Kilas

Ternak Ikan Jadi Cara Bersihkan Selokan dari Sampah Kota Semarang

Kompas.com - 25/09/2017, 19:45 WIB


SEMARANG, KOMPAS.com - Warga Kota Semarang, Jawa Tengah punya cara unik untuk menjaga kebersihan di lingkungannya. Selain membiasakan untuk hidup sehat, warga kini mulai memanfaatkan selokan atau parit menjadi tempat untuk pemeliharaan ikan.

Warga Semarang pun tak hanya memelihara ikan di dalam kolam. Di dalam selokan, warga mencoba menyebar ikan. Namun sebelum benih ikan disebar, selokan tentunya harus bersih dari sampah.

Warga diajak menjaga kebersihan melalui konsep ini. Pemeliharaan ikan ini misalnya mulai dilakukan warga di RW 4 Kelurahan Mangkang Kulon Kecamatan Tugu, Kota Semarang. Selokan mulai disebar benih ikan untuk selanjutnya dibesarkan.

Hal yang sama dilakukan warga di Kelurahan Karangmalang, Kecamatan Mijen. Warga mulai memanfaatkan parit untuk beternak ikan. Warga kelurahan lain didorong untuk memanfaatkan metode ini.

Baca:  Swasta Dirangkul untuk Bangun Fasilitas Publik di Kota Semarang

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi pun ikut terjun dalam gerakan "Selokan Bersih" itu. Senin (25/9/2017) siang tadi, Hendrar ikut menyebar 20.000 benih ikan di Kelurahan Mangkang.

Ia terus mengajak masyarakat melalui gerakan Selokan Bersih itu. Ke depan, parit yang akan disebar yaitu di Kelurahan Lamper di Kecamatan Semarang Selatan.

"Nanti ada 16 titik di seluruh Kota Semarang. Targetnya tahun ini masing-masing kecamatan punya 1 selokan percontohan," kata Hendrar.

Melalui gerakan Selokan Bersih, Wali Kota mengajak warganya tak lagi membuang sampah sembarangan. Parit tidak boleh lagi terkotori oleh sampah.

Baca juga: Semarang Gerak Cepat Tangani Krisis Air

Hendrar menambahkan, gerakan Selokan Bersih pada intinya mengajak masyarakat menjaga kebersihan selokan dan saluran yang ada di lingkungan sekitar.

Gerakan Selokan Bersih ada tiga kategori, yaitu pertama membersihkan saluran secara rutin, kedua memelihara ikannya dan ketiga tidak lagi membuang sampah di saluran. Penyebaran benih ikan juga sekaligus meningkatkan produktifitas ikan.

"Kalau salurannya kotor, ikan tidak bisa hidup. Kalau ikan tidak bisa hidup maka masyarakat tidak mendapatkan tambahan penghasilan. Jadi, masyarakat harus menjaga saluran-saluran ini," katanya.

Ikan yang ada di parit pun dipersilahkan untuk dikelola secara swadaya. Dalam prosesnya ikan tidak boleh diambil ataupun dipancing.

“Nanti kalau sudah besar silahkan kalau mau dibuat ikan bakar, atau dijual ke pasar dan hasilnya untuk pembangunan wilayah sekitar juga boleh," rayunya.

Tren pembibitan ikan sebelumnya pernah dilakukan warga di Kabupaten Klaten. Kala itu, Joko Sucipto (76), memelihara ikan koi di selokan depan rumahnya.

Ikan koi pun tumbuh besar dengan memanfaatkan air segar dari Umbul Pluneng, Kecamatan Kebonarum, Kabupaten Klaten. Pemeliharaan ikan koi di selokan itu pun terlihat indah, dan bersih dari sampah. (KONTRIBUTOR SEMARANG/ NAZAR NURDIN)

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau