Advertorial

Presiden Jokowi Ingin Arah Kebijakan Ekonomi Berorientasi Masa Depan

Kompas.com - 29/11/2017, 13:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.COM - Presiden Joko Widodo menilai di tengah era globalisasi, arah kebijakan ekonomi Indonesia harus berorientasi masa depan. Perkembangan teknologi dan inovasi yang pesat ditambah ketatnya persaingan antar negara di era globalisasi menuntut Indonesia untuk bergerak cepat agar tidak kalah saing.

"Banyak parameter yang berubah, banyak model bisnis baru. Saat ini saja, kita ramai masalah daya beli. Kita enggak sadar banyak model bisnis baru, sehingga pola konsumsi berubah," kata Presiden Jokowi dalam arahannya di acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2017 di Jakarta Convention Center, Selasa (28/11/2017) malam.

Jokowi mencontohkan, saat ini masyarakat lebih menyukai berbelanja online ketimbang pergi ke toko atau mal. Tak hanya itu, pola konsumsi masyarakat juga beralih ke sektor pariwisata. Oleh karena itu, ketidakpastian situasi terkini harus dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan.

"Oleh sebab itu momentum yang ada saat ini harus kita ambil manfaatnya. Karena dalam tiga tahun terakhir sudah banyak lompatan ekonomi yang kita capai bersama," kata Jokowi.

Indonesia, kata Jokowi, telah diakui oleh dunia internasional sebagai negara layak investasi dari tiga lembaga pemeringkat dunia, yakni S&P, Moody's, dan Fitch. Selain itu, peringkat kemudahan berusaha di Indonesia meningkat dari urutan 106 ke urutan 91. Jokowi turut mengungkapkan, di tahun 2018, peringkat Indonesia akan meloncat ke urutan 72.

Oleh karena itu, prestasi yang telah diperoleh perlu ditingkatkan lebih baik dengan mereformasi berbagai kebijakan ekonomi. "PR-nya masih banyak, mereformasi struktural kita tidak mudah, misalnya kita memiliki 42 ribu regulasi aturan yang menjerat kita sendiri. Saya sudah titip ke DPR, enggak usah banyak bikin undang-undang, nambah ruwet," ujarnya.

Di dalam negeri,  Jokowi menjelaskan penerimaan pajak pertambahan nilai dibandingkan beberapa tahun lalu, tumbuh hingga 12,1 persen dibandingkan sebelumnya yang hanya tumbuh 2,9 persen. Nilai ekspor Indonesia juga mencapai 103,36 miliar dollar AS.

Di sektor pariwisata, jumlah turis asing ke Indonesia melonjak 25 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. "Di pariwisata turis asing sudah mencapai 10,46 juta, naik 25 persen. Naiknya tinggi sekali, momentum ini harusnya memberikan rasa optimis. Jangan senengnya yang negatif-negatif. Angka ini harus membuat kita optimis," ujar Jokowi.

Pengembangan infrastruktur dan SDM

Jokowi menegaskan pengembangan berbagai infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah akan menjamin peningkatan efisiensi makro Indonesia. Infrastruktur mendukung mobilitas manusia dan logistik dengan cepat, efisien, dan murah. Strategi yang akan ditempuh Jokowi selanjutnya adalah mengembangkan kualitas sumber daya manusia Indonesia lewat peningkatan mutu vokasi dan sekolah menengah kejuruan.

"Kedua, training vokasi, dan politeknik. Ini yang saya kira harus dikerjakan dengan cepat. Hanya memang perombakannya harus besar besaran, 60 persen tenaga kerja kita berlatar belakang SD sampai SMP," papar Jokowi.

Sementara itu, sekolah menengah kejuruan selama ini diisi oleh tenaga pendidik normatif. Jokowi ingin 80 persen guru-guru SMK merupakan tenaga pendidik ahli kejuruan agar bisa mengembangkan bakat dan minat siswa-siswi.

"Pendidikan kita harus mau berubah total, bukan normatif rutinitas. Tantangannya berbeda, anak-anak harus dihadapkan pada problem terkini. Bukan rutinitas," ujarnya.

Melalui pembelajaran berdasarkan permasalahan terkini, para siswa bisa didorong untuk menyelesaikan dan menawarkan solusi terhadap berbagai persoalan bangsa. Jokowi juga menekankan pentingnya peningkatan inovasi melalui berbagai riset ilmiah.

"Angggaran riset harus diperbesar, harus kita kejar agar konkret dan riil sesuai kebutuhan masyarakat dan dunia usaha," tegas Jokowi.

Perguruan tinggi juga didesak memperbaharui program-program pendidikannya seiring perkembangan waktu. Jokowi mencontohkan perlunya jurusan ekonomi digital di fakultas ekonomi dan bisnis suatu universitas. Hal itu menjadi cerminan agar SDM nasional bisa bergerak cepat dan tidak ketinggalan zaman.

"Terakhir birokrasi kita, kita harus berani ubah mindset birokrasi,  pola kerja baru berkecepatan. Mutlak diperlukan, dan kontinu," tutupnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com