Advertorial

Kementrian PUPR Upayakan Wajah Baru Permukiman Indonesia

Kompas.com - 24/08/2017, 08:00 WIB

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan BPS pada 2014 lalu, sekitar 53 persen penduduk Indonesia bermukim di perkotaan. Jumlah tersebut diperkirakan akan mengalami peningkatan hingga 66 persen pada 2035 mendatang. Kondisi ini merupakan tantangan tersendiri bagi pihak pengembang kawasan permukiman di Indonesia. Jika tidak dikelola dengan baik, permukiman dan kantong kumuh akan berkembang di perkotaan, sehingga dikhawatirkan terjadi kesenjangan antarwilayah.

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2016, permukiman yang layak merupakan kebutuhan. Hal itu sejalan dengan salah satu isi Nawa Cita Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyebutkan negara hadir untuk membangun dari pinggiran dengan memperkuat keterkaitan kota dan desa.

Pembangunan permukiman telah terbukti berdampak langsung terhadap kesejahteraan jutaan penduduk. Hal itu terlihat dari meningkatnya produktivitas dan daya saing masyarakat Indonesia di tingkat internasional.

Permukiman harus ditata dan dikembangkan untuk mendukung permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. Melalui RPJMN 2015–2019, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman (PKP) turut berkontribusi dalam upaya menangani kawasan permukiman baik di perkotaan, perdesaan,  maupun kawasan khusus. Menurut Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman Rina Farida, berbagai program dan kegiatan telah diluncurkan untuk meningkatkan kualitas kawasan permukiman.

Permukiman di perkotaan

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan dilakukan dengan berbagai upaya, yaitu melalui penanganan permukiman kumuh. Inkubasi di 10 kota baru publik juga menjadi bagian dari target sasaran. Istilah Kota Tanpa Kumuh (Kotaku), Neighborhood Upgrading dan Shelter Project Phase 2 (NUSP2), maupun National Slum Upgrading Program (NSUP) mungkin sudah tidak asing lagi di kalangan pemerintah daerah dan masyarakat terkait penanganan kumuh berbasis masyarakat.  dan menjadi bagian yang tak terlepaskan dari penanganan kumuh perkotaan.

Kegiatan penanganan kumuh yang diinisiasi Direktorat PKP telah banyak yang menjadi best practice dan direplikasi secara luas oleh permukiman dan kampung-kampung di Indonesia. Sejumlah praktik yang dapat dijadikan lesson learned antara lain adalah pembangunan infrastruktur pendukung permukiman pada bantaran Kali Remu Kota Sorong Provinsi Papua Barat, serta penanganan kumuh dengan konsep 3 M (Mundur – Munggah – Madep Kali) tanpa relokasi di Bantaran Kali Buntung (Kelurahan Karangwaru) dan di Kelurahan Ngampilan, Yogyakarta.

Permukiman di perdesaan

Untuk mengimbangi laju pertumbuhan kota, dilakukan juga pengembangan kawasan permukiman perdesaan. Direktorat PKP melakukan dukungan untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) infrastruktur dasar dan infrastruktur pendukung pengembangan sosial ekonomi wilayah. Peningkatan kualitas kawasan perdesaan ini dilakukan melalui program regular skala kawasan dan pemberdayaan masyarakat yang dikenal dengan program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW).

Salah satu lesson learned pembangunan kawasan permukiman perdesaan adalah dukungan Direktorat PKP untuk meningkatkan taraf hidup di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, yang pada awal Agustus ini dikunjungi oleh Ibu Negara Iriana Joko Widodo.

“Dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Desa Kohod meliputi penyediaan sejumlah infrastruktur dasar dan fasilitas sosial yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, seperti air bersih melalui pembangunan sumur air bersih dan sumur resapan, jalan poros dan jalan lingkungan, fasilitas olahraga seperti lapangan bulu tangkis, penataan area tepi sungai di kampung pintu air serta gapura lingkungan,” tutur Rina Farida.

Permukiman di kawasan khusus

Melengkapi target di bidang permukiman, pengembangan permukiman di kawasan ini terdiri atas permukiman perbatasan, rawan bencana, pascabencana, pulau-pulau kecil terluar, dan kawasan tertentu yang ditetapkan melalui Undang-undang.  Pembangunan permukiman yang didasari diskresi kebijakan juga menjadi tugas Direktorat PKP.

Pengembangan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan telah dilaksanakan pembangunannya sejak tahun 2015. Sebanyak 7 PLBN yang dibangun telah menjadi ikon kebanggaan bangsa Indonesia karena kualitasnya yang jauh melebihi negara tetangga sesuai arahan Presiden terhadap pembangunan PLBN. Bahkan, pada saat peresmian PLBN Motaain di NTT, Presiden Joko Widodo memberikan apresiasi pada Kementerian PUPR dengan mengatakan, “PLBN yang dibangun ini melebihi ekspektasi saya.”

Penanganan permukiman di 10 KSPN dan Penataan 11 Kampung Nelayan/Tepi juga mendukung tidak hanya permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, namun juga turut berpartisipasi dalam meningkatkan pendapatan nasional, daerah, dan masyarakat yang memiliki aksesibilitas dan amenitas berkualitas dan berwawasan lingkungan.

Strategi yang mengubah wajah permukiman

Direktorat PKP akan terus berkomitmen dan berkontribusi dalam upaya perwujudan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. Beberapa strategi dilaksanakan untuk mencapai target tersebut, antara lain memasukkan nilai estetis dalam pembangunan infrastruktur, termasuk memperbanyak Ruang Terbuka Hijau dan pepohonan. Pemberdayaan Kelembagaan di tingkat masyarakat turut digalakkan untuk meningkatkan kepedulian dan pemeliharaan terhadap hasil pembangunan permukiman.

Lebih lanjut, Direktur PKP mengatakan, “Kolaborasi dan kemitraan antar seluruh stakeholder yang terlibat dalam pembangunan permukiman, mulai dari pemerintah pusat, pemda, masyarakat, dan swasta adalah kunci sukses terwujudnya kota layak huni, cerdas, berdaya saing dan berkelanjutan,” pungkas Rina Farida. (Adv)

Artikel ini merupakan artikel yang pernah diterbitkan oleh HARIAN KOMPAS.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com