kabar ketenagakerjaan

Tujuh Prinsip Dasar RUU Perlindungan TKI Disepakati DPR

Kompas.com - 13/07/2017, 19:30 WIB

Pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) kembali dilanjutkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) bersama dengan Komisi IX DPR RI, pada, Rabu (12/07/2017) di gedung DPR, Jakarta.

Raker tersebut dipimpin oleh Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf (F-PD) yang didampingi oleh Syamsul Bachri (F-PG), Ermalena (F-PPP), dan Saleh Partaonan Daulay (F-PAN). Selain itu, hadir pula oleh Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri dan Ketua BNP2TKI Nusron Wahid.

Dalam kesempatan tersebut, Hanif memberikan penjelasan sikap pemerintah mengenai prinsip pokok amandemen UU No. 39 tahun 2004 tentang PPILN. Menurutnya, pemerintah dan Panja Komisi IX DPR telah berhasil mencapai kesepakatan dalam pembahasan tujuh isu krusial dalam pembahasan RUU PPILN.

“Secara prinsip saya sampaikan, pemerintah sangat berkepentingan dalam penyelesaian revisi UU No. 39 tahun 2004, karena ini menjadi dasar pembenahan tata kelola penempatan dan perlindungan pekerja migran kita,” ungkap Hanif.

Isu pertama yang menjadi hasil kesepakatan adalah mengenai atase ketenagakerjaan yang dibentuk di semua negara penempatan; bagian dari perwakilan RI; tugas pendataan, verifikasi, market intelegent, berkordinasi dengan negara penempatan; dalam melaksanakan tugas atase ketenagakerjaan dapat dibantu oleh perwakilan RI dan badan; memiliki kewenangan Diplomat dan menguasai bidang ketenagakerjaan.

Kedua mengenai Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia (JSPMI) diselenggarakan oleh BPJS. Isu ketiga yaitu soal pembiayaan dengan prinsip zero cost komponen biaya tidak boleh dibebankan pada pekerja migran Indonesia.

Isu keempat yakni menyangkut fungsi pelaksanaan pusat pelayanan terpadu/layanan terpadu satu atap. "Memberikan pelayanan sebelum dan setelah bekerja," ujarnya.

Kelima, menyangkut tugas dan tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat bertanggung jawab menyediakan/memfasilitasi pelatihan calon pekerja migran Indonesia melalui pendidikan vokasi yang anggarannya berasal dari fungsi pendidikan. Sementara tanggung jawab pemerintah daerah adalah menginformasikan job order kepada pencari kerja, pelaksana pusat pelayanan terpadu bidang pekerja migran, bersama pemerintah pusat melakukan pendidikan dan pelatihan kerja.

"Pemerintah daerah juga menyediakan/memfasilitasi pelatihan calon pekerja migran Indonesia melalui pendidikan vokasi yang anggarannya berasal dari fungsi pendidikan, " kata Menaker Hanif.

Selanjutnya, isu keenam mengenai Badan/Kelembagaan. Pelaksanaan tugas Perlindungan Pekerja Migran Indonesia  dilaksanakan oleh Badan yang dibentuk oleh Presiden; Badan dipimpin oleh Kepala Badan yang diangkat dan  bertanggung jawab kepada Presiden berkoordinasi dengan Menteri; Badan merupakan LPNK yang bertugas sebagai pelaksana kebijakan dalam pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia secara terpadu dan terintegrasi; Keanggotaan Badan terdiri dari wakil-wakil Kementerian/Lembaga terkait.

"Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja badan diatur dalam Peraturan Presiden," ujar Menaker Hanif membacakan hasil kesepakatan.

Terakhir atau isu ketujuh adalah pelaksana penempatan pekerja migran Indonesia. Dikatakan Hanif, pelaksananya adalah pemerintah pusat, perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia, dan perusahaan yang menempatkan pekerja migran Indonesia untuk kepentingan perusahaan sendiri, dan Pekerja Migran Indonesia Perseorangan.

Menindaklanjuti kesepakatan tersebut, Komisi IX DPR RI  kembali melanjutkan pembahasan kesepakatan RUU PPILN  dalam Rapat Panja RUU PPILN pada hari yang sama. 

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau