Advertorial

Pendiri Brodo Berbagi Plus Minus Jualan “Online” dan “Offline”

Kompas.com - 14/07/2017, 19:00 WIB

Merek sepatu Bandung, Brodo, begitu populer di kalangan anak muda. Bahkan, banyak orang sempat mengira Brodo merupakan produk buatan luar negeri, karena kualitas dan penampilannya yang sedap dipandang.

Apa yang membuat Brodo menjadi merek yang dikenal dan dipercaya konsumennya? Salah satu pendiri Brodo, Yukka Harlanda, berbagi mengenai beberapa kiat pemasaran yang ia dan timnya lakukan selama enam tahun belakangan.

Seperti dikutip dari Smart-money.co, Yukka bercerita mengenai content marketing.  Ya, teknik marketing ini memang sedang menjadi tren dan dilirik berbagai merek besar sebagai strategi pemasaran di dunia digital.

Yukka menurutkan, Brodo sudah sadar dengan tren itu, namun belum mengeksekusi. “Jujur, kami memang mengejar angka besar sebagai bentuk hasil investasi sehingga kami masih mengandalkan pemasaran berbayar (paid marketing). Misalnya, perhitungan besar investasi di iklan digital dengan return of investment yang bisa diperoleh. Itu semuanya jelas,” kata Yukka kepada Smart-money.co.

Namun, Yukka mengatakan Brodo sadar sudah harus mulai mengurangi metode pemasaran seperti itu. Sebab, menurut penelitian yang dilakukan Brodo sendiri, pelanggan yang datang dari pemasaran hard sell justru cenderung tidak menjadi pelanggan loyal.

Sementara, pelanggan yang datang dari metode content marketing akhirnya menjadi pelanggan yang membeli Brodo karena memang mereka tahu dan mengerti kualitas produk Brodo, bukan hanya karena banner diskon yang mereka pasang.

“Pelanggan seperti ini yang bisa menjadi loyal customer. Soal ini, (metode pemasaran soft sell) sudah kami bicarakan di rapat manajemen. Tapi, sepertinya memang tetap harus dipadukan antara penjualan soft sell dan hard sell, tidak bisa berdiri sendiri-sendiri,” ujar Yukka.

Brodo awalnya hanya menjual produknya secara online. Namun kini Brodo akhirnya membuka toko fisik di sejumlah kota besar di Indonesia. Mengapa Brodo akhirnya memutuskan demikian?

Menurut Yukka, ini berkaitan dengan kebiasaan orang Indonesia. Belum semuanya bisa dijaring melalui online. “Dari awal kami jualan, banyak pelanggan yang bertanya ‘bisa lihat barangnya di mana?, ‘tokonya di mana?’, sampai akhirnya kami mengubah tempat kos kami di Bandung sebagai ‘toko’ sepatu atau tempat COD (cash on delivery) kami,” tutur Yukka.

Oleh karena itu, dapat dikatakan sejak awal Brodo bukan “toko sepatu online” murni. Namun, kata Yukka, saat itu memang Brodo hanya fokus melakukan pemasaran secara online. Sampai akhirnya, Brodo membuka toko pertama di Kemang, Jakarta Selatan.

Yukka menyatakan, toko ini menjadi yang paling ramai dibanding cabang lain. “Dalam sebulan bisa sampai 2.000 pengunjung. Dari pengunjung yang datang, hampir 60 persen melakukan pembelian,” kata ia.

Yukka sempat berbagi mengenai metode jualan mana yang paling menguntungkan, online atau offline? Menurut ia, jika dibuat rasio pembelian yang datang lewat jalur online dan offline adalah 60:40, bahkan saat ini hampir 50:50.

Behaviour pembeli online beda dengan pembeli offline, tapi keduanya saling menunjang penjualan Brodo,” kata Yukka.

Pola penjualannya, di hari kerja biasanya penjualan online tinggi. Namun pada akhir pekan atau hari libur penjualan offline yang tinggi. Yukka mengaku, Brodo masih berusaha mengombinasikan keduanya dengan optimal.

Bicara soal plus dan minus-nya, penjualan offline biayanya lebih mahal. Misalnya, gudang Brodo di Bandung, bila ingin meningkatkan penjualan toko, transfer barang juga harus dinaikkan jumlahnya. Sedangkan online, tinggal menaikkan traffic, gudang dan barang tetap di Bandung.

Mewakili pria urban

Kalau soal ciri khas, Brodo diklaim mewakili kaum pria urban yang peduli penampilan, dan punya kebiasaan mengenakan sepatu bukan hanya karena kebutuhan, tetapi juga tampilan luar.

Produk yang menjadi andalan adalah sepatu pantofel hitam, yang juga merupakan produk pertama Brodo. Soal model, Yukka mengaku tak punya jadwal tertentu untuk menambah atau menghilangkannya.

Model sepatu justru berdasarkan permintaan dari pelanggan. Semakin banyak produk dicari, maka akan bertahan lama di toko. Tetapi, begitu produk tidak diminati, maka dengan sendirinya akan menghilang. Tapi, kami juga terbuka dengan tren yang sedang berkembang.

Misalnya, sekarang Brodo punya jenis sneakers. Alasannya sederhana, karena kini sneakers sedang menjadi tren. Bahkan, brand besar pun mengeluarkan produk sneakers mereka.

Yukka pun berbagi tips untuk anak muda yang ingin merintis usaha dengan menggunakan internet sebagai media pemasaran. Menurut ia, pertama mesti punya kreativitas dalam hal apapun, termasuk organisasi.

“Dengan kreativitas, kamu bisa memproduksi produk apapun yang bagus. Dengan produk bagus, kamu akan menjadi bahan pembicaraan. Cara ini yang akhirnya bisa memasarkan produkmu ke masyarakat. Kedua, kuasai masalah teknis. Jangan sampai eksekusi ide kreatifmu terhambat karena masalah teknis,” tutur Yukka.

Sumber: Smart-money.co

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com