Advertorial

Pelajaran Penting Tentang Proses Menjadi Sukses dari Para Direktur (Bagian 1)

Kompas.com - 20/09/2017, 17:00 WIB

Masa muda memang identik dengan masa percobaan. Di masa ini, banyak orang belajar bertanggung jawab atas tiap keputusan yang ia ambil. Namun, tak jarang ada orang yang mengambil keputusan tanpa pikir panjang.

Meski demikian, kamu harus tetap bisa memetik pelajaran dari tiap keputusan yang kamu ambil. Bila saat ini kamu merasa sedang mengambil keputusan yang kurang tepat, ingat, para direktur ini juga pernah melakukan hal sama.

Bill Mc Dermot, CEO SAP

Sejak usia 11 tahun, Bill punya tiga pekerjaan. Salah satunya adalah menjadi penjaga toko makanan di Deli. "Saya punya sedikit pengetahuan mengenai cara bekerja di Deli. Suatu hari, salah satu pemilik bisnis keluar dan mempercayakan bisnis itu pada saya karena tak ada orang lain ingin membelinya," kata Bill pada CNBC.

Setelah itu, Bill mulai bekerja dengan menjaga hubungan baik dengan tiga vendor. Dari sana, ia mendapat kerja sama konsinyasi (titip jual). Ia juga berhubungan baik dengan konsumen. Menariknya, kata Bill, setiap hari ada lebih dari 500 orang keluar masuk bisnis ini hanya karena ingin tahu.

"Dari konsep customer relationship management, saya bisa melihat semua hal terkait konsumenku," lanjut Lulusan Northwestern University itu.

Di masa mudanya, Bill bisa membiayai kuliah, beli mobil, baju dan asuransi dari pendapatan bisnis Deli tersebut. Ia juga belajar cara menjadi tenaga penjual. Di usia 21 tahun, Bill bekerja di Xerox dan menjadi manajer penjualan pada tiga tahun kemudian.

Saat itu, ia adalah kandidat termuda. Selanjutnya, Bill bergabung dengan perusahaan peranti lunak SAP. Ia menjadi direktur penjualan di Asia-Pasifik dan Amerika Latin sebelum menjadi CEO pada 2010 dan 2014.

"Bekerja di Deli atau menjadi tenaga penjualan di Xerox membuat saya harus mendatangi tiap rumah di Manhattan. Dari pengalaman ini, saya tahu keinginan konsumen dan apa yang menjadi prioritas mereka," ungkapnya.

Zhang Xin, CEO Soho China

Zhang menghabiskan masa kecilnya di Beijing, Tiongkok. Saat itu merupakan rezim Mao dan keluarga Zhang memutuskan pindah ke Hong Kong untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Hal itu memang tidak mudah. Zhang pernah bekerja di pabrik selama lima tahun.

"Saya bekerja untuk bertahan hidup. Hidup saya sangat monoton, tapi saya merasa bebas. Saya bisa makan dan membeli apapun yang saya mau dan suka," tuturnya di program The Brave Ones, CNBC.

Zhang sadar, bekerja di pabrik bukanlah minatnya. Ia pun mengambil kelas malam dan terus mengumpulkan uang hingga cukup untuk membawanya ke Inggris. Dia pun mendapat beasiswa di Sussex dan Cambridge University.

Bersama suaminya, Pan Shiyu, Zhang kemudian mendirikan real estate SOHO China. Berkat usaha itu, Zhang kini punya kekayaan mencapai 3,6 miliar dollar AS.

"Lakukan apapun untuk mewujudkan mimpimu. Jangan terlalu mengkhawatikan kata orang. Kadang, ide yang dianggap orang adalah aneh, justru adalah ide terbaik," katanya.

Bersambung ke bagian dua.

Sumber: smart-money.co

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com