Advertorial

Mitos-mitos Investasi yang Bisa Membuat Investor Pemula Gigit Jari

Kompas.com - 30/11/2017, 16:53 WIB

Sebagai salah satu instrumen untuk mencapai tujuan keuangan di masa depan, investasi berbeda dengan tabungan konvensional. Proses kerja investasi tak sesederhana menyimpan dana tunai di tabungan. Karena pilihannya yang beragam, diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang tepat tentang investasi.

Membekali diri dengan pengetahuan tentang investasi beserta instrumen-instrumennya dapat memudahkan calon investor untuk memilih produk yang tepat. Pemilihan produk ini pun harus disesuaikan dengan tujuan keuangan masing-masing. Sayangnya, banyak investor pemula yang salah memahami investasi sehingga seringkali merasa kecewa dengan imbal hasil yang tak sesuai harapan.

Berbagai mitos tentang investasi ini menimbulkan kesalahpahaman, terutama bagi calon investor. Salah satu mitos yang paling sering didengar adalah investasi selalu memberikan keuntungan yang lebih. Meskipun imbal hasil yang lebih tinggi adalah tujuan utama, banyak faktor yang menentukan keuntungan investasi. Di antaranya tren industri, kondisi ekonomi, serta iklim investasi dalam negeri.

Selain soal imbal hasil, mitos lainnya adalah soal instrumen investasi yang tersedia. Ada anggapan bahwa setiap instrumen sama saja. Padahal, setiap jenis instrumen investasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Saham, properti, emas, obligasi, dan reksadana adalah jenis investasi yang lazim ditemui di Indonesia. Masing-masing memiliki manfaat dan imbal hasil maksimal pada waktu yang berbeda pula. Karenanya, sesuaikan dengan tujuan keuangan sebelum membelinya.

Sebagai instrumen yang dikelola manajer investasi, reksadana seringkali dicap anti rugi. Padahal, mitos ini tak sepenuhnya benar. Perkembangan dan imbal hasil reksadana tergantung kepada orang yang mengelolanya. Lacak jejak rekam manajer investasi yang mengaturnya paling tidak sejak lima tahun ke belakang. Manajer investasi yang baik tercermin dari performanya dalam mengelola dan mencetak imbal hasil.

Reaksi terhadap kondisi pasar investasi pun harus diperhatikan. Tak perlu panik dan terburu-buru menjual investasi ketika harganya merosot. Sebaliknya, perhatikan pergerakannya dengan saksama. Jika memungkinkan, lakukan pembelian kembali atas saham yang harganya sedang turun itu.

Jangka waktu dan besarnya modal juga kadang dijadikan patokan imbal hasil sebuah investasi. Nyatanya, tak perlu miliki uang banyak untuk berinvestasi. Contohnya reksadana, hanya dengan Rp 100 ribu, investor sudah bisa berinvestasi. Selain itu, ada pula investasi berupa emas yang bisa dilakukan di Pegadaian.

Selalu ingat bahwa kesabaran adalah kunci investasi. Diperlukan jangka waktu tertentu untuk mendapatkan imbal hasil yang maksimal. Jangan lupa untuk selalu mencari informasi dan mempelajari literatur tentang investasi. Semakin investor mengerti, maka semakin cerdas pula langkah-langkah yang diambilnya dalam berinvestasi.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com