kabar ketenagakerjaan

Delapan Kementerian Lindungi TKI Lewat Program Desa Migran Produktif

Kompas.com - 31/05/2017, 13:18 WIB

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) membentuk 400 desa sebagai Desa Migran Produktif (Desmigratif). Kemenaker menjadikan Desmigratif sebagai terobosan untuk memberdayakan, meningkatkan perlindungan dan pelayanan terhadap TKI, Calon TKI, dan keluarga TKI mulai dari desa yang menjadi kantong-kantong TKI. Desmigratif terlaksana dalam jangka waktu tiga tahun.

 “Pembentukan Desmigratif merupakan salah satu solusi dan bentuk kepedulian serta kehadiran negara dalam upaya meningkatkan pelayanan perlindungan kepada Calon TKI atau TKI dan anggota keluarganya yang bersifat terkoordinasi dan terintegrasi antar-kementerian atau lembaga dan pemangku kepentingan lainnya,” kata Menaker Hanif di kantor Kementerian Ketenagakerjaan di Jakarta, Selasa (30/5/2017).

Selasa lalu, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menandatangi nota kesepahaman dengan tujuh kementerian untuk melaksanakan program ini. Kementerian yang terlibat antara lain Kementerian Pariwisata, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

Kerja sama juga dilakukan dengan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah desa, pihak swasta, perguruan tinggi, mitra lokal atau komunitas masyarakat di desa tersebut, dan lembaga keuangan.

Penandatanganan kerja sama ini, kata Hanif, dilakukan untuk membuat kerja sama lebih efektif dan efisien. Bentuk kerja sama yang dilakukan meliputi pertukaran data dan informasi, pembangunan pusat layanan migrasi, penumbuhkembangan usaha produktif desa atau kawasan pedesaan migran produktif berbasis sumber daya alam dan teknologi tepat guna.

Selain itu, dilakukan pula pembentukan dan pengembangan usaha melalui Badan Usaha Milik Desa, dukungan penyediaan infrastruktur keolahragaan tingkat desa, serta integrasi pendidikan kepramukaan pada komunitas pembangunan keluarga (community parenting). 

Kemenaker dan pihak kementerian lainnya juga meningkatkan layanan kesehatan bagi Calon TKI dan TKI purna beserta anggota keluarganya. Di samping itu, pemerintah juga memfasilitasi pemanfaatan infrastruktur komunikasi dan informatika, untuk mengoptimalkan sistem informasi bidang ketenagakerjaan, dan pelatihan, pemberdayaan, pendampingan, dan pembinaan Calon TKI dan TKI Purna serta keluarga TKI sebagai pemandu wisata.

“Saya berharap nota kesepahaman ini dapat mendorong efektivitas program Desmigratif melalui program masing masing kementerian yang terkait  dan dapat segera diaplikasikan sehingga para Calon TKI dan TKI dapat segera memperoleh manfaat dari kerja sama ini,” kata Hanif.

Daerah yang ditunjuk sebagai Desa Desmigratif adalah desa yang sebagian besar penduduknya bekerja di luar negeri, serta memahami sistem penempatan dan perlindungan tenaga kerja baik di dalam maupun di luar negeri.

Hanif berharap pelaksanaan Desa Desmigratif membuat TKI mampu membangun usaha secara mandiri dan produktif. Namun, hal itu perlu mendapat dukungan pemerintah desa dan pemangku kepentingan.

“TKI yang bekerja di luar negeri belum mampu memanfaatkan hasil kerja yang mereka peroleh untuk usaha-usaha yang bersifat produktif, namun lebih berperilaku konsumtif, hal ini mendorong mereka untuk kembali bekerja ke luar negeri. Sementara keluarga yang ditinggalkan hanya mengharapkan gaji TKI (remittence) tanpa mengupayakan bagaimana memanfaatkan uang tersebut untuk mengembangkan usaha-usaha produktif,” ungkap Hanif.

Sebagai informasi, program Desmigratif dirancang di desa asal TKI, yang ditujukan untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan bagi Calon TKI yang akan bekerja di luar negeri. Tak hanya memberi perhatian terhadap TKI dan Calon TKI, program ini juga meningkatkan kemandirian ekonomi dan kesejahteraan bagi keluarga TKI dan TKI Purna.

Yang juga penting, program ini mendorong peran aktif pemerintah desa serta seluruh pemangku kepentingan, sehingga dapat mengurangi jumlah tenaga kerja non-prosedural.

Kemenaker membentuk program Desmigratif dengan empat pilar utama. Pertama, pusat layanan migrasi. Di sini, warga desa yang hendak berangkat ke luar negeri akan mendapat pelayanan dari pemerintah desa. Warga akan memperoleh informasi mengenai pasar kerja, bimbingan kerja, pengurusan dokumen, serta berbagai informasi lainnya mengenai bekerja di luar negeri.

Kedua, kegiatan yang terkait dengan usaha produktif. Kegiatan ini ditujukan untuk membantu pasangan TKI untuk mengasah keterampilan dan kemauan untuk membangun usaha-usaha produktif. Dalam kegiatan ini, peserta dapat mengikuti pelatihan, pendampingan, dan bantuan sarana dan pemasaran untuk menjalankan usaha produktif.

Ketiga, community parenting. Ini merupakan kegiatan untuk membimbing dan mendampingi anak-anak TKI atau buruh migran. Biasanya anak-anak ini diasuh oleh masyarakat dalam suatu pusat belajar-mengajar.

Dalam kegiatan ini, orangtua yang tinggal di rumah diberi pelatihan tentang bagaimana membesarkan atau merawat anak sehingga bisa terus melanjutkan pendidikan dan mengembangkan kreativitas.

Pilar keempat, yaitu koperasi usaha untuk memperkuat usaha produktif dalam jangka panjang. Koperasi usaha ini dijalankan masyarakat bersama dukungan dari pemerintah.

Program Desmigratif sebenarnya telah dimulai sejak 2016 lalu. Pada saat itu, pilot project atau proyek percontohannya terlaksana di Desa Kenanga, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dan Desa Kuripan, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

Tahun ini, rencananya akan Desmigratif akan dilaksanakan di 120 desa, meliputi 100 desa di 50 kabupaten/kota asal TKI dan 20 desa di 10 kabupaten/kota di Provinsi NTT. Sementara itu, pada tahun 2018 akan dibentuk sebanyak 130 desa dan pada 2019 sebanyak 150 desa. 

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com