Advertorial

Para Pebisnis Online Kini Juga Masuk ke Ranah Offline

Kompas.com - 24/05/2017, 18:20 WIB

Melihat dari sejarahnya, awal mula perkembangan e-commerce dimulai dari pergeseran pelaku bisnis dari yang melakukan seluruh kegiatannya secara offline menjadi online. Kemudian karena berbagai kemudahan yang didapat dari online, offline pun semakin ditinggalkan karena memang biaya yang dibutuhkan offline biasanya lebih besar.

Namun kini dengan semakin berkembangnya ­e-commerce, ada perkembangan yang menarik dari industri ini. Yaitu pelaku e-commerce malah masuk kembali ke ranah offline. Strategi semacam ini lebih dikenal sebagai online to offline (O2O).

Beberapa di antaranya adalah adalah Alfacart, Loket.com, dan Go-Jek.

Direktur Bisnis Internasional dan Teknologi Alfacart Bambang Setiawan Djojo mengaku kini sudah mulai memanfaatkan toko fisik yang ia miliki. Pemanfaatan ini baik untuk keperluan drop off hingga pembelian.

“Kami yakin bahwa daring dan luring bisa berjalan berdampingan,” katanya.

Loket.com pun juga menjadi salah satu perusahaan lain yang menerapkan strategi O2O tersebut dalam bisnisnya. “Ini merupakan cara yang kami lakukan untuk membuat para pelanggan merasa nyaman dan dimanjakan,” ungkap CFO Loket.com Emi Surya Dewi.

Meski demikian, ia mengakui bahwa untuk bisnis Loket.com, gerbang pembayaran merupakan salah satu tantangan yang perlu ia hadapi. Sebab, sifat alami bisnis platform tiket itu padat transaksi pembayaran. Otomatis memerlukan gerbang pembayaran yang andal.

“Bila sedang ramai, gerbang pembayaran kami tidak mampu mengatasinya. Ini masalah teknis yang sering terjadi di kita,” kata Emi yang saat ini memang sedang mencari solusi gerbang pembayaran yang andal.

Untuk urusan pelayanan, Bambang sepakat dengan Emi. Penerapan strategi O2O adalah langkah untuk menjaga loyalitas konsumen.

“Pengalaman pelanggan sangat mempengaruhi keputusan mereka dalam mengambil keputusan untuk pembelian,” ungkap Bambang.

Bagi Pendiri dan CEO Go-Jek Nadiem Makarim, mata uang dalam model O2O di Go-Jek adalah kepercayaan.

“Sebagai platform on-demand, jualan utama Go-Jek adalah kepercayaan. Jadi, ketika pelanggan pesan layanan kami, itu sudah berdasarkan kepercayaan,” katanya.

Dalam kasus Go-Jek, kepercayaan antara mitra Go-Jek dengan pelanggan ini yang akhirnya membuat perusahaan tersebut bisa terus berkembang. “Kita sudah berevolusi dari sekadar aplikasi transportasi menjadi sebuah platform on-demand,” pungkasnya.

Sumber: smart-money.co

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com