Kilas

Semarang Gandeng KPK untuk Pencegahan Korupsi

Kompas.com - 22/08/2017, 20:03 WIB

SEMARANG, KOMPAS.com - Pemerintah Kota Semarang bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengkampanyekan pencegahan tindak pidana korupsi.

Tujuannya, aparatur sipil negara (ASN) tidak terlibat tindak pidana korupsi dalam melaksanakan tugas pemerintahan. Pencegahan korupsi dengan melibatkan KPK penting untuk mengurangi tren korupsi di institusi pemerintahan.

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengakui jika aparatur sipil negara di Semarang ada yang terlibat kasus korupsi. 

Ia sengaja menggandeng KPK untuk menginformasikan secara detail pencegahan korupsi agar tidak terjadi lagi tindak pidana korupsi di Semarang. Pemahaman soal pencegahan korupsi, kata dia, memang masih kurang.

"Ada dua golongan oknum ASN (dulu PNS) yang selama ini tercatat dalam kasus korupsi. Pertama, golongan yang tidak tahu dan kedua golongan yang tidak mau tahu,” kata Hendrar, saat membuka Monitoring dan Evaluasi Tim Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Periode 1, dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (22/8/2017).

Baca: Warga Semarang Kian Bahagia

Menurut Hendrar, aparatur sipil negara yang tidak tahu soal korupsi kemungkinan besar dapat disadarkan melalui upaya pencegahan.

Sementara, golongan kedua yang tidak mau tahu tetap sulit disadarkan. Golongan kedua inilah yang kerap terlibat dalam kegiatan korupsi. Namun, jumlah golongan kedua terus menurun sejak adanya operasi tangkap tangan KPK dan pembentukan Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli).

Hendrar mengatakan jumlah aparatur sipil negara yang tidak paham potensi korupsi sangat besar. Sehingga, potensi melakukan praktik korupsi lebih banyak.

Golongan aparatur sipil negara yang tidak tahu kemudian melahirkan golongan baru yaitu golongan tidak mau.

"Kelompok aparatur sipil negara inilah yang menghambat pembangunan karena tidak mau melakukan pekerjaan karena takut korupsi,” ujarnya.

KPK mesti didukung

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, upaya pencegahan korupsi di tingkat pemerintah daerah merupakan langkah penting mengurangi tindak pidana korupsi. Menurut dia, korupsi tidak akan habis tuntas jika yang terlibat aktif hanya KPK.

Tren korupsi di Indonesia tiap tahun mencapai 7 ribu hingga 8 ribu kasus. KPK hanya dapat menangani sekitar 100 kasus setiap tahun. "Ini PR berat jika yang menangani hanya KPK, sampai kapanpun tak akan selesai," katanya.

Upaya pencegahan di daerah misalnya dapat dilakukan dengan perbaikan proses pengadaan atau lelang barang dan jasa serta perijinan dan pengawalan penggunaan dana desa.

Selain itu, pemerintah daerah bisa memperkuat peran inspektorat sebagai pengawas internal. Upaya pencegahan yang konkret juga dilakukan dengan membangun jaringan whistleblower di setiap pemerintah daerah.

"Jika terintegrasi dengan KPK, keberadaan whistleblower di 500 pemerintah daerah se-Indonesia akan semakin baik," katanya.

Sebelumnya, Kota Semarang telah menggandeng Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Semarang dan Tranparansi Internasional Indonesia (TI Indonesia) untuk menerapkan sistem integrasi lokal pemberantasan korupsi. Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan pada Kamis (16/3/2017) lalu.

Transparan

Selain program monitoring dan evaluasi, Pemerintah Kota Semarang juga menyasar dunia bisnis. Oleh karena itu, Untuk itu, Semarang menggelar Workshop Bisnis Berintegritas yang bertema “Peran Pemerintah Kota Semarang dan Swasta Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.”

Workshop Bisnis Berintregitas merujuk dari catatan KPK bahwa sektor swasta menempati peringkat pertama keterlibatan dalam kasus korupsi yang ditangani selama 2004-2016. 

Pemerintah Kota Semarang berupaya menerapkan transparansi di semua bidang kerja. Di antaranya dalam pengadaan barang dan jasa. Saat ini, pengadaan barang dan jasa telah menggunakan mekanisme lelang pengadaan secara elektronik.

Transparansi juga diterapkan dalam keterbukaan informasi, pengelolaan pengaduan, dan pelayanan terpadu satu pintu.

Berkat transparansi itu, indeks persepsi korupsi Kota Semarang terus menurun. Pada 2010, Kota Semarang berada di peringkat 25 dari 50 kota besar yang disurvei. Sedangkan, pada 2015, Kota Semarang berada di peringkat 3 dari 11 kota besar yang disurvei. (KONTRIBUTOR SEMARANG/ NAZAR NURDIN)

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau