Advertorial

BAP DPD RI Konsultasi ke BPK RI Soal Aspirasi Masyarakat

Kompas.com - 20/06/2017, 11:46 WIB

Badan Akuntabilitas Publik Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (BAP DPD RI) mendatangi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk konsultasi mengenai aduan masyarakat. Aduan tersebut berupa masalah belum dibayarnya pesangon para pensiunan BRI dan sengketa tanah antara masyarakat dan PT KAI di Provinsi Lampung.

Berdasarkan aduan tersebut BAP DPD RI meminta kewenangan BPK RI untuk melakukan audit terhadap tata kelola keuangan yayasan dana pensiun BRI. “Kami tidak ingin masuk ke sengketa antara pensiunan BRI dan PT Bank BRI, namun kami ingin BPK mengaudit tata kelola keuangan terhadap BRI, agar lebih jelas aliran uang yayasan dana pensiunnya,” tutur Ketua BAP DPD RI, Abdul Gafar Usman.

Sebelumnya Persatuan  Paguyuban Pensiunan BRI mengadu ke DPD RI terkait uang pesangon untuk 1.339 orang pensiunan BRI senilai Rp 273.533.140.089 yang belum dibayar. Berdasarkan telaah dari BPK RI mengenai kasus tersebut, yaitu Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) BRI saat ini dikelola oleh unit bisnis Bank BRI sehingga merupakan ranah dari keuangan negara. Hal ini berarti bagian dari obyek pemeriksaan BPK.

Sementara itu Eddy Mulyadi Soepardi, Anggota VII BPK RI mengatakan bahwa dana pensiun yang menjadi masalah krusial adalah soal penempatan investasi dana tersebut. Ia menjelaskan DPD RI bisa meminta BPK RI untuk mengaudit yayasan dana pensiun BRI.

Eddy menjelaskan mekanisme permintaan audit, yaitu BAP DPD RI menyerahkan surat kepada BPK RI yang kemudian akan dibahas di sidang untuk mendapat persetujuan 9 badan. “Dana pensiun BRI merupakan lingkup keuangan negara jadi kita bisa mengauditnya. Kita melakukan pemeriksaan tujuan tertentu terhadap pengelolaan dana pensiun, dari sana kita bisa lihat arahnya,” tutur Eddy Mulyadi.

Selanjutnya, BAP DPD RI juga meminta kejelasan BPK RI mengenai aset tanah di Provinsi Lampung yang diklaim milik PT KAI, sementara warga di sekitar rel telah menghuni daerah tersebut selama 50 tahun.

“Menteri Keuangan sudah menjelaskan secara akumulasi, tapi tidak bisa menjelaskan secara konkret, apakah ini memang menjadi aset negara atau bagaimana?” tanya Abdul.

Merespons hal tersebut, BPK RI akan mengkonfirmasi ke Kementerian Keuangan bagaimana proses tanah ini masuk menjadi milik PT KAI. “Namun karena sudah masuk ranah peradilan, apapun temuan kami tidak bisa membatalkan putusan pengadilan,” ujar Agus Joko Pramono, Anggota II BPK RI.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com