Advertorial

BBPJN VI Uji Coba Metode “Slurry Seal” Guna Mencegah Kerusakan Jalan

Kompas.com - 16/11/2017, 16:57 WIB

Penanganan infrastruktur jalan selalu dilakukan sepanjang tahun. Baik pembangunan jalan baru,  hingga pemeliharaan jalan yang sudah terbangun dari kerusakan. Rabu (15/11/2017) lalu, di wilayah kerja Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) VI, tepatnya di ruas Ciamis-Batas Jawa Tengah dilakukan uji coba penerapan lapisan slurry seal pada aspal sebagai  langkah pencegahan kerusakan jalan.

Mewakili Kepala BBPJN VI, Atyanto, Kepala  Bidang Preservasi dan Peralatan 2 BBPJN VI, Edison Rombe  mengatakan bahwa seluruh balai telah diimbau untuk lebih banyak melakukan pendekatan preventif pada kerusakan jalan dibandingkan melakukan pemeliharaan berkala. Menurutnya ada beberapa metode preventif kerusakan jalan,  salah satunya adalah penggunaan slurry seal.

“Jadi slurry seal ini adalah salah satu langkah kita untuk menjaga kondisi jalan baik dan sedang kita buat agar bisa bertahan lebih lama sehingga kita bisa melakukan efesiensi di tempat itu. Jadi slurry seal ini merupakan kegiatan mempertahankan kondisi jalan,” katanya.

Hal tersebut diamini oleh Kepala Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional 2 Jawa Barat,  Wahyu Budi Wiyono. Budi mengatakan, pihaknya akan melakukan uji coba penerapan lapisan slurry seal di tiga ruas yang berada di wilayah kewenangannya, yaitu Ciamis-Batas Jateng,  Lingkar Cianjur, dan Jampang Kulon – Surade  – Tegal Beleud. 

Menurutnya tiga ruas itu dipilih karena mewakili tiga volume lalu lintas yang berbeda. “Di ruas uji coba kali ini  lalu lintasnya padat, kita memakai tipe tiga. Di lingkar Cianjur lalinnya sedang namun kita juga akan memakai tipe tiga. Nanti kita lihat kondisinya juga di Jampang Kulon dengan lalin rendah. Jadi ada tiga tipe slurry seal untuk tiga volume lalin yang berbeda juga,” pungkasnya.

Penggunaan slurry seal sebenarnya sudah cukup umum. Slurry seal tercatat sudah pernah digunakan  di jalur Pantura, Jogja, Bantul, dan Cilacap. “Sementara di Lintas Selatan Jabar ini  baru pertama kali,” kata Budi.

Budi mengatakan pemilihan metode slurry seal ini memiliki beberapa keuntungan karena ini lebih murah dan lebih cepat pengaplikasiannya dibanding metode preventif yang ada.  Dengan Slurry Seal penghematan biaya 50-75 persen lebih  murah dari satu lapis aspal. 40-50 ribu per meter persegi, dengan umur rencana 1 tahun.

Pada saat uji coba tadi, digunakan model slurry seal standar yang membutuhkan pengerjaan 3-4 jam hingga lalin dibuka penuh kembali. “Kalau menggunakan quick setting, lalin sudah bisa kita buka dalam 2 jam. Saat ini yang dipakai setting biasa,” imbuhnya.

Namun slurry seal hanya bisa diterapkan di kondisi cuaca kering dan untuk kondisi jalan mantap. “Jadi slurry seal untuk mempertahankan kemantapan jalan. kalau jalannya sudah terjadi deformasi perlu diolah dulu, sampai di patching baru kita beri slurry seal diatasnya,”  kata Budi.

- -

Lebih jauh Budi akan mengidentifikasi kebutuhan preventif disetiap  2-3 kilometer dari 800 kilometer jalan di wilayah kerjanya. Adapun wilayah kerjanya yaitu ruas Nagrek-Batas Jateng,  Pantai Selatan Jabar mulai dari Pangandaran – Cidaun – Jampang Kulon – Pelabuhan Ratu ke  Utara ke Cianjur – Batas Raja Mandala, ke arah Benda di Barat.

Ditemui di tempat yang sama, Pejabat Pembuat Komitmen Ruas Ciamis-Batas Jateng dan Banjar-Pangandaran, Kadimin menegaskan di ruasnya tersebut memang sudah terdapat jalan dengan permukaan aspal yang  lepas butir dan atau retak rambut. 

Namun ia mengatakan jalan masih dalam kondisi mantap atau tidak rusak. “Dalam uji coba ini, kita akan amati hasilnya, jika bagus, tahun  depan ruas yang kondisi nya sama akan kita beri slurry seal agar umurnya lebih panjang,” ujarnya.

Menurut Kadimin dari segi pembiayaan,penggunaan  slurry seal jauh lebih murah daripada melakukan pemeliharaan jalan dengan satu lapis  AC WC. “Program preventif ini perlu digalakkan.  Jangan layer aspal  dulu untuk jalan yang masih bagus. Kita disarankan untuk memakai program preventif seperti slurry seal  ini,”ujarnya.

