kabar mpr

Sekjen MPR RI: Penggunaan Media Sosial Harus Produktif dan Berdampak Baik

Kompas.com - 11/08/2017, 18:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pilkada DKI Jakarta menghasilkan dampak konflik yang berkepanjangan di kalangan masyarakat. Hal itu semakin diperkeruh oleh perang status, ujaran kebencian dan banyaknya informasi bohong (hoax) di berbagai linimasa media sosial yang merusak rasa toleransi dan persatuan di dalam masyarakat.

Sekretaris Jenderal MPR RI Ma’ruf Cahyono berpandangan bahwa persoalan perbedaan tidak perlu dipermasalahkan lagi. Keberagaman yang dimiliki oleh Indonesia harusnya dinilai sebagai kekayaan dan identitas bangsa Indonesia.

“Persoalan intoleransi dan radikalisme yang muncul pastinya disebabkan faktor tertentu. Pasti ada pemicu yang memunculkannya. Faktor tersebut antara lain, cara pandang soal kesenjangan dan ketidakadilan oleh sebagian kelompok,” ujar Ma’ruf saat berbincang bersama Kombes Yoyok Subagio dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisan (PTIK), di ruang kerjanya, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (10/8/2017) lalu.

Pemahaman soal perbedaan atau keberagaman, lanjut Ma’ruf, harus dilihat sebagai sesuatu yang berlangsung secara alamiah dan melekat di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, ia menilai bahwa fenomena media sosial seharusnya bisa dimanfaatkan masyarakat dalam memperjuangkan ideologi dan berbagai agenda kebangsaan bersama pemerintah demi tercapainya cita-cita yang telah dirumuskan negara.

“Media sosial sudah menjadi instrumen publik dan negara untuk melakukan ‘engineering’ tujuan negara. Tujuan negara ini bersifat ideologis, regulatif, dan seharusnya media sosial menjadi jembatan pada masyarakat untuk menciptakan suasana sesuai ideologi bangsa, dan konstitusi,” kata Ma’ruf.

Ma’ruf menegaskan bahwa penggunaan media sosial sebagai instrumen publik dalam berinteraksi harus digunakan dengan rasa tanggung jawab. Hal ini bertujuan agar tidak menimbulkan dampak buruk yang merusak tatanan interaksi sosial maupun pola pikir masyarakat.

“Kalangan generasi muda adalah satu elemen bangsa yang sangat rentan terpengaruh dan akan berdampak pada perilaku mereka. Ini sangat disayangkan, media sosial jangan seperti itu, tapi di sisi lain media sosial akan berdampak positif, bila berkampanye positif pula untuk masyarakat,” terangnya.

Ma'ruf juga menyayangkan banyaknya oknum individu atau kelompok yang menciptakan situasi gaduh di media sosial yang juga bisa berujung pada terganggunya upaya pembangunan negara dan karakter bangsa.

“Sehingga, sudah saatnya ada instrumen untuk menjembatani dari negara kepada masyarakat yang harus dipayungi dengan kebijakan tepat sesuai kondisi masyarakat dan kondisi negara terus menerus. Ini cara merawat konstitusi kalau di MPR, kami sebut Empat Pilar,” katanya.

Ma’ruf menilai, keberadaan UU ITE harus dilihat sebagai upaya positif dari pemerintah dalam melakukan pengawasan sekaligus pembenahan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi, bukan sebagai sarana untuk membungkam kebebasan berpendapat masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, ia juga meminta agar pemerintah tetap mendengarkan aspirasi masyarakat terkait peningkatan implementasi undang-undang tersebut.

“Sejauh ini baik-baik saja, contohnya untuk menjaring pelaku radikalisme sejauh ini terlihat efektif.  Jika ada sistem, aturan dan lain-lain yang dirasa belum sempurna dan terkait kebutuhan masyarakat, harus berubah, dan disesuaikan,” tutup Ma’ruf. (DAR)

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com