Advertorial

Jangan Pikir Meneruskan Bisnis Keluarga itu Mudah

Kompas.com - 29/09/2017, 18:18 WIB

Memang benar, tahap merintis adalah tahapan yang paling berat bagi seorang pebisnis. Segala sesuatu harus dimulai dari nol, modal juga belum begitu besar. Kegagalan juga sangat mungkin untuk terjadi berkali-kali.

Kenyataan ini juga yang seringkali membuat generasi kedua penerus bisnis keluarga dipandang sebelah mata. Sebagai penerus usaha yang sudah “jadi”, generasi kedua dipandang tidak perlu melakukan kerja keras. Apalagi menghadapi kegagalan-kegagalan yang pernah dihadapi orang tuanya saat jatuh bangun merintis usaha. Jalan di hadapan mereka dianggap sudah terbuka dan rapi. Hanya tinggal dilalui saja.

Namun ternyata pandangan tersebut sama sekali tidak benar. Tugas dan tanggung jawab generasi kedua penerus bisnis keluarga tidaklah mudah. Kerja keras dan pencapaian orang tua mereka dalam berbisnis selama puluhan tahun dipertaruhkan di tangan mereka.

Hal inilah yang dirasakan oleh Winston Wiyanta pewaris tunggal Wiyanta, pengusaha karoseri yang sukses dengan perusahaannya PT Delimajaya Carosserie. Ayahnya, Wiyanta, memulai usaha pada 1975 dari usaha pembuatan pintu pagar dari besi dan perbaikan mesin perkebunan.

Pada era 1990-an, Wiyanta beralih ke usaha karoseri dan berhasil. Wiyanta, melalui PT Delimajaya Carosserie mengerjakan hampir sebagian besar karoseri angkutan kota di Jakarta. Hampir setengah armada Metromini dan Kopaja Jakarta merupakan buatan Delimajaya yang berkantor di Bogor.

Tampuk usaha kemudian harus diterima Winston Wiyanta ketika ia berusia 19 tahun. Ketika masih bersekolah di Amerika Serikat pada 2008, ia diminta pulang membantu perusahaan ayahnya. Tanpa pikir panjang, ia langsung menyanggupinya.

Winston diminta mengambil alih kursi pengelolaan perusahaan. Namun, ia menolak. Pada dua tahun pertama, Winston memilih masuk ke tiga bidang berbeda. Pertama, Winston masuk ke bagian production plannning and inventory control (PPIC) untuk belajar proses pemesanan dan merancang bahan produksi. Setelah itu, ia masuk ke bagian produksi untuk tahu proses kerja.

Tahun ketiga, dia meminta ditempatkan di bagian pemasaran untuk melihat barang yang diproduksinya apakah memiliki margin yang bagus atau rugi. Setelah dua tahun belajar, baru pada 2011 dia menjadi Managing Director.

Di usia yang saat itu baru 22 tahun, Winston sudah menunjukkan bibit seorang visioner. Langkah pertama yang ia lakukan adalah merampingkan divisi yang dianggap terlalu banyak. Dia memasukkan tim produksi ke dalam tim pemasaran. “Jangan sampai bagian penjualan bisa mendapat pesanan tapi bagian produksi tak mampu mengerjakannya,” ujar Wisnton seperti ditulis Kontan.

Winston juga tak segan melakukan investasi dan meremajakan alat produksi untuk mengikuti standar internasional. Dia juga merombak sistem regenerasi karyawan. Karyawan yang siap pensiun dan senior dipindah ke bagian yang tak padat aktivitas.

Di bidang pemasaran, Wisnton memasukkan anak-anak muda yang energik untuk bekerja dengan senior. Dia juga memastikan timnya menerapkan sistem kerja dan standar ketat dengan menerapkan ISO 9001:2008 untuk quality management system.

Sistem ini bagus untuk meningkatkan mutu tiap departemen dan meningkatkan peluang Delimajaya dalam mengikuti tender di pemerintahan.

(Bersambung ke bagian dua)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com