kabar ketenagakerjaan

Dinamika Industri Rokok dan Tantangannya Bagi Pemerintah

Kompas.com - 07/11/2017, 13:21 WIB

Dinamika industri rokok selalu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Di satu sisi, pemerintah terus mematok kenaikan pendapatan termasuk dari cukai rokok. Namun di sisi lain, kenaikan cukai rokok berpengaruh pada pertumbuhan dan tantangan ketenagakerjaan pada industri rokok.

Industri rokok sendiri merupakan industri yang melibatkan ratusan ribu pekerja, baik yang terkait langsung maupun tak langsung.

“Antara kenaikan cukai dan menjaga kelangsungan industri rokok, menjadi tantangan bagi pemerintah. Kedua-duanya harus dilakukan,” ujar Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri saat menerima audiensi  Forum Serikat Pekerja (FSP)  Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (RTMM) di kantor Menaker, Jakarta, Senin (6/11/2017).

Pada audiensi tersebut Hanif menyatakan siap untuk mendukung perusahaan rokok, khususnya jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) karena menjadi ciri khas Indonesia serta masih bersifat padat karya. Hanif berjanji akan melakukan diskusi dengan kementerian lain supaya industri rokok tidak  mati.

“Kemnaker dalam berbagai kesempatan selalu mengambil posisi untuk selalu bisa menyelamatkan para pekerja,” kata Menaker.

Sebagaimana diberitakan, pemerintah menaikkan target pemasukan negara dari cukai rokok dari Rp 147, 49 triliun pada 2017 menjadi Rp 148,23 triliun pada 2018.  

Tantangan lain, lanjut Menaker, industri rokok SKT juga kian senja karena terjadinya otomatisasi mesin yang tak lagi bersifat padat karya Secara global. Tidak hanya itu, industri rokok juga menerima berbagai tekanan.

Menjawab tantangan tersebut, pemerintah akan terus berusaha menemukan langkah untuk pekerja di sektor ini. Misalnya dengan memastikan jika terjadi pemutusan hubungan kerja, maka proses dan haknya diberikan sesuai ketentuan perundang-undangan. 

Tak hanya itu, harus dipikirkan pula lapangan pekerjaan bagi para pekerja yang terkena PHK. Salah satunya dengan memberikan akses pelatihan bagi mereka. Dengan demikian mereka tetap bisa bekerja. 

Dalam audiensi tersebut, Ketua FSP RTMM Sudarto berharap bahwa pemerintah memperhatikan kelangsungan industri rokok dan menyelamatkan pekerjanya. 

"Saya berharap pemerintah memperhatikan keberlangsungan kami,” kata Sudarto.  

Perwakilan dari FS PRTMM Kudus Agus Purnomo menambahkan, selama lima tahun belakangan tidak ada penambahan karyawan pabrik rokok. Sebaliknya, jumlah pekerjanya terus berkurang. Hal ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah. 

Sedangkan Anita, perwakilan dari FS PRTMM Pekalongan memaparkan bahwa bekerja di pabrik rokok tidak memerlukan pendidikan yang tinggi. Kondisi ini sangat menguntungkan, khususnya bagi kaum wanita.

“Sebagai perempuan, kadang pendidikannya kurang, dengan adanya industri rokok maka sangat menguntungkan baginya. Karenanya, kami mohon supaya industri rokok terus dijaga dan jangan dimatikan,” tutur Anita.

Dalam kesempatan tersebut, Menaker meminta kepada FS PRTMM melayangkan surat resmi kepada Menaker yang selanjutnya akan diteruskan kepada kementerian terkait yang dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan.

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com