Advertorial

Bahu-membahu Menemukan Cadangan Migas Baru

Kompas.com - 24/10/2017, 19:47 WIB

Isu mengenai potensi merosotnya jumlah cadangan minyak dan gas bumi (migas) di masa yang akan datang masih menjadi perhatian berbagai pihak. Kekhawatiran mengenai hal ini mesti diatasi dengan melakukan eksplorasi, yaitu pencarian cadangan baru.

Namun, di tengah rendahnya harga minyak dunia, melakukan eksplorasi tak semudah itu. Diperlukan kerja sama dari sejumlah pihak agar kegiatan ini bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, saat ini terdapat 183 perusahaan migas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) yang melakukan eksplorasi di Indonesia.

“Mereka adalah masa depan Indonesia,” ujar Wakil Kepala SKK Migas Sukandar dalam kegiatan Forum Eksplorasi yang diselenggarakan akhir bulan lalu.

Dalam forum tersebut, terungkap sejumlah kendala yang kerap dialami para Kontraktor KKS dalam melakukan eksplorasi. Salah satunya, kesulitan untuk membebaskan lahan. “Kami sudah menjalankan komitmen eksplorasi kami, tetapi pembebasan lahan sampai saat ini belum selesai,” ujar perwakilan Kontraktor KKS yang beroperasi di Sumatera.

Kendala lainnya, tentang kemudahan mengakses data. Ketersediaan data awal geologi membantu Kontraktor KKS meminimalkan risiko. Dengan peta cadangan yang lebih akurat, mereka akan terhindar dari kehilangan investasi yang cukup besar terutama untuk eksplorasi di laut dalam.

Selain itu, lesunya kegiatan eksplorasi juga disebabkan oleh kendala nonteknis, seperti perizinan, masalah sosial, dan juga kemampuan finansial para kontraktor. Ditambah lagi, menurut Sukandar, penurunan harga minyak dunia pun cukup mendorong terjadinya tren penurunan aktivitas dan investasi eksplorasi.

Lalu, langkah apa yang dilakukan pemerintah dan SKK Migas untuk meningkatkan kembali kegiatan eksplorasi? Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 tahun 2017 tentang Perubahan atas PP No. 79 tahun 2010. Regulasi ini membawa perubahan, seperti pembebasan bea masuk impor barang dan insentif pajak, termasuk PPN, PPnBM, PPh, dan PBB. Insentif lain yang ditawarkan adalah insentif kredit, imbalan Domestic Market Obligation (DMO) Holiday, dan depresiasi yang dipercepat.

Selain itu, terdapat pula delapan tambahan insentif dengan skema Gross Split, di mana bagian kontraktor yang mendapatkan blok migas dapat meningkat dengan pertimbangan kumulatif produksi, harga minyak dan gas, kandungan H2S yang tinggi, ketersediaan infrastruktur, dan pertimbangan lainnya. Aturan ini lebih menarik bagi investor sehingga diharapkan dapat meningkatkan minat mereka untuk melakukan eksplorasi di Indonesia.

Satu lagi, SKK Migas menerbitkan memoir berjudul Petroleum System Eastern Indonesia, berisi hasil penelitian dari SKK Migas, Kontraktor KKS, dan universitas mengenai konsep geologi di wilayah timur Indonesia, demi mendukung eksplorasi di wilayah tersebut.

Dengan adanya memoir ini, Kontraktor KKS yang melakukan eksplorasi di wilayah timur tidak memulai dari nol. Selain itu, SKK Migas juga terus memetakan potensi-potensi yang ada termasuk di wilayah kerja yang sudah beproduksi namun masih memiliki area-area yang belum dieksplorasi lebih lanjut.

Upaya meningkatkan eksplorasi, menurut Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, memang tidak hanya cukup dilakukan oleh sektor migas semata, melainkan harus lintas sektor. Semua pihak mesti bahu-membahu mengatasi persoalan yang menghambat kegiatan eksplorasi ini. “Saat ini yang kita butuhkan adalah strategi bersama memulihkan investasi hulu migas. Pekerjaan ini tentunya tidak mudah,” tutur dia. 

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com