Advertorial

Gerakan SiBerkreasi Ajak Masyarakat Lawan Hoaks

Kompas.com - 06/10/2017, 08:00 WIB

Beberapa tahun terakhir, peredaran konten yang mengandung berita bohong alias hoaks, ujaran kebencian, cyberbullying, pornografi, penipuan, dan radikalisme, menjadi momok bangsa. Peredaran konten negatif tersebut menjadi ancaman masa kini terhadap persatuan bangsa.

Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika yang dihimpun mulai 1 Januari 2017 sampai 18 September 2017, aduan dari masyarakat terkait konten negatif mencapai 42.821 jumlahnya. Adapun aduan terbanyak adalah mengenai SARA/kebencian, yakni sebanyak 13.829 aduan.

Posisi kedua, mengenai pornografi, yakni sebanyak 13.120 aduan. Selanjutnya aduan mengenai berita bohong atau hoaks sebanyak 6.973 aduan. Sedangkan total pemblokiran situs, per 18 September 2017, mencapai 782.316.

Banyaknya aduan mengenai konten-konten negatif tersebut sebenarnya mengindikasikan kegelisahan masyarakat yang begitu besar. Masyarakat umumnya sadar, keberadaan konten negatif di dunia maya itu berbahaya. Itu sebabnya, mulai banyak orang aktif bergerak untuk meningkatkan literasi digital pada seluruh elemen masyarakat.

Institusi pemerintah dan swasta, sejumlah komunitas serta pegiat literasi digital pun membentuk Gerakan Nasional Literasi Digital #SiBerkreasi. Harapannya, melalui gerakan ini, masyarakat bisa berbagi kreativitas lewat konten yang positif dan memanfaatkan internet secara  bijak dan bertanggung jawab. #SiBerkreasi sendiri telah diluncurkan di acara Kick Off: Smart Schools Online, di FX Plaza, Jakarta, 25 September 2017 lalu. 

Gerakan #SiBerkreasi ini didukung oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Menurut ia, kementerian bisa merangkul gerakan ini untuk bekerja sama memerangi masifnya persebaran konten negatif di dunia maya.

"Ini bukan program pemerintah saja tapi juga program perguruan tinggi, komunitas dan masyarakat. Tidak bisa diklaim yang punya gerakan ini. Concern Kominfo adalah merangkul komunitas dan ekosistem untuk menyebarkan konten positif. Jika konten tidak bisa di-manage dengan baik akan jadi boomerang,” ungkap Rudiantara pada Diskusi Media “Potensi Ancaman Peredaran Konten Negatif di Internet dan Peluncuran Gerakan #SiBerkreasi” di Aula Dewan Harian Nasional 45 Jakarta Pusat, Senin (02/10/2017).

Ketua Umum Gerakan #SiBerkreasi Dedy Permadi mengatakan, pertumbuhan internet di Indonesia tidak selaras dengan literasi digital pada masyarakat.

“Tinggi dan massif nya pembangunan infrastruktur belum diimbangi dengan pengetahuan penggunaan TIK dengan baik. Sehingga terjadi gap antara teknologi dan pengetahuan yang rendah. Infrastuktur yang dibangun tidak diimbangi pengetahuan. Gap ini yang mengakibatkan keresahan sehingga muncul hoaks, cyberbullying, dan radikalisme,” tutur Dedy.

Pemerintah sendiri punya kewajiban untuk mencegah penyebarluasan dan penggunaan informasi yang memiliki muatan yang dilarang oleh Peraturan Perundang-undangan. Upaya ini dilakukan dengan dua pendekatan.

Pertama, pengendalian sosial dan budaya. Melalui pendekatan ini, pemerintah mendorong masyarakat untuk punya literasi digital yang baik, artinya semakin sadar akan adanya konten negatif dan tahu cara memperlakukan konten tersebut. Sosialisasi mengenai literasi ini ini bisa dilakukan oleh kalangan pemerintah, tokoh masyarakat, gerakan, ataupun LSM. Dengan literasi digital yang cukup, masyarakat menjadi sadar untuk tidak sembarangan membagi konten bersifat yang berpotensi membodohi atau memecah belah bangsa.

Kedua, pengendalian melalui sarana teknologi. Caranya, dengan melakukan pemblokiran, penutupan, atau penghapusan situs-situs dan konten yang tidak sesuai dengan norma bangsa dan berpotensi menimbulkan konflik.

Gerakan #SiBerkreasi mendapat dukungan penuh dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan, Kementerian Sekretaris Negara, Komisi Penyiaran Indonesia, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).

Selain itu, didukung pula oleh berbagai komunitas, antara lain Internet Governance Forum, ICT Watch, PANDI (Pengelola Nama Domain Internet Indonesia), Nawala.org, Indonesia Child Online Protection (ID-COP: ECPAT Indonesia, RAS Foundation dan Yayasan Sejiwa), Internet Sahabat Anak, IWITA Jakarta, ID Talent, Sebangsa, PARFI 56, Center for Digital Society Universitas Gadjah Mada, Relawan TIK Indonesia, MAFINDO (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia), Japelidi (Jaringan Penggiat Literasi Digital), Kumpulan Emak Blogger, dan Layaria.

Tak ketinggalan, sejumlah influencer dan konten kreator pun turut mendukung gerakan ini. Mereka adalah Marcella Zalianti, Yosi Mokalu (Project-Pop), Marsha Tengker, Dennis Adhiswara, dan masih banyak lagi.

Sumber: Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com