Kilas daerah

Masjid Cilodong, dari Bekas Lokasi Prostitusi Menjadi Syiar Islam

Kompas.com - 27/05/2017, 04:02 WIB

PURWAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan Masjid Raya Cilodong, Kabupaten Purwakarta, sudah memasuki tahap awal. Peletakan batu pertama pembangunan masjid tersebut sudah dilakukan oleh Ketua MUI Pusat, Kiai Maruf Amin, Jumat (12/5/2017) lalu.

Total luas tanah sembilan hektar akan digunakan untuk bangunan masjid. Luas untuk pembangunan masjid itu sendiri 5.200 meter. Khususnya tamannya seluas 1.800 meter.

Kepala Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Aep Durrohman mengatakan, Pemkab Purwakarta telah menetapkan target pembangunan masjid tersebut akan selesai pada November 2017.

"Kita sudah masuk pada tahap awal pembangunan. Awal November tahun ini ditargetkan selesai," kata Aep.

Bangunan masjid yang terdiri dari dua lantai dan memiliki daya tampung sebanyak 2.200 jamaah itu dibuat berdasarkan lay out Dinas Tata Ruang dan Pemukiman dan akan dilengkapi dengan taman dan air mancur. Area parkirnya dibuat luas untuk dapat digunakan kendaraan besar maupun kecil.

Rencananya Masjid Raya Cilodong akan mengusung ciri khas wilayah. Hal itu dibuktikan dengan bentuk menara masjid yang mirip dengan tusuk sate maranggi, makanan khas Purwakarta.

Bangunan perpustakaan dan museum digital pun direncanakan akan menjadi fasilitas penunjang masjid yang total anggaran pembangunannya sebesar Rp 38 miliar.

"Kita anggarkan sebesar Rp 38 Miliar. Mohon doa seluruh masyarakat agar program ini berjalan lancar," ujar Aep.

Dok Humas Pemkab Purwakarta Lokasi Masjid Cilodong ada di bekas kawasan prostitusi di Cilodong, Kecamatan Bungursari. Dulunya, daerah ini dipenuhi pekerja seks komersial (PSK) yang telah ada sejak 1973.
Eks Lokalisasi

Di lokasi berbeda, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan, bahwa penciptaan suasana nyaman dalam beribadah bagi jamaah menjadi orientasi pembangunan masjid ini. Dedi berharap masjid ini akan menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Purwakarta dan daerah sekitarnya.

"Kita ingin agar jamaah nyaman beribadah, karena ini juga akan menjadi pusat dakwah agama Islam," kata Dedi.

Adapun lokasi masjid tersebut merupakan bekas kawasan prostitusi di Cilodong, Kecamatan Bungursari. Dulunya, daerah tersebut dikenal sebagai bekas lokalisasi pekerja seks komersial (PSK) yang telah ada sejak 1973. Banyak warung remang-remang di tempat itu.

"Pembangunan masjid ini menjadi salah satu upaya meningkatkan kehidupan religius. Keberadaan bangunannya sendiri akan masuk dalam penataan kota.

Selama ini, tambah Dedi, pihaknya sudah sejak lama melakukan pendekatan kepada para mucikari di wilayah tersebut. Dari awalnya terdapat ratusan pekerja seks komersial, sekarang telah berkurang dan hanya tersisa puluhan orang.

Mereka pun sampai saat ini masuk tahap koordinasi dengan pihak kepala desa dan kepala daerah tempat mereka berasal.

"Dulu itu ratusan, sekarang hanya 70. Kami sedang membangun komunikasi aktif dengan para kepala desa dan kepala daerah, karena mereka berasal dari luar Purwakarta. Saat saya tanya alasan mereka enggan kembali ke wilayahnya, ternyata mereka memiliki hutang kepada rentenir," ujar Dedi.

Upaya pemerintah membubarkan lokalisasi tersebut pun awalnya mendapatkan beberapa kali penolakan. Namun, melalui jalinan komunikasi yang baik dan konsistensi dan usaha keras, upaya pembubaran itu bisa berhasil seperti sekarang di masa kepemimpinannya.

"Sudah banyak yang dilakukan, mulai pembongkaran warung dan lain-lain. Ini awalnya masalah ekonomi yang berimbas menjadi penyakit masyarakat. Sekarang warung-warung tersebut sudah menjadi deretan kios tanaman," ujar Dedi.


Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com