Advertorial

RUU EBT Dapat Mendorong Pengembangan Energi Baru Terbarukan

Kompas.com - 15/06/2017, 17:01 WIB

JAKARTA-RUU Inisiatif DPD RI mengenai Energi Baru Terbarukan (EBT) dianggap dapat mendorong semua pihak dalam mengembangkan energi baru. RUU yang digagas Komite II DPD RI ini, dianggap mampu menjadi payung hukum dalam mendorong pengembangan EBT seiring menipisnya cadangan energi fosil. Dan untuk merampungkan RUU inisatif tersebut, Komite II menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana di Ruang Rapat Komite II DPD RI hari Rabu (14/4).

Ketua Komite II, Parlindungan Purba menganggap saat ini cadangan energi fosil tidak mampu mencukupi peningkatan kebutuhan energi dari masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan EBT, sehingga ada payung hukum dalam pengembangan EBT oleh semua pihak. Senator dari Sumatera Utara ini menilai, saat ini pemerintah belum menunjukkan hasil signifikan dalam mengembangkan EBT, padahal potensi sumber daya EBT tersebar di berbagai daerah.

“Pengembangan bauran EBT meningkat 0,3% per tahun. Daerah punya potensi tinggi tapi potensi yang besar itu belum dimanfaatkan secara maksimal. Subsidi untuk pengembangan EBT masih terlalu kecil dibandingkan subsidi untuk energi fosil,” ucap Parlindungan Purba.

Mengingat potensi EBT tersebar di berbagai daerah, DPD RI mendorong agar Kementerian ESDM untuk berkoordasi dengan pemerintah daerah.

Sementara itu, Wakil Ketua Komite II Aji Mirza mempertanyakan kesiapan dari pemerintah terkait pengembangan EBT. Aji Mirza menganggap pengembangan EBT membutuhkan teknologi yang baru dengan biaya yang tinggi. Dia juga menjelaskan bahwa RUU tentang Energi Terbarukan mampu menjadi motor pendorong dari pengembangan EBT.

“RUU energi baru terbarukan ini sangat bagus untuk dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan EBT. Karena selama ini belum ada yang memulai dan dari DPR juga menganggap RUU ini bagus,” ucap senator dari Kalimantan Timur ini.

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen EBTKE, Rida Mulyana mengakui bahwa saat ini dunia akan memasuki krisis energi. Kebutuhan energi fosil meningkat tetapi jumlahnya terbatas, dan harusnya ada diversifikasi berupa energi baru sebagai pengganti energi fosil. Diversifikasi energi juga harus dilakukan untuk kepentingan lingkungan yang bersih.

Target pengembangan EBT yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2025 adalah sebesar 23% atau setara dengan 45 GW.  Penyediaan akses energi modern dengan target rasio elektrifikasi sebesar 97% pada tahun 2019. Indonesia juga berkomitmen 29% penurunan gas rumah kaca pada tahun 2030. Sektor energi ditargetkan berkontribusi pengurangan emisi sebesar 314 juta ton CO2. Meskipun begitu dirinya mengakui bahwa saat ini pengembangan EBT masih jauh dari target yang ditetapkan.

“Dari target minimum 23%, sampai saat ini baru tercapai 6,9%. Artinya masih banyak PR yang harus dikerjakan,” ujarnya.

Rida menambahkan tantangan dalam pengembangan EBT muncul dari beberapa hal. Tantangan tersebut berupa tantangan teknologi masih tergantung dari luar negeri (TKDN kecil), potensi sumber energi masih berskala kecil dan tersebar, sistem interkoneksi masih terbatas, masih terdapat resistensi masyarakat terhadap EBT, dan kurangnya kepastian hukum untuk mengembangkan EBT.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com