Advertorial

Kementerian PUPR Bangun 1016 meter Jembatan di Paralel Perbatasan

Kompas.com - 28/10/2017, 20:48 WIB

Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pada tahun 2017, pemerintah Kabinet Kerja memberikan penekanan pada pemerataan yang berkeadilan, setelah dua tahun sebelumnya secara berurutan mengambil fokus pada pembangunan pondasi dan percepatan pembangunan. Dalam aspek pemerataan, salah satunya adalah pengembangan kewilayahan.

Dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), melalui Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM) dalam pembangunan kewilayahan salah satunya adalah jalan paralel perbatasan Kalimantan, Papua dan Nusa Tenggara Timur.  Adapun pembangunan jalan paralel perbatasan, contohnya di pulau Kalimantan, dilaksanakan bekerja sama dengan Zeni TNI yang membentang dari Kalimantan Utara (Kaltara) hingga Kalimantan Barat (Kalbar) sepanjang 1.900 Km.

 “Untuk Kalimantan Barat, panjangnya 850 km, dan ditargetkan pada akhir 2017 ini hanya menyisakan 107 km lagi jalan yang belum tembus. Akhir 2018 ditargetkan jalan sudah tembus dan pada 2019 jalan sudah fungsional,” tutur Kepala Satuan Kerja (Satker) Paralel Perbatasan Kalimantan Barat DJBM Kementerian PUPR Asep Syarip.

Jalan paralel perbatasan di Kalimantan Barat, membentang dari Temajuk-Aruk-Seluas-Entikong-Badau-Nanga Era hingga Batas Kalimantan Timur. Pada wilayah tersebut terdapat banyak sungai, sehingga membutuhkan banyak jembatan, Asep mengatakan bahwa pada tahun 2017-2018 (kontrak tahun jamak) telah dianggarkan melalui  APBN yang memanfatkan dana sukuk surat berharga syariah negara (SBSN) untuk total jembatan sepanjang 1016 meter.

Jembatan yang dipasang yaitu, Jembatan Permanen (Girder/Rangka) sepanjang 710 meter (21 Unit), Box Culvert Triple 3 x 3 sepanjang 150 meter (15 Unit) dan Jembatan Panel/Bailley sepanjang 156 meter (10 Unit).

- -

“Panjang jembatannya variatif, ada yang 20 meter (m), 25 m sampai 35 meter. Lokasinya tersebar, jarak terdekat antar jembatan satu dan lainnya 3 km total. Dari jembatan pertama ke jembatan terakhir pun jaraknya 600 km,” tutur Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Temajuk-Aruk-Seluas DJBM Kementerian PUPR Chandra.

Kondisi geografis menjadi tantangan tersendiri bagi para pekerja di lapangan. Letak pulau Kalimantan dilitasi garis khatulistiwa dan kondisi lingkungan yang masih hutan menyebabkan kelembaban menjadi tinggi. "Kelembaban terjadi di sebagian jalan paralel perbatasan, karena memang jalannya juga masih tanah karena baru dibuka, sehingga truk yang mengirim material sering terperosok dan untuk mengatasinya perlu waktu beberapa hari,” tambah Chandra.

Jalan paralel perbatasan Kalimantan Barat memiliki panjang 850 km, diakhir 2019 ditargetkan sepanjang 359,25 km dalam kondisi teraspal dan 490,52 km agregat. Saat ini pekerjaan jalan yang dilakukan berupa penimbunan, perataan, perkerasan tanah, perkerasan agregat, dan menurunkan grade tanjakan menjadi standar 10 persen. Jalan yang dibangun lebih lebar dibandingkan jalan lama dengan perkerasan bahu jalan dan marka.

Sementara itu, pegawai Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu Ahmad Wachyu Habibie mengatakan bahwa saat ini masyarakat masih banyak menggunakan produk Malaysia khususnya sembako. Karena untuk mendapatkan produk Indonesia pedagang di wilayah Kapuas Hulu harus menempuh perjalanan yang cukup panjang.

“Untuk pedagang Indonesia (di kec. Badau dan sekitarnya) apabila menuju Pontianak  melalui Putussibau dan Sintang menghabiskan waktu 16-18 jam, sedangkan Badau ke Pontianak lebih cepat sekitar 10 jam, tetapi harus melalui wilayah Malaysia dan masuk kembali lewat PLBN Entikong. Kalau sudah ada jalan paralel sangat membantu sekali, selain cepat tidak perlu bayar kepada pihak Malaysia untuk biaya masuk kendaraan,” tutur Habibie.

Selain itu, Habibie mengatakan bahwa jalan paralel juga akan meningkatkan perekonomian di wilayah yang dilaluinya, karena masih banyak kecamatan-kecamatan yang belum terhubung satu sama lain. (*)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com