Advertorial

Hati-Hati di Dunia Maya, Keamanan Siber Indonesia Masih Lemah

Kompas.com - 30/11/2017, 11:29 WIB

Masih ingat ransomware WannaCry? Sekitar Mei 2017 lalu, pengguna internet tanah air sempat dihebohkan dengan teror siber dari ransomware tersebut. Tak hanya pengguna individual, beberapa perusahaan bahkan lembaga masyarakat pun tak pelak menjadi korban.

WannaCry menyandera basis data pemilik dan meminta sejumlah uang sebagai tebusannya. Beruntungnya, serangan ini tak berlangsung lama. Namun, serangan itu merupakan menjadi salah satu bukti bahwa keamanan siber di Indonesia masih rendah dan harus terus ditingkatkan.

Kondisi ini pun didukung oleh laporan The Global Cybersecurity Index 2017 yang dirilis oleh UN International Telecommunication Union (ITU). Dalam laporan itu, Indonesia menduduki posisi rendah dalam hal keamanan siber.

Indonesia berada di peringkat ke-70 dari 195 negara dengan skor 0,424. Sebaliknya, negara tetangga yaitu Singapura berada di posisi puncak, disusul oleh Amerika Serikat di peringkat kedua, dan Malaysia di posisi ketiga dengan skor 0,893.

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, kondisi ini kurang lebih serupa dengan negara di Amerika selatan seperti Brazil. Ia pun mengakui bahwa lemahnya keamanan siber di Indonesia mengakibatkan tingginya serangan siber di tanah air.

"Indonesia masuk 10 besar negara yang terkena serangan setiap saat. Terlihat betapa vulnerable-nya masalah keamanan siber di Indonesia," kata Rudiantara.

Menurut catatan Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII), sejak bulan Januari hingga Juli  2017 lalu terdapat 177,3 juta serangan siber terhadap Indonesia. Jika dihitung, kurang lebih 836.200 serangan siber terjadi setiap harinya. Serangan yang terjadi biasanya berupa fraud dan malware.

Melihat keadaan ini, Rudiantara memastikan pemerintah tidak tinggal diam. Salah satu langkah nyata adalah dengan terbitnya Peraturan Presiden No. 53 tahun 2017 tentang pembentukan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Prosesnya kini telah sampai pada penataan susunan organisasi.

Kementerian Komunikasi dan Informatika pun melakukan seleksi dan pelatihan 100 orang dengan kemampuan keamanan siber melalui program “Born to Protect”. Program ini pun akan dilakukan di sepuluh kota besar di  Indonesia. Langkah-langkah ini dilakukan semata untuk terus meningkatkan keamanan siber di Indonesia.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com