kabar ketenagakerjaan

Agar Potensi Kelautan Optimal, Menaker: Kata Kuncinya SDM

Kompas.com - 29/08/2017, 15:42 WIB

JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengatakan, agar pemanfaatan potensi kelautan optimal, salah satu kata kuncinya adalah pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang kelautan. Demikian disampaikan Menaker dalam seminar “Pemanfaatan Demografi Indonesia di Sektor Kepariwisataan, Kebaharian, dan Ekonomi Kreatif” yang diselengarakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas di Jakarta, Selasa 29 Agustus 2017.

“Pengembangan SDM adalah salah satu kunci agar potensi kelautan Indonesia yang melimpah, bisa dioptimalkan,” kata Menaker.

Potensi kelautan Indonesia, luar biasa. Luas Indonesia didominasi laut. Panjang garis pantainya mencapai 104.000 Kilometer. Jumlah pulau tervalidasi sebanyak 16.056 buah. Sumber daya kelautan Indonesia antara lain garam, ikan, tumbuhan laut, terumbu karang, fosfat, ombak, pasang surut laut, mutiara, plankton, minyak lepas pantai, dan sebagainya. Sayangnya, lanjut Menteri Hanif, potensi tersebut  belum dikelola secara optimal.

Belum optimalnya pengelolaan potensikelautan, secara sederhana bisa dilihat dari belum tercukupinya kebutuhan garam dalam negeri serta rendahnya konsumsi ikan penduduk Indonesia.

Menurut Menaker, belum optimalnya pengelolaan sumber daya kelautan,  karena masih rendahnya SDM Indonesia. Sebanyak  59,6 persen  angkatan kerja hanya berpendidikan SD-SMP, 16,78 persen berpendidikan SMA, 11,34 persen berpendidikan SMK, 3 persen  berpendidikan Diploma dan 9 persen  yang berpendidikan sarjana.

Kondisi tersebut diperparah dengan ketidak sesuaian (miss-match) antara jurusan pendidikan pekerja dengan pekerjaannya.  Dicontohkan, Dari 15,27 juta orang tenaga kerja lulusan perguruan tinggi, hanya 5,75 juta orang (37,65 persen) yang jurusan pendidikannya sesuai dengan jabatannya.

Dalam kesempatan tersebut, Menaker juga menyitir hasil survei  Mc Kansey Global Institute, yang menyebut pada tahun 2030 Indonesia berpotensi menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke 7 di dunia. Prediksi tersebut mensyaratkan  Indonesia memiliki tenaga kerja terampil (skilled workers) sebanyak 113 juta orang. Dibandingkan dengan data tahun 2015 sebanyak 56 juta orang maka selama 15 tahun perlu penambahan tenaga terampil sebanyak 3,8 juta orang per tahun.

Untuk menggenjot ketersediaan tenaga kerja terampil, pemerintah tak hanya bisa mengandalkan jalur pendidikan formal. Perguruan Tinggi misalnya, tiap tahun hanya mampu meluluskan rata-rata 784 ribu orang. Maka, masih terdapat kekurangan sekitar tiga juta orang per tahun yang harus dipenuhi dari lembaga pendidikan dan pelatihan serta pelatihan kejuruan (vokasi).

Terkait dengan hal itu, Kemnaker menggalakkan pelatihan kerja di Balai Pelatihan Kerja. “Termasuk pelatihan yang khusus terkait sektor kelautan,” ujar Menaker. Kurikulum yang dikembangkan BLK merujuk pada kebutuhan pasar kerja, serta tersertifikasi profesi.

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com