Dari Ciamis-Batas Jateng  ada sekitar 5 kilometer jalan yang  memiliki kondisi yang  sama. Jika hasil  uji coba ini memuaskan, 5 kilometer jalan  itu akan diberikan slurry seal.  Sementara untuk ruas Banjar – Pangandaran  belum bisa diterapkan karena  lebar jalannya masih 6 meter.

Maka itu penerapan slurry seal diutamakan di jalur utama yang lebarnya sudah 7 meter.  Pasalnya selama proses penerapan slurry seal akan diberlakukan buka tutup jalan yang pasti menimbulkan antrian kendaraan cukup panjang. 

Pengaplikasian slurry seal pun tidak  membutuhkan  banyak alat, hanya satu buah truk scan road untuk mencampur dan menghampar bubur aspal.  Di bak truk tersebut material agregat, emulsi, air, semen, dan aditif dicampur kemudian dihamparkan ke permukaan jalan.

Proses pengaplikasian slurry seal  pada 500 meter bidang jalan bisa dilakukan dalam 30 menit. Surry seal terdiri dari tiga jenis campuran tergantung dari kerusakan jalan yang dihadapi. Makin parah kerusakan pori jalannya makin banyak volume adukan  materialnya yang digunakan.

Kondisi Jalan Nasional di Wilayah PJN 2 Jawa Barat

Seusai melakukan uji coba slurry seal di ruas Ciamis-Batas Jateng  KM 125, Kasatker PJN Wilayah 2 Jawa Barat,  BBPJN VI, Wahyu Budi Wiyono  menjelaskan kondisi Jalan Nasional  di wilayahnya secara umum.

Di wilayah Kesatkeran PJN 2 Jabar terdapat 8 PPK  untuk sekitar 800 kilometer jalan nasional yang terdiri dari Nagrek – Batas Jateng,  Pantai Selatan Jabar, mulai dari Pangandaran-Cidaun-Jampang Kulon-Pelabuhan Ratu, ke  Utara ke Cianjur-Batas Raja Mandala, ke arah Benda di Barat.

Menurut Budi, sempat terjadi keterlambatan penanganan long segmen sehingga  sempat terdapat 11.000 lubang jalan. Selain itu masih banyak lebar jalan yang belum berstandar jalan nasional, yaitu 7 meter, sehingga menghasilkan efek bottle  neck. Terutama di daerah Pantai Selatan Jawa Barat, Pangandaran, Jampang Kulon, Pelabuhan Ratu, dan Cibadak.

“Padahal daerah selatan ini mendukung jalur wisata. Mulai dari Ciwidey, Pangandaran, Pelabuhan Ratu, dan  Ciletung, dan Pantai Selatan Jawa Barat sepanjang  500 kilometer.  Jadi kalau ditempuh butuh waktu sehari semalam dari Pangandaran ke Pelabuhan Ratu,” ujar Budi. Meski begitu,Budi tetap lega karena fungsionalitas jalan sudah tercapai. 

- -

Permasalahan lainnya adalah longsoran badan jalan karena ketika dilebarkan tidak dibuat drainase, seperti di wilayah   Sukabumi dan Cianjur. Di kedua wilayah tersebut masyarakat juga menggunakan bahu jalan untuk berdagang sehingga menutup  drainase.

“Kami mengharapkan dukungan dari pemda terkait pedagang kaki lima ini. Kami kesulitan untuk menertibakannya. jika terjadi longsor akibat tidak ada  drainase  mengakibatkan dana perbaikan yang lebih besar pula,” jelas  Budi.

Pada Tahun 2017 PJN 2 Jabar dipercaya mengelola anggaran sebesar Rp 450 miliar yang dipakai untuk pelebaran dan rekonstruksi  jalan.  Tahun 2018 PJN Wilayah 2 Jabar akan mendapatkan tambahan ruas Soreang, akses Waduk Jatigede, dan Cikijing - Batas Jateng.

“Akan mendapat dana Rp 500 milia di 2018. Jadi nanti akan ada hampir 1.000 kilometer, setelah ditambah 3 ruas baru, yang berada di PJN 2 Jabar,” kata Budi.

Sementara untuk jembatan, menurut Budi, saat ini dalam kondisi yang memprihatinkan karena peralihan status jalan kabupaten menjadi provinsi kemudian jalan nasional hanya dalam konteks administrasi saja. Sedangkan kondisi struktur jembatannya masih di bawah standar jalan nasional. Karena jembatan di ruas jalan nasional seyogyanya harus bisa dilewati kendaraan kecil dan besar.

Untuk penanganannya ada beberapa titik jembatan yang dilakukan pemeliharaan berkala,  bahkan lakukan  penggantian seperti  Jembatan Cibaruyan. Menurut Budi, banyak jembatan di wilayah kerjanya yang sudah tua karena dibangun pada tahun  1980-an. “Kita juga membutuhkan beberapa duplikasi jembatan. Kami juga  memerlukan beberapa duplikasi jembatan tetapi untuk tahun 2018 kami diminta  agar menjaga jembatan yang ada untuk fungsional dulu,” katanya. 

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com