Advertorial

Belajar dari Kesuksesan Airbnb

Kompas.com - 16/06/2017, 14:55 WIB

Situs Airbnb merupakan salah satu start-upatau usaha rinitisan yang sukses dan mampu jadi andalan bagi para pelancong. Meski begitu, Airbnb tetap pernah mengalami masa pasang surut. Rupanya, perusahaan ini nyaris bangkrut pada tahun 2009.

Pada awal berdirinya, Brian Joseph Chesky, Joe Gebbia dan Nathan Blecharczyk, para pendiri, meresmikan Airbnb sebanyak lima kali. Namun, tak ada seorang pun yang tahu.

Mereka juga pernah gagal menarik hati investor. Pada masa-masa itu, pendapatan mereka hanya mencapai 200 dollar AS per minggu. Tak lama, Joe menyadari penyebabnya. Rupanya, sebanyak 40 kamar yang ada di Airbnb memajang foto yang jelek.

Dikutip dari Smart-money.co Joe mengatakan foto-foto itu kebanyakan menggunakan kamera ponsel, atau bahkan dari situs iklan baris. Akhirnya, Joe dan Paul Graham, konsultan Y Combinator, terbang ke New York untuk memperbaiki semua foto amatiran itu.

Seminggu kemudian, peningkatan kualitas gambar ini berhasil meningkatkan pendapatan dua kali lipat menjadi 400 dollar AS per minggu. Peningkatan ini adalah yang pertama dalam delapan bulan terakhir.

Joe menyebut langkah ini merupakan salah satu titik balik dalam membangun usahanya. Saat ini, Airbnb menjadi salah satu usaha rintisan prestisius. Penemuannya menginspirasi banyak orang menyewakan kamar atau rumah kosongnya.

Fitria Utami, seperti dilansir Kompas, memulai bisnis ini di 2014. Dia menyewakan dua kamar kosong milik orangtuanya di kawasan Cipinang, Jakarta Timur. Selain kamar, dia menyediakan kamar mandi pribadi, sarapan pagi, internet dan televisi kabel.

Di samping itu, dia juga menyiapkan peta Transjakarta dan Commuter Line untuk mempermudah transportasi bagi tamunya. Bisnis Fitria juga memberi dampak positif ke lingkungan.

Atas berbagai ulasan positif di laman Airbnb-nya, Fitria mendapat titel superhost atau tuan rumah super. Dia mendapat voucher 100 dollar AS untuk menginap di Airbnb di seluruh dunia.

Sari Safianti dan suaminya Laurent yang memiliki rumah di Jakarta Selatan juga memiliki kisah sama. Dia bahkan menyediakan makanan kecil dan kartu pembayaran elektronik gratis untuk tamunya.

Sari juga menerapkan waktu masuk yang fleksibel pada tamunya, tidak seperti hotel. Kendati begitu, di Jepang, pemerintahnya mempermasalahkan status hukum Airbnb. Karena itu, Jepang ingin membuat regulasi ketat terkait penyewaan properti ini.

Padahal, pelaku usaha menginginkan yang sebaliknya demi kemudahan wisatawan. Penginapan non-hotel, menurut pemerintah, harus memiliki izin agar tidak ada masalah yang terjadi di kawasan pemukiman.

Sumber: Smart-money.co

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com