Advertorial

“Machine Learning” Bantu Perusahaan Bersaing di Era Bisnis Digital

Kompas.com - 08/03/2017, 17:42 WIB

Beberapa tahun terakhir ini, sejumlah perusahaan di berbagai industri ramai-ramai mengadopsi teknologi machine learning. Padahal, sebetulnya machine learning bukanlah istilah atau teknologi yang benar-benar baru.

Sejak tahun 1950, tokoh-tokoh seperti Alan Turing, Arthur Samuel, dan Gerland De Jong telah meracik dan mendefinisikan pemahaman tentang machine learning. Namun, pada saat itu, dengan keterbatasan sumber daya komputasi dan infrastruktur, teknologi ini dianggap masih abstrak dan mengawang-awang sehingga belum banyak orang yang menggelutinya.

Hal yang jauh berbeda terjadi sekarang. Pertumbuhan data semakin cepat, volumenya membengkak, dan jenis data pun kian kompleks—istilahnya kita kenal dengan big data. Oleh karena itu, manusia membutuhkan bantuan dari sistem atau mesin pintar yang mampu menghimpun, mempelajari, dan mengekstrak kumpulan data menjadi wawasan berharga.

“Pada 10 tahun yang lalu, kita sulit untuk mencari 10 buah saja aplikasi bisnis yang berbasis machine learning. Sebaliknya, dalam 10 tahun ke depan, kita akan sulit menemukan 10 aplikasi bisnis yang tidak berbasis machine learning,” ujar Jonathan Krause, Vice President Southeast Asia Gartner Advisory dalam konferensi CTI IT Infrastructure Summit 2017 di Ballroom Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta, Rabu (8/3/2017).

Masuk agenda utama CIO

Jonathan Krause, Vice President Southeast Asia Gartner Advisory

Berdasarkan riset Gartner, machine learning saat ini berada dalam daftar topik terpopuler dalam bidang data science dan smart machine, di samping teknologi speech recognition, chatbot, dan artificial intelligence (AI).

Bahkan, penerapan machine learning sudah masuk ke dalam salah satu agenda utama para Chief Investment Officer (CIO) pada tahun 2017. Sebanyak 27 persen CIO di Asia Pasifik mengaku berniat memakai teknologi itu pada tahun ini. “Pada tahun 2020, kami memprediksi orang akan lebih sering berbicara dengan bot daripada pasangan sendiri,” imbuh Krause.

Apa yang mendorong peningkatan adopsi machine learning oleh para pemimpin Teknologi Informasi (TI)? Krause menyebut tiga faktor utama, yakni the rise of Graphic Processing Unit (GPU) yang lebih bertenaga daripada Central Processing Unit (CPU),  deep neural network yang makin luas, dan tentu saja pertumbuhan big data.

Namun, CIO juga harus memperhatikan tantangan dalam penerapan machine learning, antara lain kebutuhan data dan tenaga komputasi dalam jumlah besar, makin rumitnya strategi integrasi data, dan pemahaman SDM yang belum merata. Tidak kalah penting, perlunya membentuk tim data science untuk membantu mendidik mesin dan bekerjasama dengannya.

“Karena bagaimanapun, machine learning tidak bisa disamakan dengan kemampuan otak manusia. Bahkan saat ini tidak sampai 1 persennya,” Krause mengingatkan.

Kolaborasi manusia dan mesin

Shanker V. Selvadurai, CTO Software and Cognitive Solutions IBM Asia Pacific

Salah satu penyedia solusi machine learning terkemuka di dunia adalah IBM yang dikenal melalui “mesin pintar” Watson. Keunggulan IBM Watson sebagai cognitive system—istilah IBM untuk machine learning—terletak pada tiga kemampuan utama yaitu understanding, reasoning, dan learning.

Cognitive system dapat memicu bentuk kerja sama baru antara manusia dan mesin,” kata Shanker V. Selvadurai, CTO Software and Cognitive Solutions IBM Asia Pacific. Kerja sama ini diharapkan mampu memadukan karakteristik-karakteristik positif yang dimiliki setiap unsur.

Sifat manusiawi seperti akal sehat, moral, imajinasi, welas asih, dan sebagainya, digabungkan dengan sifat khas mesin seperti pemahaman pola, natural language, ketidakberpihakan, dan kapasitas yang tidak terbatas.

Shanker mencontohkan tiga studi kasus utama dari IBM Watson. Di bidang kesehatan, Watson dapat membantu mendiagnosis gejala penyakit-penyakit kritis, misalnya stroke, diabetes, dan serangan jantung. Di institusi pendidikan, Watson bisa menyesuaikan materi ajar sesuai dengan gaya belajar, kemampuan, dan data akademis setiap siswa. Sedangkan di industri kreatif, Watson bisa membantu musisi dan seniman dalam membuat karya baru dengan mengetahui selera masyarakat.

Penting dalam era bisnis digital

Machine learning adalah topik utama dalam CTI IT Infrastructure Summit 2017, konferensi dan pameran teknologi tahunan dari CTI Group yang sudah digelar keempat kalinya. Selain menghadirkan pembicara utama dari Gartner dan IBM, acara ini juga diikuti oleh Herry Abdul Aziz -  Penasihat Ahli Menkominfo RI, Leonardo Koesmanto - Head of Digital Banking Bank DBS Indonesia, Ridzki Kramadibrata -Managing Director Grab Indonesia, dan Ying Shao Wei - COO DataSpark, bagian dari Singtel Group.

Pemenang iCIO Awards 2017

Dalam acara ini, CTI Group juga menganugerahkan penghargaan iCIO Awards 2017 kepada tiga pemenang, yaitu Iwan Djuniardi, Direktur Transformasi Teknologi Informasi dan Komunikasi Direktorat Jenderal Pajak sebagai The Most Innovative CIO, Rita Mas’oen, Direktur Operasional & Teknologi Informasi PT Bank CIMB Niaga Tbk sebagai The Most Influential CIO, dan Kharim Indra Gupta Siregar, Direktur Teknologi Informasi PT BTPN sebagai The Most Intelligent CIO.

“Di era bisnis berbasis digital sekarang ini, machine learning sudah diakui perannya untuk membantu mengoptimalkan pemasukan, mempelajari kebutuhan konsumen, dan meningkatkan kinerja penjualan,” tutur Harry Surjanto, CEO CTI Group.

CTI Group pun menawarkan berbagai solusi menyeluruh, mulai infrastruktur, solusi, aplikasi, sampai jasa konsultasi, dari vendor-vendor TI terkemuka di dunia, seperti IBM, FireEye, Dell-EMC, Fujitsu, Hewlett Packard Enterprise, F5, Hitachi Data Systems, Lexmark, Varonis, DataSpark, dan Samsung. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com