Advertorial

Teknologi Minimal Invasif, Pulihkan Kanker Pankreas

Kompas.com - 12/06/2017, 11:44 WIB

Ini merupakan kisah perjalanan seorang pasian kanker pankreas bernama Quiambao Lorsia Lorenzo. Semua berawal dari kunjungan Quiambao ke Amerika Serikat pada Juli 2016 lalu.

Saat itu, kerabat yang ia kunjungi menyadari ada sesuatu yang tampak berbeda dari Quiambao, yakni mata serta kulit kepalanya berwarna kuning. Gejala itu biasa ditemukan pada orang yang mengidap penyakit kuning.

Khawatir akan kesehatannya, perempuan berusia 52 tahun tersebut langsung memeriksakan dirinya ke rumah sakit. Berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan sebuah tumor panjang pada pankreas. Ternyata, tumor itu  menekan saluran empedu, sehingga mengakibatkan penyakit kuning.

Dokter menyarankan Quiambao untuk segera melakukan biopsi, tetapi karena terkendala visa, ia terpaksa menolak untuk melakukan penanganan. Dua minggu kemudian, ia kembali ke Filipina untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut serta menerima penanganan penyakit kuning yang dideritanya terlebih dahulu.

Setelah melalui pemeriksaan lebih rinci, ternyata Quiambao didiagnosa mengidap kanker prankeas. Sebab, ada sel-sel kanker ditemukan di dalam empedunya. Tumor sepanjang 6,1 sentimeter pun telah menyelimuti seluruh area pankreas, sehingga tidak dapat dioperasi.

Oleh karena itu, dokter menyarankannya untuk menjalani kemoterapi yang diklaim mampu membunuh sel-sel kanker dalam tubuh. Namun, perempuan tersebut menolak, karena takut terkena berbagai efek samping kemoterapi. 

Quiambao mencoba pengobatan nanoknife

Ketakutan Quiambao bukan tanpa alasan. Sebab, ada beberapa anggota keluarga dan teman yang meninggal dunia dalam waktu relatif singkat. Bahkan, ada yang tidak mampu bertahan kurang dari enam bulan.

Namun, hal itu tidak membuat Quiambao berkecil hati. Berkat dukungan dan bantuan dari keluarga, perempuan ini bertekad untuk sembuh. Ia pun kerap mencari dan mencoba beragam metode pengobatan, mulai dari pengobatan herbal, terapi ozon, hingga konsumsi multivitamin secara rutin. Semua itu ia jalani secara rutin selama tiga bulan dan berhasil meningkatkan sistem kekebalan tubuh secara signifikan.

Perjuangan Quiambao tidak berhenti sampai di situ saja. Tidak lama setelah itu, ia menemukan St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou melalui internet. Ada satu hal yang membuat Quiambao tertarik, yaitu metode pengobatan nanoknife.

-

Nanoknife merupakan teknologi ablasi tumor paling mutakhir yang mampu menyerang kanker pankreas secara efektif dengan efek samping dan risiko minimal. Tanpa buang banyak waktu, Quiambao mencoba untuk berkonsultasi via online. Setelah itu, ia mengunjungi kantor perwakilan St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou yang berlokasi di Manila untuk bertemu langsung dengan dokter.

Akhirnya, Quiambao memutuskan untuk datang ke St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou. Usai melakukan pemeriksaan lebih lanjut, pihak rumah sakit memutuskan untuk melakukan pengobatan menyeluruh yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu pengobatan nanoknife sebanyak enam kali, penanaman biji partikel, dan pengobatan gen bertarget gabungan barat dan timur.

“Dua hingga tiga hari setelah menjalani intervensi pertama, saya mulai merasakan efeknya. Perut tidak kembung lagi, nafsu makan meningkat, rasa sakit di punggung hilang, kualitas tidur di malam hari membaik. Ditambah dengan anjuran dari Profesor Kou untuk mengkonsumsi obat tradisional Cina. Kondisi tubuh saya pun jauh membaik. Dulu, saya tidak bisa berjalan lebih dari 30 menit, tetapi saat ini saya bisa jalan-jalan ke mana saja,” ujar Quiambao.

Jika Anda atau anggota keluarga Anda sedang mencari pengobatan kanker tanpa operasi dan kemoterapi, cobalah untuk berkonsultasi dengan  St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou. Untuk informasi lebih lanjut seputar metode pengobatan yang ditawarkan, silakan klik di sini. (Adv)

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com