku itu berisi kumpulan makalah, risalah, dan resume tentang sebuah tema yang dibahas Lembaga Pengkajian MPR.

"Tiap tema nanti dibukukan berisi makalah-makalah, risalah dan resume. Ada delapan topik. Tiga tema sudah dijadikan tiga buku. Semuanya ada delapan buku," tutupnya.

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com