Advertorial

Mengedepankan Pariwisata, Jangan Lupakan Urusan “Ke Belakang”

Kompas.com - 12/06/2017, 09:31 WIB

Keelokan destinasi wisata Indonesia selalu mampu jadi magnet bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Namun, secantik apapun keindahan alam ataupun budayanya, bila sanitasinya buruk, tentu saja bikin wisatawan ilfeel (ilang feeling) alias kehilangan minat.

Kenyataannya, banyak kawasan wisata di Indonesia yang masih tertatih-tatih membenahi keadaan sanitasi, termasuk toilet umum. WC tersumbat dan bau, tisu berserakan, lantai penuh jejak sepatu yang terkena tanah, air keran mati, merupakan beberapa kondisi yang kerap dijumpai di toilet umum tempat wisata, khususnya saat musim liburan.

Toilet umum dan ketersediaan air bersih bukan hal sepele. Justru, ini sangat penting untuk mendongkrak peningkatan nama pariwisata Indonesia. Apalagi, Indonesia punya target mendatangkan 20 juta turis ke Indonesia pada tahun 2019 mendatang. Konsekuensinya, segala infrastruktur, dari jalan sampai sanitasi, harus siap dalam kondisi terbaik.

Terkait hal ini, salah satu kawasan wisata di wilayah timur Indonesia, Labuan Bajo, Flores, sudah mulai berbenah sejak tahun 2016. Januari 2016, Kompas.com mengabarkan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya fokus untuk membangun saluran sanitasi dan air minum di Labuan Bajo. Bahkan, toilet sekelas bintang 5 disebut-sebut tidak sulit dibangun di sana.

Sejak setahun lalu, masalah sanitasi sudah menjadi perhatian di Labuan Bajo. Fokus perhatian pada sanitasi juga dimaksudkan untuk menarik minat para turis. Sebab, kenyataannya selama ini turis kurang berminat jika toilet di destinasi wisata kotor dan jorok.

Apalagi, Labuan Bajo memang masuk sebagai salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang akan dikembangkan.

Dok. Kementerian PUPR

Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya gencar memberi dukungan untuk mengembangkan kawasan tersebut dalam berbagai aspek, di antaranya terkait penyehatan lingkungan dan sanitasi.

Adapun dukungan Kementerian PUPR mencakup pengembangan kawasan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, sistem penyediaan air minum, dan penyehatan lingkungan permukiman. Hal ini dilakukan untuk menyelenggarakan pengembangan KSPN Prioritas, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016.

Selain Labuan Bajo, daerah lain yang juga masuk sebagai KSPN Prioritas antara lain Borobudur, Morotai, Wakatobi dan sekitarnya, Kepulauan Seribu dan sekitarnya, Danau Toba dan sekitarnya, serta Bromo-Tengger-Semeru.

Pembangunan inrastruktur tersebut tentu saja harus bersinergi dengan arah pengembangan pariwisata yang digawangi Kementerian Pariwisata dan Pemerintah Daerah sebagai tempat pelaksanaan. Bentuk kerja sama ini di antaranya diwujudkan dengan penandatanganan naskah Kesepakatan Bersama (KSB) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) penyelenggaraan dukungan infrastruktur oleh Kementerian PUPR, Kementerian Pariwisata dan pemerintah daerah dari ketujuh KSPN tersebut akhir Mei lalu. Beberapa hari sebelumnya, ditandatangani pula tiga KSB untuk KSPN Pantai Selatan Lombok dan sekitarnya, Tanjung Kelayang, dan Tanjung Lesung-Ujung Kulon.

Pengembangan kawasan-kawasan tersebut merupakan upaya menjadikan berbagai daerah di Indonesia menjadi destinasi wisata kelas dunia.

“Kesepakatan bersama ini sangat penting karena selain merupakan program strategis nasional, juga sebagai pengembangan pariwisata yang akan menjadi kegiatan ekonomi baru, pengembangan daya tarik wisata, dan pemberdayaan masyarakat pada kawasan pariwisata tersebut,” tutur Direktur Jenderal Cipta Karya Sri Hartoyo pada kesempatan tersebut.

Untuk mencapai cita-cita tersebut, tentunya pemerintah perlu membenahi segala infrastruktur, terutama sanitasi dan toilet umum. Pasalnya, toilet umum yang terbelakang boleh jadi membuat wisatawan kabur. Oleh sebab itu, pemerintah masih berfokus pada penyelesaian persoalan sanitasi, toilet, dan penyediaan air bersih dan air minum di sejumlah daerah.  

Terkait hal di atas, Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR juga menandatangani Kesepakatan Bersama (KSB) dengan Universitas Prasetiya Mulya dan Bina Ekonomi Sosial Terpadu (BEST) tentang Kerjasama Kemitraan dalam Bidang Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman dalam rangka dukungan keberlanjutan operasional dari infrastruktur sanitasi terbangun (SANIMAS dan TPS 3R) melalui pola kemitraan berbasis masyarakat.

Ditjen Cipta Karya telah mulai melaksanakan Program SANIMAS dan TPS 3R ini sejak tahun 2003. Hingga saat ini telah terbangun sekitar 2.115 unit SANIMAS melalui pendanaan APBN Pusat dan 11.885 unit SANIMAS yang berasal dari pendanaan DAK Sanitasi. Selain itu ada juga sekitar 400 unit TPS 3R yang bersumber dari pendanaan APBN.

“Dengan demikian, terdapat kurang lebih 14.400 KSM/KPP yang telah mengelola keberlanjutan infrastruktur SANIMAS dan TPS 3R ini,” kata Sri Hartoyo.

Di samping itu, dalam penyediaan air, khususnya air minum, pemerintah juga bergerak cepat sampai ke pelosok daerah. Salah satunya, wilayah pedesaan di Kabupaten Minahasa Utara.

Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya menandatangani Kesepakatan Bersama (KSB) dengan PT Meares Soputan Mining (MSM) dan Pemda Kabupaten Minahasa Utara sebagai acuan penyelenggaraan Kemitraan Multi Pihak.

Kesepakatan ini mendukung jalannya pembangunan prasarana dan sarana Bidang Cipta Karya untuk penyelenggaraan sistem penyediaan air minum di Kabupaten Minahasa Utara.

Ambisi menjadikan objek wisata Indonesia bertaraf dunia tidaklah mustahil. Kepedulian terhadap urusan sanitasi dan air bersih adalah sesuatu yang vital. Toilet memang bukan hal yang langsung terlihat di depan mata, tetapi keberadaannya punya pengaruh besar bagi citra pariwisata di Indonesia.  

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com